Brussels, Gontornews — Pemimpin negara-negara Uni Eropa, Kamis (21/1/2021), terus berusaha mengatasi tantangan pandemi Covid-19 yang semakin meningkat. Mereka menyerukan peningkatan upaya pembatasan perjalanan, memperketat kontrol perbatasan hingga menahan masuknya varian baru virus korona yang lebih menular.
Kanselir Jerman, Angela Merkel misalnya, mengatakan negara-negara Eropa perlu serius mengamati dan memperhatikan perkembangan mutasi baru virus korona yang terdeteksi di Inggris dan Jerman. Merkel menitikberatkan risiko gelombang ketiga virus korona yang berpotensi menyerang sejumlah negara Eropa.
“Kami tidak dapat mengesampingkan penutupan perbatasan tetapi mencegahnya melalui kerjasama dalam rumpun Uni Eropa,” kata Merkel dalam konferensi pers dari Berlin.
Senada dengan Merkel, Perdana Menteri Belgia, Alexander De Croo meminta kepada pemimpin Uni Eropa untuk menghentikan aktivitas pariwisiata. “Percikan sekecil apapun bisa mendorong peningkatan angka (penularan) kembali. Kami perlu melindungi posisi kami dengan baik,” cetusnya kepada penyiar VRT yang dilansir Reuters.
Kepala kelembagaan Uni Eropa mendesak pemimpin negara untuk menjaga persatuan serta meningkatkan pengujian dan vaksinasi.
Sementara itu, Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, mengatakan bahwa penutupan perbatasan secara menyeluruh tidak lagi relevan.
Dewan eksekutif Uni Eropa ingin negara-negara anggota menyetujui pendekatan umum untuk menerbitkan sertifikat vaksinasi pada akhir Januari. Gagasan ini bermula saat Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis melontarkan gagasan mengenai pemulihan perjalanan lintas batas. PM Mitsotakis mengusulkan penerbitan sertifikat elektronik yang menyatakan seseorang telah melakukan vaksinasi Covid-19 bagi pelancong lintas negara.
Namun, sejumlah diplomat Uni Eropa mengatakan keputusan penerbitan sertifikat vaksin Covid-19 masih sangat terlalu dini. Mereka berdalih belum ada bukti yang dapat memastikan bahwa peserta vaksin tidak lagi dapat menularkan virus korona kepada orang lain.
“Adapun negara ketiga (Non-Uni Eropa), maka Anda harus mempertimbangkan apakah akan menerima vaksin asal Rusia atau Cina,” pungkas salah satu diplomat Uni Eropa yang enggan disebutkan namanya. [Mohamad Deny Irawan]