Abstrak
Makalah ini membahas tentang urgensi belajar sambil mengajar di pesantren modern sebagai bagian dari proses pendidikan karakter dan peningkatan kualitas akademik. Prinsip “Khairut ta’allum at-ta’lim” atau “Sebaik-baik belajar adalah mengajar” menjadi landasan filosofis dalam pembentukan sinergi antara penguasaan ilmu (kognitif) dan penghayatan nilai (afektif). Dalam konteks pesantren modern, di mana santri tidak hanya dituntut memahami ilmu, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, praktik belajar sambil mengajar menjadi media strategis untuk membentuk pribadi unggul. Makalah ini mengupas bagaimana guru dan santri dapat bersinergi dalam membangun peradaban melalui tiga peran utama: sebagai pendidik (teacher), pemimpin (leader), dan manajer (manager).
Mukadimah
Pesantren modern sebagai lembaga pendidikan Islam memiliki tanggung jawab besar dalam mencetak generasi yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia. Pendidikan tidak hanya dipahami sebagai proses transfer ilmu, melainkan juga transformasi nilai dan pembentukan karakter. Dalam lingkungan pesantren, konsep belajar tidak terpisah dari aktivitas keseharian; belajar bisa terjadi di kelas, di asrama, bahkan saat berdiskusi santai. Salah satu pendekatan efektif dalam dunia pesantren adalah proses learning by teaching—belajar sambil mengajar.
Prinsip “Khairut ta’allum at-ta’lim” memberikan perspektif bahwa pengajaran bukan hanya tugas guru, melainkan juga bagian dari proses belajar seorang santri. Ketika seorang santri mengajarkan materi kepada teman atau adik kelasnya, sejatinya ia sedang menguatkan dan memperdalam pemahaman ilmunya. Inilah sinergi antara ilmu dan amal, antara teori dan praktik.
Metode
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi literatur dan analisis deskriptif. Penulis mengkaji sejumlah sumber pustaka yang berkaitan dengan pendidikan pesantren, filosofi pendidikan Islam, serta studi tentang strategi belajar aktif. Selain itu, makalah ini juga merujuk pada praktik nyata yang terjadi di berbagai pesantren modern di Indonesia, terutama dalam proses kaderisasi kepemimpinan melalui pengajaran sesama santri.
Hasil dan Pembahasan
1. Sinergi antara Kognitif dan Afektif
Belajar sambil mengajar bukan hanya meningkatkan aspek kognitif, yaitu pemahaman intelektual terhadap materi, tetapi juga aspek afektif, yaitu bagaimana sikap, nilai, dan empati terbentuk dalam diri seseorang. Seorang santri yang diminta mengajar biasanya akan mempersiapkan diri dengan lebih serius. Ia belajar lebih giat, memahami konteks, dan memikirkan cara terbaik untuk menyampaikan materi.
Lebih dari itu, santri juga belajar bersikap sabar, komunikatif, dan bertanggung jawab. Ini semua merupakan bagian dari pendidikan afektif yang sangat penting dalam pembentukan karakter. Dalam konteks ini, belajar sambil mengajar menjadi media efektif untuk melatih akhlak mulia, kepemimpinan, dan kepedulian sosial.
2. Peran Guru: Teacher, Leader, dan Manager
Di pesantren modern, guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga pembina dan teladan. Dalam menjalankan fungsinya, guru diharapkan berperan dalam tiga aspek utama: 1) Teacher: Mampu menyampaikan ilmu dengan metode yang tepat dan menarik; 2) Leader: Menjadi teladan dalam sikap, akhlak, dan spiritualitas; 3) Manager: Mampu mengelola proses belajar, waktu, dan dinamika santri secara efektif.
Begitu pula santri yang diberi tugas mengajar teman sebaya atau adik kelasnya, akan belajar menginternalisasi ketiga aspek tersebut. Ia belajar menjadi guru kecil, menjadi pemimpin bagi yang ia ajar, dan juga manajer atas waktu dan emosinya sendiri.
3. Sumber Keilmuan yang Sahih
Proses belajar sambil mengajar juga menuntut setiap individu untuk mengakses sumber keilmuan yang sahih dan tepercaya. Dalam hal ini, pesantren modern harus memastikan bahwa materi yang diajarkan bersumber dari kitab-kitab mu’tabar, Al-Qur’an, hadis, serta rujukan keilmuan Islam kontemporer yang kredibel. Ini menjadi penting agar tidak terjadi distorsi pemahaman dan penyebaran ilmu yang keliru.
Poin Penting
Belajar sambil mengajar merupakan pendekatan yang sangat relevan dan penting diterapkan di pesantren modern. Melalui proses ini, terjadi integrasi antara ilmu dan amal, antara kognitif dan afektif, serta antara teori dan praktik. Santri tidak hanya menjadi penerima ilmu, tetapi juga penyampai dan pengamalnya. Guru pun terus berkembang dalam perannya sebagai pendidik, pemimpin, dan pengelola.
Dengan menerapkan prinsip Khairut ta’allum at-ta’lim, pesantren modern dapat mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual dan emosional. Oleh karena itu, sinergi antara belajar dan mengajar harus terus didorong dan difasilitasi dalam setiap aspek kehidupan pesantren. [DA.2752025]