Damaskus, Gontornews — Pascaserangan di wilayah Ghouta Timur 18 Februari lalu, hingga saat ini kondisi wilayah timur ibukota Suriah, Damaskus, itu semakin memburuk, tidak terkecuali warga sipil yang harus hidup di bawah tanah.
Diberitakan Aljazeera.com, seorang wartawan lokal Firas al-Abdullah mengabarkan, sejak awal pengepungan hingga sekarang situasi di Ghouta Timur terus memburuk.
Pemboman yang tidak henti membuat warga takut dan memilih untuk tinggal di ruang bawah tanah. Akibatnya, banyak anak yang mengalami masalah pernapasan dan masalah kesehatan lainnya.
“Situasi kemanusiaan yang mengerikan karena makanan dan komoditas penting lainnya tidak mencukupi,” jelas Abdullah.
Sementara itu, Koordinator Kemanusiaan Regional PBB untuk Suriah, Panos Moumtzis, dalam sebuah pernyataan mengatakan dalam kurun waktu dua minggu pascapenyerangan kekerasan di wilayah tersebut terus meningkat.
Pihaknya sangat prihatin atas keselamatan dan perlindungan jutaan warga sipil di Suriah, termasuk 400 ribu warga di Ghouta Timur. Pertempuran yang terus berlanjut menyebabkan lebih banyak lagi kematian, belum lagi fasilitas medis yang tidak luput dari serangan bom Pemerintah Suriah dengan sekutunya, Rusia.
“Hukuman kolektif terhadap warga sipil ini tidak bisa diterima,” tegas Moumtzis
Sedikitnya 674 orang, termasuk lebih dari 150 anak, sekarang diyakini telah terbunuh di daerah kantong yang terkepung dalam dua minggu terakhir ini. Warga di daerah kantong pemberontak itu, kini menghadapi kesulitan meskipun ada permintaan berulang dari PBB untuk akses darurat kemanusiaan. [Devi Lusianawati]