Yogyakarta, Gontornews – Ketua bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas menyebut bahwa penggunaan istilah mahar politik sebagai bentuk dari politik transaksional merupakan sebuauh kesalahan. Meski demikian, tindakan tersebut disebutnya sebagai tindakan amoral (tidak bermoral).
“Namun, ketika istilah itu dipakai dalam konteks politik, istilah itu digunakan hanya untuk mengelabui istilah transaksi dalam penggunaan ikatan politik,” jelas Busyro ketika ditemui di Kantor PP Muhammadiyah Cik Ditiro pada Selasa (16/1) sebagaimana dilansir muhammadiyah.or.id
“Praktik ‘mahar’ dari calon kepala daerah hingga presiden kepada parpol pengusungnya itu menunjukkan praktik demokrasi yang transaksional. Karena transaksional, yang terjadi adalah kuat-kuatan, sehingga praktiknya menjadi liberal,” ungkap Busyro.
Menurut mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut, jika semua elit partai politik bekerjasama dengan elit bisnis maka politik transaksional akan terus terjadi yang secara tidak langsung berakibat pada mundurnya kualitas demokrasi di Indonesia.
Busyro menambahkan praktek seperti ini sesungguhnya merupakan penggerusan dan pelecahan terhadap pancasila sebagai ideologi bangsa, sekaligus konstitusi bangsa.
“Padahal, elit-elit politik yang menang dengan cara-cara transaksional seperti itu ketika menjabat sangat dengan mudahnya berpidato sok pancasila dan NKRI, (padahal) dalam waktu yang sama sangat mudah menuduh orang lain anti pancasila, anti NKRI. Sementara kursi yang mereka duduki diperoleh dengan cara-cara yang tidak pancasilais,” pungkas Busyro. Mohamad Deny Irawan