Menjadi mualaf sejak umur 12 tahun, Andi tidak malu untuk membuktikan bahwa seorang mualaf pun bisa menghafal al-Qur’an dan menjadi ahli hadis.
Andi Prasetyo (21) tidak menyangka, latar belakang agama orangtuanya adalah Islam. Pasca ayahnya wafat, sang ibu menikah lagi dan kembali masuk Islam. Andi merasa, hidayah adalah faktor utama di balik sebagian besar keluarganya memeluk Islam.
Suharto, ayah Andi yang berasal dari Blitar, Jawa timur, awalnya seorang Muslim. Kecintaan ayahnya terhadap Sumarni, ibunya yang saat itu beragama Kristen, tidak menghalanginya membuat keputusan penting untuk menikahi dan berganti agama.
Suatu hari, orangtua Andi berada dalam kondisi finansial yang buruk. Hidup serba kekurangan, membuat Suharto dan keluarga memutuskan untuk tinggal bersama neneknya yang beragama Kristen.
“Karena hidup bersama nenek, mau tidak mau ayah saya memeluk agama Kristen,†papar Andi kepada Gontornews di Pondok Pesantren Terpadu Roudhotul Qur’an Nusantara, Purwakarta, beberapa waktu lalu. Andi mengungkapkan, ayahnya kemudian meninggal dalam keadaan Kristen.
Sejak wafatnya sang ayah, ibunya memutuskan untuk menikah lagi. Calon ayah tiri Andi, Kasmudi, memberi persyaratan kepada Sumarni agar mengucapkan syahadat dan mengajak anak hasil pernikahan dengan suami pertamanya untuk masuk Islam.
Sumarni pun menyetujui hal itu. Maka seluruh keluarganya resmi memeluk agama Islam. Andi, yang saat itu masih duduk di kelas 6 sekolah dasar, belum paham betul alasan di balik keputusan ibunya untuk memeluk Islam.
“Saya tahunya ibu pindah ke Islam. Karena masih kecil, saya belum mengerti apa-apa,†jelas pria kelahiran Blitar, 14 oktober 1995, itu.
Berbeda dengan ayah kandungnya yang melaksanakan ajaran agama Kristen secara tidak tenanan, Andi justru aktif di gereja. Bahkan, sejak kelas 1 hingga kelas 6 SD, ia ditunjuk sebagai ketua kelas di ‘sekolah’ hari Minggu.
Karena orangtuanya pindah agama, Andi yang kala itu bersemangat untuk sekolah minggu, tiba-tiba memutuskan untuk tidak lagi berangkat sekolah. Ia merasa, keputusan keluarganya untuk masuk Islam memberi konsekuensi putusnya hubungan dengan pihak gereja.
Pihak gereja pun merasa heran dan mendatangi Andi untuk melihat keadaan dan menanyakan alasan ketidakhadirannya di gereja.
Setelah mendatangi rumah dan menanyakan kealpaannya selama ini, barulah pihak gereja mengetahui bahwa Andi dan keluarganya telah memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.
Sejak memutuskan untuk menjadi Muslim, Andi mulai tertarik memperdalam agama Islam. Intensitas belajarnya tentang Islam dimulai dari Masjid Mas Mansyur di tempat tinggalnya, Sorong, Papua Barat.
Andi pun tak segan untuk bergabung dengan kajian serta halqah yang diadakan oleh organisasi masyarakat (ormas) Islam. Ketertarikan Andi terhadap Islam makin memuncak ketika dirinya meresapi kalimat yang diterimanya dari hasil kajian keislamannya.
“Milikilah ilmu sebelum engkau berbicara dan melaksanakan pekerjaan,†tutur anak pertama pasangan Suharto dan Sumarni itu.
Sejak menjadi santri di Pondok Pesantren Bilal bin Rabbah di Papua, Andi mulai mempelajari bahasa Arab dan kajian-kajian keislaman. Bahkan, ia minta izin kepada orangtuanya untuk mencari ilmu ke Jember, Jawa Timur.
“Di Jember ada Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah (STDI). Di sekolah itu, guru-guru yang selama ini saya dengar menyampaikan ceramah dan kajian keislaman di radio mengajar,†jelas Andi, pengagum Syeikh Al-Albani dan Ibnu Taimiyah.
Andi pun memutuskan untuk mulai menghafal Al-Qur’an. Sejumlah pondok telah dikunjunginya. Sebut saja Pesantren Tahfidz Al-Hunafa di Kranggan, Bekasi dan Pondok Pesantren Roudhotul Qur’an di Purwakarta saat ini.
Pertemuannya dengan Abdurrahman bin Syamsuri, membuat Andi bercita-cita menjadi ahli hadis dan belajar hadis ke Madinah.
“Saya sudah membuat paspor,†pungkasnya sembari mengatakan siap kembali ke Sorong untuk berdakwah. [Mohamad Deny Irawan/Rus]