Jakarta, Gontornews – Miris. Inilah agaknya kata yang pas menggambarkan betapa bebasnya pergaulan remaja di Indonesia.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam menemukan fakta, tren pasangan yang hamil sebelum menikah terus meningkat dari waktu ke waktu.
Fenomena ini terjadi di sejumlah Kantor Urusan Agama (KUA) di Indonesia.
Seperti dirilis dalam laman bimasislam.kemenag.go.id, di Malang, Jawa Timur, diperkirakan 25 persen calon pengantin perempuan yang datang untuk mengajukan pencatatan nikah dalam kondisi sudah hamil.
Sedangkan di Kecamatan Selebar, Kota Bengkulu, sekitar 20 persen pasangan yang dilayani KUA tiap tahunnya dalam kondisi sedang hamil.
Bimas Islam meyakini di tempat-tempat lain juga terjadi hal yang sama. Sehingga angka yang sebenarnya bisa jadi lebih besar, karena data tersebut hanya berasal dari pasangan yang secara sukarela mendaftarkan pernikahannya ke KUA. Ini belum termasuk yang menikah secara siri karena malu kepada tetangga.
Hal ini menjadi peringatan bagi keluarga Muslim, mengingat jika masalah ini dibiarkan maka akan menjadi masalah sosial yang jauh dari tuntunan agama namun dianggap lazim.
Fenomena lain yang tak kalah memprihatinkan adalah tren di kalangan anak muda merayakan tahun baru dan hari valentine dengan melakukan hubungan layaknya suami istri.
Hasil penelusuran bimasislam, fenomena merayaan tahun baru di kawasan wisata dengan kekasih sudah menjadi tren baru di kalangan anak-anak muda.
“Hal inilah yang menyebabkan angka pernikahan pada akhir bulan Februari, Maret, dan April cenderung lebih tinggi dari pada bulan sebelumnya,†kata sumber bimasislam.
Sumber itu juga menyebut bahwa tak sedikit di antara anak-anak muda yang menyewa villa atau hotel untuk menghabiskan malam bersama teman dan kekasihnya masing-masing di malam pergantian tahun layaknya suami istri.
Angka pernikahan di bulan-bulan tersebut cenderung meningkat akibat pergaulan yang dilakukan pada bulan sebelumnya, yaitu saat perayaan malam tahun baru dan valentine. “Mereka lalu hamil dan terpaksa menikah pada bulan-bulan itu,†ujar sumber tersebut.
Di sinilah peran orangtua sangat menentukan. Terutama dalam hal pengawasan terhadap pergaulan anak-anaknya.
Orangtua mesti mengenalkan ajaran agama secara lebih intensif pada anggota keluarga.
Selain itu, perlu ada pengalihan perhatian saat menyambut tahun baru atau menjelang tanggal 14 Februari (valentine’s day) dengan acara yang lebih menarik dan bermanfaat bagi generasi muda, sehingga mereka meninggalkan tradisi buruk itu.
Peran Pemerintah Daerah juga dibutuhkan untuk melakukan pengawasan terhadap kawasan atau pusat-pusat wisata yang diduga dijadikan tempat perayaan oleh anak-anak muda tersebut.
“Misalnya membuat aturan hotel yang lebih ketat terhadap pasangan yang menginap tanpa disertai Surat Nikah.â€
Selain itu, institusi pendidikan juga berperan penting dalam mendidik generasi muda agar mereka bisa menjauhi pergaulan bebas.
“Pencegahan terhadap budaya permisif (serba boleh) itu memang memerlukan peran dari berbagai pihak, selain keluarga, peran sekolah, Pemda, dan juga Kementerian Agama mutlak diperlukan!†ujar sumber tersebut.
Selama ini, Kementerian Agama telah melakukan sejumlah upaya untuk menjaga moral dan mencegah terjadinya fenomena hamil di luar nikah.
Upaya tersebut antara lain penyelenggaraan kursus pranikah, pembinaan remaja tentang bahaya pergaulan bebas, bimbingan masyarakat melalui tenaga penyuluh agama, hingga peningkatan ketahanan keluarga melalui pembinaan keluarga sakinah.
Meski demikian upaya tersebut masih belum cukup tanpa peran sertadan dukungan dari sejumlah pihak. Alhasil orangtua harus meningkatkan kualitas kehidupan rumah tangga dan ketahanan keluarganya. [Rusdiono Mukri]