Jakarta, Gontornews — Kabid Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel menerangkan, dalam wacana victimologi pemerintah harus memberikan ganti rugi terhadap para korban. Mulai dari korban primer, sekunder sampai tersier.
“Kenapa negara wajib bayar ganti rugi? Sebab, restitusi maupun kompensasi merupakan tanggung jawab negara akibat lalai terhadap rakyatnya. Dalam dunia psikologis, dikenal theraupetic justice. Ini yang harus dijalankan. Adapun bentuk rehabilitasi lainnya adalah terobosan hukum,” paparnya.
Lebih lanjut, ungkap ahli tim forensik itu, ada gerakan yang lebih berbahaya daripada gerakan teroris. Yaitu gerakan separatis. Nahasnya, dalam revisi UU Terorisme pemerintah tak menggolongkan gerakan tersebut sebagai gerakan teroris.
“Dalam waktu tak lama, kita berharap Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme segera disahkan. Perang terhadap teror adalah perang rakyat semesta. Namun, dalam Pasal UU Terorisme, pelibatan rakyat semesta dalam pemberantasan terorisme tidak signifikan,” tandasnya.
Tim Pengacara Muslim (TPM) Achmad Michdan mengatakan, persoalan rentetan teror termasuk kejadian di Mako Brimob merupakan akumulasi dari hak asasi narapidana yang selama ini dilanggar. Salah satunya pendampingan oleh kuasa hukum. Selain itu, jika napiter mempunyai pandangan keliru terkait kebangsaan, seharusnya diberikan ahli yang dapat memberikan pencerahan.
“Menurut saya (persoalan makanan) itu adalah bagian kecil pemicu. Selama 18 tahun saya mengikuti, banyak pelanggaran hak asasi manusia mulai dari penangkapan, pemeriksaan dan penahanan,” terangnya. [fathurroji]