Jakarta, Gontornews–Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, secara hukum pemerintah daerah bisa mengabaikan pencabutan perda yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Aturan ini sudah jelas pada Pasal 145 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
“Kecuali undang-undangnya diubah,†kata Mahfud di Jakarta, (15/6).
Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan, prosedur ini tidak hanya berlaku pada perda syariah tetapi pada semua perda yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Menurutnya, Kemendagri memang mempunyai kewenangan mengevaluasi Perda tapi harus sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Kalau dicabut, harus melalui judicial review atau political review. DPRD-nya yang diminta mengevaluasi,†kata pria asal Maduran ini. Pernyataan ini terkait langkah pemerintah yang mencabut 3.143 Perda karena dianggap menghambat investasi, menghambat pertumbuhan ekonomi, dan bertentangan dengan peraturan yang tinggi. Disamping itu, ada perda yang dalam hal ini lahir untuk meningkatkan regiusitas di tengah masyarakat.
Seperti perda di Serang yang dipersoalkan karena mengatur buka-tutup warung makan. Ada juga perda di Papua yang mengatur penutupan toko-toko di hari Ahad, atau penghentian semua aktivitas tanpa kecuali saat Hari Nyepi di Bali.
Pemerintah harus cermat mengkaji subtasinya dan tepat caranya sehingga tidak menimbulkan polemik yang tidak pada tempatnya. Apalagi menurut Mahfud, kewenangan Kemendagri hanya ada di 60 hari sejak Perda dikirimkan oleh Pemerintah Daerah untuk dievaluasi.
Setelah 60 hari itu perubahan atau pecabutan Perda harus melalui judical review. Dalam judical review pun, tambah Mahfud, tidak bisa dilakukan dengan kolektif harus satu per satu.
“Ini kan soal politik lagi, kalau soal hukum kan selalu kalah dengan politik,” katanya seperti dilansir dari laman otonominews. [Ahmad Muhajir/DJ]