Gontornews — Pendamping saksi ahli Neno Warisman menegaskan, secara teori linguistik generatif, ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok soal al-Maidah ayat 51 sulit dikatakan bahwa Ahok tak menistakan al-Qur’an.
Neno yang datang mengikuti gelar perkara terbuka kasus penistaan agama di Mabes Polri menjelaskan, dalam teori tersebut menjelaskan bahwa seseorang berbicara itu senada dengan tindakannya.
“Orang berbicara itu tidak mungkin enggak pakai niat kecuali dia gila atau ngigau. Dan dia tidak mungkin berbicara tanpa tujuan,” ujarnya.
Menurutnya, ada tiga hal yang perlu dipahami dari ucapan Ahok soal al-Maidah 51. Pertama, ujarnya, pengungkapan ekspresi bahwa bila seseorang mengatakan sesuatu maka memang sesuai antara hati dan pikirannya.
“Kalau enggak sama maka dia berdusta. Jadi itu adalah ekspresi bahasa, ekspresi niat,” ujarnya.
Kedua, lanjutnya, dia meyakini apa yang telah diucapkannya. Artinya bahwa Ahok memang berniat untuk mengatakan apa yang sudah diucapkannya terkait al-Maidah ayat 51.
“Dibohongin pakai ayat al-Maidah macam-macam itu, artinya dia sudah berniat untuk mengatakan hal tersebut,” katanya.
Ketiga, jelas Neno, dari sisi communication intentionucapan Ahok ada upaya untuk berusaha mempengaruhi seseorang melalui ucapannya. Artinya Ahok ingin orang-orang mengikuti ucapannya terkait penafsirannya tentang surat al-Maidah 51.
“Semua syarat itu mendudukkan Ahok menista agama. Secara kebahasaan memiliki syarat menista agama,” tegasnya.
Soal penggunaan kata “pakai” dalam ujaran Ahok tersebut, menurut Neno, kata pakai baik digunakan atau tidak, tidak mempengaruhi subtansi bahwa Ahok memang telah melakukan tindak penistaan terhadap agama Islam.
“(Pakai) menurut ahli bahasa tidak mengganggu substansi karena ada nature dibohongi itu negatif, sedangkan Alquran itu positif. Dibohongi Alquran itu enggak bisa,” paparnya seperti dilansir laman republika. [Ahmad Muhajir]