Baghdad, Gontornews — Kelompok Hak Asasi Manusia, HRW mengatakan para petugas medis yang bertugas dalam aksi demonstrasi di Irak telah menjadi korban kekerasan yang dilakukan pasukan keamanan.
Serangan terhadap petugas medis dilakukan lantara mereka menolong para pengunjuk rasa yang terluka maupun yang meninggal.
Direktur HRW untuk Timur Tengah, Sarah Leah Whitson mengatakan, pasukan keamanan telah menembaki pekerja medis, tenda, serta ambulans dengan gas air mata dan amunisi hidup, sebagai hukuman karena menolong para demonstran.
“Serangan-serangan itu menunjukkan ketidakpedulian yang besar terhadap kebutuhan medis karena tidak bisa memastikan para pekerja medis untuk dapat melakukan pekerjaan penting mereka,” katanya seperti dikutip Aljazeera.
Selain itu, HRW juga mendesak Pemerintah Irak untuk melakukan penyelidikan independen terhadap setiap kematian yang dilakukan oleh pasukan keamanan, dan jika diperlukan bisa dengan bantuan para ahli internasional.
Kelompok itu juga menuntut pihak berwenang untuk menyelidiki tuduhan pasukan keamanan yang mengganggu layanan medis dan memastikan bahwa setiap pengunjuk rasa yang terluka memiliki akses langsung ke fasiltas medis tanpa adanya hambatan.
Sementara itu, Mohammed Jamjoom dari Aljazeera, melaporkan langsung dari Baghdad. Ia mengatakan para pengunjuk rasa yang tewas terjadi antara pukul 7 dan 8 pagi waktu setempat (04: 00-05: 00GMT).
Sejak awal Oktober, protes antipemerintah telah berkobar di seluruh negeri terhadap pejabat yang berkuasa. Pengunjuk rasa menyerukan perombakan sistem berbasis kuota di produsen minyak terbesar kedua di dunia.
Sejak saat itu, sebanyak 319 orang meninggal dunia dan lebih dari 15 ribu lainnya mengalami luka-luka. Sebagian besar korban tewas adalah para pengunjuk rasa namun ada juga pasukan keamanan yang tewas.
Pemerintah Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi telah mengambil beberapa langkah untuk mencoba memadamkan kerusuhan, termasuk pemberian subsidi kepada orang miskin dan menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bagi lulusan perguruan tinggi.
Namun, ia gagal mengimbangi tuntutan yang meningkat dari para demonstran yang menyerukan perombakan sistem politik sektarian Irak dan mundurnya seluruh elit penguasa.
Kerusuhan itu merupakan salah satu tantangan terbesar dan paling kompleks bagi elit penguasa di Irak saat ini sejak berkuasa setelah invasi Amerika Serikat dan penggulingan Saddam Hussein pada 2003 lalu.
Meski merupakan negara dengan kekayaan minyaknya, namun masyarakat di negara seribu satu malam itu masih banyak yang hidup dalam kemiskinan serta keterbatasan akses air bersih, listrik, perawatan kesehatan atau pendidikan.[Devi Lusianawati]