Jakarta, Gontornews — Setelah lima tahun sejak pertama kali bergabung di Global Muslim Travel Index (GMTI), akhirnya Indonesia sukses meraih peringkat teratas versi Mastercard-Crescent Rating Global Muslim Travel Index 2019.
Ya. Indonesia sukses menduduki ranking pertama dari 10 destinasi wisata Muslim secara global dalam deretan negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) seperti Turki, Arab Saudi, Maroko, Oman, Brunei Darussalam dan lainnya.
CEO Crescent Rating dan Halal Trip Fazal Bahardeen menjelaskan Indonesia melalui serangkaian upaya yang telah dilakukan Kementerian Pariwisata Indonesia akhirnya berhasil menduduki posisi teratas dalam indeks.
“Setelah sebelumnya di peringkat kedua, tahun ini Indonesia menduduki posisi pertama dalam GMTI 2019 bersama dengan Malaysia dengan skor 78,” ujarnya, dalam report Mastercard-Crescent Rating GMTI 2019 pada (9/4).
Laporan ini mencakup 130 destinasi secara global baik negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) maupun negara non-Organisasi Kerja Sama Islam (Non-OKI).
“Negara OKI lainnya seperti Turki, Arab Saudi, Maroko, Oman, dan Brunei Darussalam tetap populer di kalangan wisatawan Muslim,”jelasnya seperti dikutip Majalah Gontor dari Tempo.co
Destinasi itu, kata dia, dapat terus merasakan manfaat dari lingkungan ramah Muslim mereka yang inheren dengan memanfaatkan berbagai teknologi baru guna membangun layanan yang secara strategis dapat menjangkau anak muda dan wisatawan Muslim milenial secara lebih baik.
“Laporan ini menganalisa kesehatan dan pertumbuhan berbagai destinasi wisata ramah Muslim berdasarkan 4 kriteria strategis yakni akses, komunikasi, lingkungan, dan layanan,” katanya.
Mengenai prestasi yang diraih Indonesia, Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskan, progres pembangunan sektor wisata halal di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Dijelaskannya, posisi Indonesia pada GMTI terus naik. Pada tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat kelima dan keempat pada 2016. Kemudian naik di peringkat ketiga pada 2017 dan memperoleh peringkat kedua di bawah Malaysia pada 2018.
Penantian dalam 5 tahun, yang ditunggu-tunggu, Indonesia akhirnya bisa menjadi peringkat pertama. “Alhamdulillah Indonesia menjadi yang pertama, ini kemenangan yang direncanakan,” ujar Arief di Hotel Pullman, Jakarta (9/4)
Dalam sambutannya Menteri Arief Yahya menyatakan, Indonesia menempati posisi pertama GMTI itu sudah ditargetkan Indonesia melalui berbagai cara yang diupayakan pemerintah.
Di satu sisi pasar wisata halal memang mengalami pertumbuhan tercepat di dunia, termasuk di Indonesia. Di sisi lain Indonesia yang jumlah Muslimnya mayoritas, wisata halalnya justru belum tergarap maksimal.
Diakui pemilik usaha travel wisata halal Adinda Azzahra, Priyadi Abadi, mengatakan wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia, kerap kali menemui kendala ketika ingin menginap di hotel syariah.
“Coba sebut hotel syariah yang ada di Jakarta, bisa dihitung jari. Yang paling dikenal masyarakat di Jakarta baru Hotel Sofyan, yang lainnya masih abu-abu. Padahal Indonesia sebagian besarnya berpenduduk Muslim,” ujarnya saat berbincang dengan Rakyat Merdeka.
Berbeda dengan negara seperti Spanyol, Korea Selatan dan Filipina, yang justru pemerintahnya lebih serius menggarap wisata halal, dengan membuat panduan perjalanan yang dapat memenuhi preferensi wisatawan Muslim dan membuat daftar restoran halal terbaik serta fasilitas ibadah terdekat, dengan standar dan kualitas yang profesional.
Priyadi yang hampir 27 tahun berkecimpung di bisnis travel ini meyakini bahwa wisata halal Indonesia memiliki potensi besar untuk digarap. Dari segi makanan halal, misalnya, Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Sebab, kehadiran lembaga sertifikasi halal cukup membantu wisatawan, dalam menemukan makanan yang dijamin kehalalannya.
Karenanya, tingginya permintaan wisata halal perlu dimanfaatkan secara sigap. Menurut Priyadi, pemerintah sejauh ini sudah mendorong industri halal dengan baik, kendati belum all out. Karena hal itu memang bukan hanya tugas pemerintah tetapi juga semua pihak terkait.
“Mungkin pemerintah bisa menerbitkan payung hukum yang jelas bagi industri wisata halal, masa kita kalah sama Malaysia yang negaranya tak sebesar Indonesia,” ucapnya. Berbicara soal potensi pelaku usaha di bisnis wisata halal, meskipun sudah bermunculan di Indonesia, memang tidak banyak yang fokus untuk wisata halal.
Selama ini, kebanyakan travel wisata yang ada hanya menawarkan paket umrah dan haji. “Tinggal bagaimana keseriusan membangun usaha ini, serta didukung pemerintah dan industri lain yang ada di dalamnya, seperti industri perhotelan, kuliner, fesyen dan lainnya. Karena produk turunan wisata halal ini sangat banyak,” tuturnya. [Muhammad Khaerul Muttaqien]