Milan, Gontornews — Miliaran belalang menginvasi lahan pertanian di Pulau Sardinia, Italia, sepanjang bulan April 2022. Para petani mengungkapkan bahwa serangan miliaran belalang di lahan pertanian mereka kali ini adalah yang terburuk dalam rentang tiga dekade terakhir.
Otoritas setempat memproyeksikan bahwa invasi belalang kali ini mempengaruhi area di sekitar 60.000 lahan pertanian warga. Angka ini meningkat dua kali lipat dari tahun 2021 atau puluhan kali lipat dari tahun 2019 yang ‘hanya’ berdampak pada 2000 hektar lahan pertanian.
“(Saya melihat) segerombolan (belalang) hitam besar menyerbu cakrawala dan mengambil alih ladang,” kata petani Sardinia, Rita Tolu, sebagaimana dilansir Reuters.
Tolu dan petani lain di Sardinia telah melihat miliaran belalang merusak lahan pertanian mereka. Akibat invasi tersebut, Tolu menyebut banyak rekannya yang berencana untuk menutup usaha mereka tahun ini akibat bencana kekeringan serta meningkatnya biaya bahan bakar pertanian.
Tolu dan keluarganya menjalankan bisnis peternakan sapi perah di lahan seluas 200 hekar di desa Noragugume, Sardinia, Italia. Di lahan seluas itu, Tolu dan keluarganya menanam tanaman dan pakan ternak seperti ryegrass dan cengkeh. Selain sapi, Tolu juga menggembala sekitar 1000 ekor domba di lahannya tersbeut.
Namun, invasi belalang membuat pasokan pakan ternak Tolu menurun drastis. Sepanjang tahun ini, Tolu hanya mampu mengumpulkan 200 tumpukan jerami berbanding 1000 tumpukan pada tahun 2021. Beberapa jerami bahkan terpaksa dipanen lebih awal sebagai tindakan pencegahan dan antisipasi kehilangan sebagian kualitas nutrisinya.
“Di sini, warga bertani untuk menghindari pembelian pakan ternak ataupun makanan hewan lainnya,” kata Rita Zaru, Walikota Noragugume.
Zaru bahkan tidak segan mengatakan bahwa siapa pun yang memilih untuk bertani padang rumput tahun ini guna meningkatkan produksi susu telah kehilangan seluruh investasi mereka karena invasi belalang.
Meski demikian, invasi belalang di Sardinia bukanlah hal yang baru. Pada tahun 1946, sekitar 1,5 juta hektar lahan terkena dampak belalang yang ditinggal warga selama Perang Dunia Kedua.
Dosen Etnomologi Umum dan Terapan Universitas Sassari Sardinia, Ignazio Floris, menjelaskan depopulasi dan lahan yang tidak digarap lagi menjadi salah satu alasan utama di balik peristiwa invasi belalang semacam ini. Tidak hanya itu, Ia juga menjelaskan bahwa peningkatan suhu dan kurangnya hujan juga berperan besar pada pengeringan dan pemadatan tanah, yang mempermudah ‘perkembangbiakan’ belalang.
Sepanjang tahun ini, Floris mencatat, invasi belalang telah mempengaruhi sekitar 2-3 persen wilayah di Pulau Sardinia. Jika dibandingkan dengan bencana serupa pada 1946 dan 1988-89, yang melanda 81.000 hektar lahan pertanian, invasi belalang tahun ini tidak terlalu besar.
Floris pun berharap belalang tidak berkembang biak dengan cepat pada tahun 2023. Meski prospeknya tidak pasti, Floris merencanakan untuk mendorong warga lebih banyak membajak banyak ladang serta menyebar banyak jenis kumbang tertentu yang memakan telur belalang.
Floris mengesampingkan belalang endemik di Sardinia yang terbang ke bagian lain di Italia. Pasalnya, ia menjelaskan bahwa spesies belalang endemik di wilayahnya berbeda dengan belalang Gurun yang merusak lahan pertanian negara-negara Afrika dan Lebanon dalam beberapa tahun terakhir.
Lebih lanjut, Tolu menjelaskan bahwa saat ini para petani siap memainkan peran lebih dalam memerangi wabah dengan membajak lebih banyak di lahan mereka.
“Kami khawatir, tetapi kami tidak ingin kehilangan harapan setelah bertahun-tahun mengalami krisis,” tutup Tolu. [Mohamad Deny Irawan]