Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (QS Al Hujurat: 13)
Kemajemukan dalam Islam merupakan sunatullah yang harus dipahami, sebagaimana dalam ayat di atas bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia dari berbagai jenis kulit, suku, agama, bangsa, dan bahasa. Hal itu bertujuan agar manusia bisa saling mengenal, sehingga muncul sikap toleransi untuk menciptakan kehidupan yang damai tanpa konflik.
Namun hal yang mengherankan, sebagai agama yang pro dan sangat toleransi, Islam justru harus dilibatkan dengan hal-hal yang intoleransi. Misalnya saja yang terjadi baru-baru ini, sebuah organisasi Islam di Indonesia meminta pemerintah untuk membubarkan sebuah kelompok atau aliran yang sebenarnya mereka sama-sama mengucapkan kalimat syahadat.
Perbedaan dalam ajaran bukanlah hal yang harus diperdebatkan atau bahkan dijadikan faktor terpecahbelahnya persatuan dan kekompakan antarumat Islam itu sendiri. Namun, perbedaan itu seyogyanya membawa kita untuk bisa saling menerima, saling memahami sebagaimana Rasulullah mengajarkan kita untuk saling menerima perbedaan.
Jangankan perbedaan dalam ajaran di Islam, perbedaan keyakinan atau agama saja, Islam diajarkan untuk bersikap toleransi, namun yang terpenting antara satu keyakinan dengan keyakinan lainnya tidak saling mencampuri. Sebagaimana dalam Firman Allah dalam Surat Al Kafirun di ayat terakhir yang artinya “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”.
Di zaman Rasulullah, perbedaan antarmanusia, suku dan agama sudah ada, khususnya saat Baginda Rasulullah hijrah ke Madinah. Bahkan kabilah besar yang sebelumnya berseteru ratusan tahun lamanya, Alhamdulillah mampu beliau atasi.
Selain kabilah besar, di Madinah juga sudah ada umat Yahudi dan Nasrani yang telah menetap di sana sebelum beliau datang, dan saat itu, tidak ada perseteruan atau konflik yang terjadi antarumat agama itu. Bahkan untuk memyatukan itu Rasulullah membuat sebuah perjanjian atau kesepahaman yang dikenal dengan “Piagam Madinah”.
Sikap toleransi yang dihadirkan Rasulullah tidak terlepas dari ajaran Islam yang beliau bawa. Maka sangat jelas, bahwa Islam agama yang sangat protoleransi, menjunjung tinggi rasa menghormati, memahami dan peduli antarumat beragama.
Ketika sikap toleransi itu hilang dan berubah menjadi intoleransi, seperti yang terjadi di antara dua kelompok tadi, padahal mereka sama-sama mengakui bahwa Allah adalah Tuhan yang Esa dan Muhammad adalah manusia mulia utusan-Nya, mereka berselisih hanya karena pamahaman atau ajaran yang berbeda. Ini bukti bahwa mereka telah melupakan, mengabaikan ajaran toleransi yang diajarkan Rasulullah ratusan tahun silam.
Hadirnya sikap intoleransi diakibatkan oleh beberapa faktor, di antaranya sikap tidak mau menerima orang lain, sikap merasa eksklusif, ingin hidup sendiri dan menafikan orang lain. Kemudian adanya sikap ingin menang sendiri, seolah-olah dia ingin memonopoli kehidupan bernegara. Sikap-sikap tersebut juga tidak terlepas dari klaim terhadap kebenaran yang mereka yakini.
Apalagi, jika dalam konflik atau perseteruan antarumat Islam itu, harus melibatkan pemerintah, maka seyogyanya pemerintah jangan terlibat dalam menangani perbedaan pemahaman di kalangan masyarakat atau umat beragama.
Sebab yang dibutuhkan umat saat ini ialah musyawarah, di antara kelompok harus mengedepankan toleransi, sebagaimana yang diajarkan Islam melalui Rasul-Nya. Jangan dulu memgendepankan ego, merasa paling benar dan yang lainnya salah, sehingga permasalahan di kalangan umat Islam dapat diselesaikan tanpa harus menimbulkan konflik, karena konflik yang didasari oleh agama akan sangat sulit untuk diselesaikan kecuali dengan musyawarah dan sikap toleransi.
Namun jika intoleransi terus dikembangkan, kemudian terjadi lagi perbedaan yang memanas, memuncak lalu terjadi konflik kekerasan, maka hal itu akan berdampak pada agama dan negara yaitu perpecahan dan cerai berainya antarumat Islam. []