Tahun 2024 merupakan tahun yang penting bagi bangsa Indonesia, khususnya umat Islam. Tahun berlangsungnya kontestasi Pemilu, baik legislatif maupun eksekutif. Berbagai tantangan terkumpul dan menjadi tugas bagi umat Islam untuk terus bersatu demi terwujudnya silat empat Pancasila, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyaratan/Pewakilan.
Konsep kerakyatan berasal dari arwa’iyah yang awalnya merupakan istilah dunia peternakan arwa’iyu warra’iyah yang artinya penggembala dan gembalaan lalu dipinjam oleh ilmu politik menjadi arwa’iyah.
Pengusul sila keempat Pancasila besar kemungkinan Profesor Doktor Abdoel Kahar Moezakir, pendiri UII, alumni Al-Azhar yang kebetulan dari Muhammadiyah. Beliau satu-satunya profesor yang mewakili Islam dan beliau yang mengusulkan silat keempat.
Saat ini kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita tengah mengalami kerusakan. Sistem kenegaraan di Indonesia mengalami kerusakan yang serius dan akut. Kerusakan-kerusakan itu berasal dari adanya perubahan struktural yang signifikan yang pada akhirnya akan membawa pada perubahan kultural bangsa.
Beberapa ilmuwan mencoba untuk meneliti, bahkan ada dari Sumbawa berhasil menulis dan menemukan data serta fakta bahwa pembahasan Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang turunannya di DPR ternyata tidak luput dan tidak lepas dari pengaruh asing.
Dia menemukan fakta bahwa ada peran World Bank atau Bank Dunia, ada peran IMF yang menginginkan Indonesia mati pelan-pelan, dan itu bukan hal yang tidak direncanakan. Inilah cara rekayasa konstitusional, rekayasa nilai, untuk melemahkan peran Islam dan umat Islam di Indonesia. Jadi tidak mudah kalau secara frontal umat akan bangkit.
Fenomena saat ini, misalnya saja, kegusaran yang terjadi di kalangan akademisi, yaitu sejumlah guru besar universitas-universitas di Indonesia yang dengan sadar telah mengeluarkan maklumat, sikap dan kepedulian mereka terhadap bangsa ini.
Selain itu juga sejumlah tokoh tidak kurang dari 40 tokoh lintas agama, profesor, pimpinan ormas Islam bahkan hadir Bapak Jusuf Kalla yang setuju bahwa ada masalah besar dengan lenyapnya etika dan moralitas politik dan kepemimpinan nasional terjerembab ke titik nadir, mungkin asfala safilin.
Banyak ungkapan lain yang sudah disampaikan oleh beberapa kelompok masyarakat bahkan sebelumnya banyak berasal dari KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) yang sampai sekarang saya masih menjadi salah seorang presidium bersama Jenderal Gatot Nurmantyo dan Profesor Rahmat Wahab, tokoh NU. Mereka juga menggunakan gerakan lain yaitu gerakan petisi untuk pemakzulan presiden.
Bersatunya elemen masyarakat dan umat Islam sangat dibutuhkan yaitu persatuan yang dapat menghasilkan kekuatan yang dapat menghancurkan kemungkaran terorganisir, kemungkaran struktural yang membawa dampak yang bersifat berkesinambungan apalagi turunannya Undang-Undang tentang Pemilu, tentang partai politik, Undang-Undang tentang KFK (Kelompok Fungsional Keperawatan). Belum lagi Undang-Undang tentang Omnibus Law yang juga sangat merusak.
Selain itu ada juga Undang-Undang tentang Kesehatan yang dipersoalkan rekan-rekan kawalan Ibu Siti Fadilah Supari dan dokter Tifauzia Tyassuma yang menurutnya ada ‘permainan’ WHO, termasuk dalam pandemi COVID. Semua itu rekayasa global untuk merusak kemanusiaan, yang sesungguhnya sudah sangat lama terjadi di Indonesia.
Belum lagi munculnya kelompok-kelompok anti-Islam atau islamophobia, yang bahkan kelompok itu datang dari umat Islam sendiri, termasuk juga tokoh Islam yang liberal. Kekuatan itu terjadi secara intelektual, sosial, dan politik. Inilah yang terjadi, kita gagal melakukan intervensi untuk perubahan bangsa. Ada gerakan yang ingin mengubah Undang-Undang tentang Pemilu.
Kalau hanya mengubah perabot-perabot dalam sebuah ruangan maka tidak ada artinya. Ubahlah ruangan, ubahlah rumah ini, bangsa ini. Karena itu bangsa Indonesia harus bersatu, umat Islam harus kompak melawan kerusakan-kerusakan yang terjadi di negeri ini. Jangan biarkan kelompok tertentu yang menginginkan kehancuran bangsa Indonesia bebas melakukan apa yang ingin mereka lakukan. []