New Delhi, Gontornews — Otoritas keamanan di India memperketat penjagaan di sejumlah titik jelang demonstrasi anti UU Kewarganegaraan pasca ibadah sholat Jum’at (27/12). Tidak hanya itu, pemerintah juga menangguhkan seluruh layanan data seluler untuk mengantisipasi penyebaran informasi provokatif jelang demonstrasi.
Sejak disahkan pada 11 Desember 2019 lalu, gelombang demonstrasi anti UU kewarganegaraan terjadi di sejumlah titik. Tidak hanya itu, 25 demonstran dikabarkan tewas saat melangsungkan demonstrasi memprotes uu yang dinilai diskriminatif terhadap imigran muslim tersebut.
Perdana Menteri India, Narendra Modi dan partai nasionalis Hindu, Bharatiya Janata Party, menggulirkan UU kontroversial kewarganegaraan.
Melalui UU ini, Pemerintah India akan memberikan kemudahan bagi imigran asal Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan yang tinggal sebelum tahun 2015 untuk mendapatkan kewarganegaraan India. Akan tetapi, ketentuan itu tidak berlaku jika imigran dari ketiga negara tetangg India tersebut beragama Islam.
Para kritikus mengatakan bahwa pengecualian terhadap Muslim dalam UU Kewarganegaraan adalah tindakan yang diskriminatif. Mereka meminta bahwa pemberian kewarganegaraan harus diberikan kepada siapapun. Jika tidak, maka hal tersebut akan menjadi preseden buruk terhadap konstitusi India yang sekuler.
Sejak kekerasan memuncak pada Jum’at (20/12) lalu, bentrokan antara pihak keamanan dan demonstran terjadi di beberapa kota termasuk di Uttar Pradesh yang menjadi basis komunitas muslim terbesar di India. Secara umum, populasi muslim di India mencapai 14 persen dari total 1,3 Miliar warga India.
Selain di Uttar Pradesh, ibu kota provinsi Lucknow juga mengalami pemutusan sementara layanan internet karena alasan keamanan.
Meski akses informasi terhambat, Reuters melaporkan bahwa ribuan pengunjuk rasa diperkirakan berkumpul dan melancarkan protes di sejumlah kota seperti Mumbai, Kolkata, Ahmedabad, Bengaluru, Chennai pasca ibadah Sholat Jum’at.
Protes ini pun terjadi di tengah melambatnya perekonomian India yang terjadi lebih dari enam tahun terakhir. Meningkatnya angka pengangguran serta rasa ketidakpercayaan terhadap Pemerintah juga terjadi menyusul diterapkannya sejumlah keputusan mengejutkan yang diterbitkan oleh Pemerintah. [Mohamad Deny Irawan]