Phnom Penh, Gontornews — Ratusan Muslim Cham Kamboja yang tinggal di pinggiran tepi Sungai Phnom Penh menghadapi menggusuran oleh Pemerintah Kamboja. Penggusuran dilakukan sebagai langkah mempercantik area Hotel Sokha yang akan dijadikan tempat pertemuan KTT Asia Eropa bulan Maret mendatang.
Seorang Muslim Cham, Sen Ror (30) yang berprofesi sebagai nelayan mengaku sedih lantaran ia dan keluarganya diminta untuk meninggalkan tempat tinggalinya di sepanjang Sungai Mekong. Ia terpaksa membongkar sendiri rumahnya lantara takut akan didatangi pihak keamanan negara itu.
“Kekhawatiran terbesar saya saat ini adalah pihak berwenang akan datang dan menyuruh saya meninggalkan tempat ini. Bagaimana jika mereka mengusir kita, ke mana kita akan pergi?,” katanya kepada Aljazeera.
Ror sendiri tengah mempertimbangkan cara untuk mengambil pinjaman yang akan digunakan membeli sebuah kapal agar dapat hidup di tepi sungai dan melanjutkan pekerjaannya.
“Sebuah kapal kecil, dengan harga antara $ 400 dan $ 600,” katanya.
Akhir bulan lalu, Kepala Distrik, Klang Huot memberi tenggat waktu satu minggu kepada Muslim Cham untuk pergi. Hal itu sebagai upaya untuk memastikan keamanan, keselamatan, ketertiban, keindahan dan ketertiban umum dan dalam persiapan untuk Pertemuan Asia Eropa (ASEM).
“Selain itu juga untuk mengangkat reputasi dan keindahan kota Phnom Penh,” ungkapnya.
Sementara itu, Komunitas Y You dari kelompok itu telah meminta perpanjangan tenggat waktu untuk menemukan tempat baru, akan tetapi belum menerima tanggapan resmi dari pihak terkait. Mereka mengatakan tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli sebidang tanah baru.
Cham adalah kelompok etnis minoritas yang tinggal di beberapa bagian Kamboja dan wilayah selatan Vietnam. Mereka dianggap sebagai keturunan kerajaan Champa yang dulunya kuat. Mereka yang sekarang tinggal di Kamboja sebagian besar adalah Muslim, sementara mereka yang tinggal di Vietnam kebanyakan adalah Hindu
Saat ini, banyak orang Cham di Kamboja tinggal di sepanjang Sungai Mekong di negara itu, mencari nafkah melalui memancing. Mereka berjumlah hingga 600.000. Selama era Khmer Merah, kelompok minoritas itu dianiaya, Alquran mereka dibakar, dan anggota masyarakat dipaksa makan daging babi.[Devi Lusianawati]