Kuwait City, Gontornews — Kuwait membuat sejarah baru: Membubarkan parlemen. Kebijakan ini untuk membuka jalan pemilihan baru dan menghadapi tantangan keamanan di mana, rakyat akan menjadi bagian penting dalam menentukan sikap pemerintah.
Langkah tersebut terkait dengan perkembangan regional dan tantangan keamanan dan dampaknya. Jalur demokrasi ditempuh dengan memilih wakil-wakil rakyat untuk mengekspresikan arah dan kebijakan dalam rangka menghadapi tantangan masa depan.
Sebuah laporan dari kantor berita KUNA mengutip sikap Emir Kuwait Syaikh Sabah al-Ahmad al-Sabah dalam dekritnya, Ahad (16/10).
“Demi pembangunan kawasan yang sulit dan kebutuhan dalam menghadapi bahaya dari tantangan keamanan, menjadi perlu untuk kembali ke rakyat,” seperti tertulis dalam dekrit.
Emir Kuwait belum menentukan tanggal pemilihan baru untuk 50 kursi, tetapi dalam konstitusi negara dijelaskan pemilu harus diselenggarakan dalam waktu 60 hari.
Pembubaran parlemen dilihat sebagai langkah yang ‘mengejutkan’ karena parlemen Kuwait biasanya mendukung kebijakan pemerintah.
“Dalam pemilu nanti orang Kuwait akan memiliki kesempatan untuk mengekspresikan pendapat mereka dan ini merupakan praktik demokrasi yang patut dipuji,” ujar jurubicara Marzouq al-Ghanim.
Kuwait, yang merupakan sekutu lama AS, memiliki sistem politik yang relatif terbuka. Kuwait yang mengandalkan minyak sebagai sumber pendatapan utama tengah menghadapi masalah karena turunnya harga minyak dunia.
Kementerian Keuangan Kuwait memperkirakan rekor defisit anggaran terbesar untuk setahun mendatang sekitar US$38 miliar, atau naik hampir 50 persen dari tahun sebelumnya. [Ahmad Muhajir/Rus]