Maryland, Gontornews – Jika kita merenungkan ayat empat surat al-Quraisy, alladzī aṭh’amahum min jū’i wa āmanahum min khauf, menerangkan bahwa memberi makan orang yang lapar dan memberikan rasa aman pada orang yang ketakutan adalah ciri perbuatan Muslim yang baik.
Mengapa memberi makan orang lapar dianggap sebuah kebaikan? Selain alasan kemanusiaan, rupanya, sisi lapar yang dimiliki oleh seseorang dapat meningkatkan daya agresivitas serta motivasi untuk menyerang.
Dalam penelitian yang dirilis Live Science, kelaparan dapat menyebabkan penyakit fisik seperti rasa takut dan kebutuhan sosial. Kelaparan juga dapat menimbulkan perasaan ‘menyerang’ terhadap seseorang.
Penelitian ini melibatkan 2 ekor tikus yang berada dalam kondisi lapar dan haus. Sebagaimana yang telah diprediksi, ketika 2 ekor tikus diberikan makanan dan minuman, kedua tikus itu akan memilih makan atau minum sesuai dengan kebutuhannya. Tikus lapar akan makan dan tikus haus akan minum.
Pada percobaan selanjutnya, peneliti berusaha ‘mempertemukan’ tikus lapar dengan rasa takut. Tikus lapar pertama ditempatkan dalam sebuah wadah dengan aroma bahaya (dalam hal ini, aroma rubah, predator tikus) dan tikus lainnya ditempatkan di sebuah wadah dengan aroma aman.
Ternyata, tikus lapar yang berada dalam tempat berbahaya akan berkelana ke daerah di sekitar tempat tersebut untuk mencari makan. Sedangkan tikus lapar di tempat aman, cenderung meringkuk di kandang yang dianggapnya aman.
Selain itu, para peneliti juga menyimpulkan, kelaparan menyebabkan tikus tidak membutuhkan interaksi sosial. Tikus yang selama ini dikenal sebagai hewan sosial rupanya cenderung berubah sikap ketika dirinya berada dalam keadaan lapar. Tikus lapar lebih memilih pergi untuk mencari makan ketimbang berada di lingkungan tikus lainnya.
Terkait hal tersebut, peneliti mencoba meneliti bagaimana perasaan lapar pada tikus sangat mempengaruhi perilakunya. Untuk menjawab hal ini, peneliti menganalisa reaksi yang terjadi pada otaknya.
Para peneliti mencoba mengamati jenis tertentu dari sel syaraf tikus saat keadaan lapar. Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa ada semacam serat kecil pada tikus yang memberikan kemampuan untuk mengubah sel-sel syaraf tikus.
Ketika para peneliti mengaktifkan sel-sel syaraf tersebut, tikus yang sudah diberi makan bertindak seperti tikus yang tidak diberi makan. Artinya, mengaktifkan sel-sel syaraf tersebut tampaknya menghidupkan sensasi lapar dan mendorong tikus untuk mencari makanan.
Para peneliti menyebut sel-sel yang dimaksud dengan istilah hunger-tuned neurons itu dapat berfungsi sebagai penahan makan serta pengubah perilaku.
“Mengantisipasi manfaat mencari makan dan kemudian mengubah perilaku,” ungkap Michael Krashes, peneliti utama di National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases.
Lebih lanjut Krashes menilai perilaku mencari makanan yang dilakukan tikus, merupakan informasi yang sangat penting untuk diketahui ketimbang mengamati bagaimana tikus mencari air atau bersembunyi dari pemangsa. Krashes menambahkan, manusia juga memiliki sikap agresif apabila berada dalam keadaan terdesak sebagaimana perilaku alamiahnya.
Namun, Krashes mengaku kesulitan untuk meneliti perilaku semua orang sekaligus. Sebaliknya, kita perlu memilih sikap yang tepat untuk mengatasi persoalan.
“Teori evolusi mengungkapkan, hewan yang mampu memotivasi dirinya cenderung akan selamat. Sedangkan yang tidak memiliki hal tersebut, belum tentu (bisa selamat),” pungkas Krashes. [Mohamad Deny Irawan/Rus]