New Delhi, Gontornews — Sejumlah politisi dan analis India menuduh partai berkuasa, Bharatiya Janata Party (BJP), menciptakan ketegangan di Karnataka pascapelarangan hijab pada 5 Februari 2022 silam. Para analis menduga bahwa upaya tersebut merupakan bentuk konsolidasi BJP terhadap komunitas Hindu yang menjadi mayoritas.
Sejauh ini, kantor Perdana Menteri Narendra Modi, tidak menanggapi tuduhan tersebut. Tetapi, BJP membantah bahwa pelarangan hijab di Karnataka pada 5 Februari dirancang untuk memanjakan kelompok mayoritas Hindu. Sejumlah dugaan muncul bahwa undang-undang ini ditujukan untuk mencegah masyarakat miskin Hindu untuk berpindah agama ke Kristen ataupun Islam.
“Kontroversi jilbab dimulai sebagai masalah yang sangat lokal yang bisa saja dihentikan,” kata analis politik di Karnataka, Sandeep Shastri, sebagaimana dilansir Reuters.
“Saya terus menyilangkan jari saya tentang apa yang akan menjadi akibat dari putusan seputar masalah ini. Apakah akan semakin merusak tatanan sosial di negara bagian (atau tidak),” sambung Shastri.
Sebagai informasi, Karanataka adalah pusat Kosmopolitan Bengaluru, yang berpenduduk sekitar 12 juta orang, dan pusat industri Teknologi Informasi terkemuka di India.
Larangan penggunaan jilbab telah memicu protes dari beberapa siswa dan orang tua Muslim yang tinggal di sekitar Karnataka sepanjang awal bulan ini. Ada beberapa protes tandingan dari mahasiswa Hindu yang mengenakan selendang berwarna jingga yang biasa digunakan oleh umat Hindu.
Belum ada kekerasan yang terjadi tetapi ketegangan akibat pelarangan tersebut menjadi persoalan panas di India, di mana umat Islam di India mencapai 13 persen dari total 1,35 miliar penduduk. Sejak merdeka pada 1947, India telah mengalami beberapa kerusuhan antara komunitas Hindu dan Muslim. Namun, belum ada kerusuhan Hindu-Muslim yang terjadi di wilayah Selatan.
Juru bicara BJP Kartanaka, Ganesh Karnik, menyalahkan komuitas muslim karena mencari identitas berbeda dengan bersikeras menggunakan jilbab di kelas. Di sisi lain, Karnik menyebut bahwa keputusan ini dapat mempersatukan umat Hindu.
“Mereka melihat setiap masalah sebagai korban,” kata Karnik.
“Kalau mereka mengambil sikap, masyarakat Hindu juga akan mengambil sikap. Anak perempuan dan anak laki-laki kita akan terganggu (dalam berpikir) mengapa mereka diberikan hak istimewa,” kata Karnik menutup. [Mohamad Deny Irawan]