Sudah sedemikian lama, umat Islam memeluk agamanya, tapi apa sebabnya hingga kini belum tampak kemajuan, kemakmuran, dan kepesatannya. Kecuali di zaman Daulah Bani Umayyah dan Abbasiyah atau kerajaan-kerajaan Islam di Andalusia pada abad permulaan hingga kedelapan. Selama 800 tahun, umat Islam mampu menduduki singgasana Islam yang sepesat-pesatnya. Hingga orang Barat dan Timur mengakui kebesaran kerajaan Islam masa itu yang berlaku santun dan sopan. Setelah itu, kebesaran Islam makin surut hingga kini.
Terbukalah mata dunia akan kemunduran umat Islam, dan banyak suara didengungkan para putera Islam: ”Islam patut disingkirkan. Islam patut dibuang saja. Karena Islam sama sekali tidak membawa kemajuan. Selagi kita masih memegang agama, maka selamanya kita tak dapat maju.” Demikian kata si lidah sesat.
Kemunduran umat Islam memang tak dapat dipungkiri lagi. Tapi, kemunduran ini tidak sekali-kali menjadi ukuran bagi Islamnya. Karena, Islam tetap suci dan sehat untuk menjadi pedoman umat, sedikitpun tak ada campur tangan dan pikiran manusia. Sudah 15 abad, Islam menuntun pemeluknya ke arah peradaban, kebudayaan, keadilan, kemuliaan, kesentosaan dan kesempurnaan.
Namun umat Islam saat ini menerapkan yang sebaliknya. Dan itu bukan terjadi karena Islam, tapi justru salah umatnya sendiri. Seperti seorang pesakit yang memiliki resep obat dari dokter tapi tidak mempergunakannya. Kesalahan yang terjadi bukan pada resepnya, tapi pada si pesakit itu sendiri.
Penyebab umat Islam menjadi seperti itu, karena kebanyakan umat Islam tak tahu dan mengerti tujuan atau kemauan hakikat agamanya.
Apa sebenarnya Islam? Apa dan ke manakah tujuan Islam? Mana dan bagaimana anggaran dan dasar-dasar Islam? Bagaimana bunyi Kitab Sucinya? Pemimpin seperti apakah yang patut dicontoh?
Mengingat sedemikian kualitas pemeluk Islam, maka tak salah jika umat Islam sekarang digelari ”Islam merk”, ”Islam corak”, ”Islam tiruan”, ”Islam palsu”, ”Islam topeng”, ”Islam kawin”, ”Islam turunan”, entah Islam apa lagi.
Umat Islam yang memang hanya coraknya saja tersebut, tak mungkin membawa ke arah kemajuan umat atau ketinggian agamanya. Bahkan malah justru sebaliknya. Sebab, tidak mengerti hakikat agama, merupakan penghalang dan pengganggu kemajuan bangsa dan kesucian agama. Sayangnya, umat Islam yang seperti itu tidak sedikit.
Bagaimana umat Islam dapat mencapai kemuliannya, bila mereka tak mengerti hakikat agamanya dan aturan yang mesti dituruti. Seperti layaknya seseorang yang hanya sekedar bisa mengakui baik dan mahalnya harga berlian, tapi tidak mengerti ilmu hakikat berlian dan bagaimana mendapatkannya.
Lalu, siapa yang dapat meluruskan mereka? Kewajiban untuk meluruskan mereka terbebani kepada umat Islam yang telah mengerti dan mengetahui hakikat agama Islam. Umat Islam juga berkewajiban memikirkan dan mendaya-upayakan agar berbagai kekecewaan dan cacat diderita atau dirasakan umat Islam sendiri dapat terhindarkan.
Maka, rasanya kita tak perlu menyesali sana-sini. Yang terbaik adalah sama-sama berkorban untuk mencapai perubahan-perubahan yang terlebih baik daripada yang sudah-sudah.
Kita harus bekerja dengan sabar, tabah, ikhlas, bijaksana, dan rajin, semata-mata karena Allah SWT. Dan dengan mempercayai sepenuhnya kepada pertolongan-Nya. []