Jombang, Gontornews — KH Heikal Yanuarshah Ibadillah SE MSi biasa dipanggil Mas Ancah atau Ustadz Ancah. Ia lahir di Ponorogo pada 27 Januari 1980. Ustadz Ancah adalah pengasuh Ma’had Al-Muqoddasah, sekaligus putra sulung Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, KH Hasan Abdullah Sahal. Dia dikenal sebagai pribadi yang cerdas, lugas, dan cekatan.
Masa mudanya, dipakai untuk mencari ilmu. Tercatat, sebelum tamat SD (Sekolah Dasar) Ancah sudah menyelesaikan hafalan al-Qur’an 30 juz di Ponpes Al-Munawwariyah, Malang. Kiai Maftuh Said menuturkan, bahwa Mas Ancah di usia belia, telah menyelesaikan hafalan al-Qur’annya hanya dalam waktu 15 bulan. Padahal, seusianya rata-rata memerlukan waktu tiga sampai lima tahun.
Setelah kelas lima SD, ia keluar pesantren dan lanjut di SD Gontor. Kemudian meneruskan di SMPN 2 Ponorogo, baru kemudian masuk KMI Gontor 1995-1999. Setelah lulus, ia lanjut di SMA Hasanuddin Wajak, Malang. Di sini, ia mendapatkan nilai NEM tertinggi se-Kabupaten Malang. Akhirnya Ancah pun melanjutkan studi Strata 1 dan Strata 2 di Universitas Indonesia.
Ancah sendiri adalah cucu pendiri Gontor, KH Ahmad Sahal. Sesaat sebelum meninggal pada tahun 1977, KH Sahal berwasiat bahwa yang meneruskan menjadi Imam di Masjid Jami’ Gontor adalah KH Hasan Abdullah Sahal, putra keenam dari sembilan bersaudara. Wasiat langsung dituturkan kepada saudaranya, KH Imam Zarkasyi, “Pak Zar, nanti yang mangku masjid, Hasan,” Padahal saat itu, KH Hasan sedang menempuh studi di luar negeri. Saat kiai Ahmad Sahal berpulang, Pak Hasan mudalah yang menggantikannya. Sejak tahun 1977-hingga sekarang, KH Hasan tidak pernah meninggalkan menjadi imam Jumat.
KH Hasan Abdullah Sahal, memiliki tujuh anak, dan Mas Ancah adalah yang tertua. Namun, pada Kamis, 26 November 2020 pukul 19.00 Ancah terkena musibah kecelakaan sepeda motor di Simpang Tiga Sambi Rejo, Jenangan, Ponorogo. Kecelakaan tidak bisa dihindarkan, karena ada motor yang menyeberang jalan tidak menengok kanan-kiri. Akhirnya ia mengalami pendarahan di telinga kiri, wajah, tangan, dan kaki lecet, namun masih sadar. Ancah pun langsung dilarikan ke rumah sakit.
Sabtu, 28 November 2020, Badan Wakaf (lembaga tertinggi di Gontor) menetapkan anggota baru KH Heikal Yanuarshah Ibadillah SE MSi menjadi anggota ke-15, sekaligus anggota termuda Badan Wakaf Gontor. Bagi KH Hasan Abdullah Sahal, bisa menjadi jawaban, pasalnya sejak peringatan 90 tahun Gontor, 2016 silam, ia berkali-kali mewanti-wanti bahwa umurnya sudah tidak muda lagi. Harus ada regenerasi. Badan Wakaf menjawabnya, seolah berkata, “Nanti yang menggantikan Pak Hasan jadi Imam Masjid Jami’ adalah Mas Ancah.”
Namun, takdir Allah berkata lain, Senin, 30 November 2020 sore, Mas Ancah berpulang ke sisi Allah SWT. Banyak yang tidak percaya dengan kepergiannya, mengapa orang secerdas, sealim, dan selembut dirinya harus pergi di usia muda? Rencana Allah SWT pasti ada hikmahnya dan kita pun harus mengikhlaskan ini semua.
Bagi kakeknya, KH Ahmad Sahal, al-Qur’an menjadi soko guru pendidikan Gontor. Bahkan ia bernadzar jika ada santri Gontor hafal al-Qur’an 30 juz, akan disembelihkan kambing dari uang pribadinya. Begitu pula dengan ayahanda Mas Ancah, KH Hasan Abdullah Sahal, berkata, “Kalau jutaan santri-santriahnya, jutaan ustadz-ustadzahnya, jutaan dosen-dosennya, dan semua alumni-alumninya, hafal dan paham al-Qur’an 30 juz. Itu minimal syarat yang mungkin layak mengaku atau dibilang maju.”
Menangis atas kepergian Mas Ancah, boleh. Menangisi kepergiannya, jangan! Mari teruskan perjuangannya. [Ghozali Fadhli]