Jakarta, Gontornews — Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani syntaxis yang berarti ‘susunan’ atau ‘tersusun secara bersama’. Dalam hal ini, sintaksis disebut juga ilmu tata kalimat, yakni ilmu yang menguraikan hubungan antarunsur bahasa untuk membentuk sebuah kalimat. Berbagai bentuk kebahasaan tentunya tidak terlepas dari kalimat.
Dr Miftahul Khairah Anwar MHum menuturkan, “Kalimat merupakan bagian penting dalam kegiatan berbahasa karena kalimat merupakan dasar untuk membentuk satuan bahasa yang lebih besar (wacana).” Kalimat merupakan satuan bahasa terkecil yang gagasannya lengkap, yaitu mengandung unsur apa atau siapa, melakukan apa atau dalam keadaan apa, di mana, kapan, dan sebagainya.
Alwi (2003: 320) meyatakan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan dan tulisan yang mengungkapkan pikiran utuh. Analisis kalimat dan unsur-unsurnya dikaji dalam sintaksis. Sintaksis merupakan bagian penting dalam kegiatan berbahasa karena sintaksis merupakan dasar untuk membentuk kemahirwacanaan.
Penggunaan bahasa yang baik dan benar menuntut adanya penggunaan kalimat yang baik dan benar. Penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam penggunaan kalimat-kalimat yang gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi kaidah tata bunyi, tata bahasa, kosakata, istilah, dan ejaan.
Sedangkan penggunaan bahasa yang baik terlihat dari penggunaan kalimat-kalimat yang efektif, yaitu kalimat-kalimat yang dapat menyampaikan pesan secara tepat, sesuai dengan situasi dan kondisi. Oleh karena itu, berbahasa dengan baik dan benar tidak hanya menekankan kebenaran dalam hal struktur, tetapi juga harus memperhatikan aspek komunikatif.
Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik pembicaraan, tujuan pembicaraan, pendengar (ragam lisan) atau pembaca (ragam tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa juga harus bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang digunakan harus logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat Indonesia.
Ungkapan bahwa bahasa menunjukkan bangsa bukan berarti bahwa bahasa yang satu lebih baik dari bahasa yang lain, melainkan berarti bahasa adalah cermin dari sifat dan kepribadian masyarakat penuturnya. Jika masyarakat menggunakan bahasa dengan baik dan benar tentu akan berimplikasi pada integritas sosial budaya masyarakatnya.
Sebagai contoh, seorang dosen berusia 50 tahun tentu akan tersinggung jika mahasiswanya yang berusia 18 tahun memanggilnya dengan sapaan “Hai, kamu“. Bentuk sapaan yang salah ini akan mengakibatkan hubungan dosen dan mahasiswa menjadi tidak harmonis. Contoh lain, seorang murid yang mengundang gurunya untuk hadir di suatu acara sangat tidak etis jika ia menggunakan kalimat “Yuk, besok pesta, yuk, di rumahku“.
Kalimat ini tidak etis karena murid tidak memperhatikan status guru sebagai lawan bicaranya. Oleh karena itu, ragam dan fungsi komunikatif bahasa harus diintegrasikan dalam pengajaran kalimat sehingga pembelajar mampu berbahasa dengan baik dan benar. Kemampuan mahasiswa menggunakan bahasa dengan baik dan benar merupakan ciri dari mahasiswa yang berkarakter.
Kebenaran suatu ungkapan tidak hanya terletak pada kebenaran strukturnya saja, tetapi terletak pula pada ketepatan ungkapan tersebut dalam situasi penggunaannya. Meski demikian, persoalan struktur tidak boleh diabaikan karena mengabaikan struktur berarti akan menghasilkan bahasa yang kurang tepat. Oleh karena itu, langkah yang terbaik adalah memadukan antara unsur struktur dan fungsi bahasa.
Aliran dalam linguisitik yang memadukan antara struktur dan fungsi adalah Linguistik Fungsional. Ada tiga teori besar dalam aliran fungsional ini: Functional Grammar (FG) yang dicetuskan oleh Simon Dick; Sistemic Functional Grammar (SFG/LSF) yang dicetuskan oleh Halliday; Role and Reference Grammar (RRG) yang dicetuskan oleh Van Valin.
Dick (1980:1-3) melihat bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Sistem bahasa tidak dianggap sebagai seperangkat kaidah yang otonom karena kaidah dan prinsip yang menyusun bahasa hanya dapat dipahami apabila dihubungkan dengan kondisi penggunaannya.
Dalam pengertian ini, kajian penggunaan bahasa (pragmatik) mendahului kajian formal bahasa (struktur) dan semantik. Beberapa prinsip yang terdapat dalam gramatikal fungsional Dick. (1) Gramatika fungsional mendasarkan kajian pada bahasa alamiah karena bahasa alamiah dipandang sebagai instrumen interaksi sosial yang mempengaruhi aktivitas mental manusia.
(2) Gramatika fungsional adalah sebuah teori sintaksis dan semantik yang melibatkan paradigma fungsional. Teori ini mencoba menerangkan prinsip sintaksis dan semantik dengan menghubungkannya pada tujuan pragmatik dan keperluan interaksi verbal.
(3) Pendekatan fungsional memandang semantik sebagai pelengkap dari pragmatik, dan sintaksis sebagai pelengkap dari semantik. Dengan demikian, gramatika fungsional menitikberatkan kajian pada tiga tingkatan relasi fungsional: (a) fungsi semantik, (b) fungsi sintaksis, (c) fungsi pragmatik. (4) Gramatika fungsional menempatkan predikat sebagai struktur fundamental dari sebuah kalimat.
Adapun menurut Halliday (dalam Santoso, 2003: 15-17), bahasa merupakan semiotika sosial. Setiap unsur dalam bahasa dijelaskan dalam rangka fungsinya dalam seluruh sistem bahasa. Bahasa pada umumnya muncul dalam proses social kebahasaan maupun nonkebahasaan.
Dalam kedua pengertian tersebut, bahasa selalu muncul dalam bentuk teks karena bahasa dalam bentuk teks ini selalu merealisasikan suatu perilaku verbal. Bahasa dalam bentuk teks ini selalu membawa fungsi-fungsi social dari suatu proses social yang terdapat di dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, teks lebih merupakan suatu sistem bahasa yang bersifat semantik dan sekaligus fungsional.
Senada dengan Dick dan Halliday, Valin (2005), memandang bahasa sebagai suatu sistem tindak komunikasi sosial. Oleh karena itu, analisis fungsi komunikatif struktur gramatika memainkan peran penting dalam kajian bahasa.
Struktur gramatikal hanya dapat dipahami dengan mengacu pada fungsi semantik dan komunikatif. Fungsi komunikasi dapat diintegrasikan ke dalam kajian struktur bahasa sebab dalam menganalisis jenis-jenis kalimat, tentu melibatkan peristiwa tutur atau wacana. Fungsional mencoba menggambarkan kesesuaian antara jenis-jenis aktivitas tutur dan konstruksi tutur di mana bahasa digunakan. (Valin, 2001: 327).
Dosen Universitas Negeri Jakarta ini menambahkan, “Pada dasarnya, semua tokoh fungsional setuju bahwa bahasa adalah sistem bentuk untuk menyampaikan makna dalam komunikasi.” Oleh karena itu, lanjutnya, untuk memahami bahasa perlu diselidiki hubungan antara struktur, makna, dan fungsi komunikasi sosial bahasa.
Bagi fungsional, struktur ditentukan oleh fungsi bahasa dalam kehidupan manusia. Dalam setiap interaksi antarpemakai bahasa, penutur menggunakan bahasa yang berfungsi untuk memaparkan, mempertukarkan, dan merangkaikan pengalaman. Penentuan struktur dan bentuk kalimat dilakukan berdasarkan fungsi bahasa yang telah dirumuskan. Sebagai contoh, jika fungsi yang telah kita pilih adalah cara mengundang, kita dapat merumuskan bentuknya sebagai berikut:
- Kami memohon kehadiran……
- Kami mengundang Bapak/Ibu/…
- Besok datang, ya, ke pesta …
- Besok ada pesta di rumah saya…
Keragaman bentuk berdasarkan fungsi ini hendaknya diperkenalkan kepada pembelajar bahasa agar mereka mengetahui berbagai macam bentuk, mampu menganalisisnya, dan mampu menerapkan dalam tindak komunikasi di kehidupannya sehari-hari.
Pengetahuan tentang bentuk kalimat berdasarkan fungsi tentu dapat meningkatkan kompetensi komunikatif dan kompetensi kemahirwacanaan mereka, sehingga mereka mengetahui dan mampu menggunakan kalimat dalam berbagai situasi, baik lisan maupun tulisan, baik formal maupun nonformal. Jika mereka dibiasakan dengan pembelajaran kalimat berdasarkan fungsi-fungsi komunikatif bahasa, tidak menutup kemungkinan mereka akan terbiasa menggunakannya di luar kelas.
Untuk mencapai kompetensi komunikatif dan kompetensi kemahirwacanaan itu, substansi materi sintaksis yang diajarkan kepada pembelajar dapat dipetakan sebagai berikut.
- Substansi kajian unit I mencakup pengertian sintaksis, lingkup kajian sintaksis, dan hubungan fungsional dalam satuan sintaksis yang meliputi hubungan antarkata dalam frasa, hubungan antarkata/frasa dalam klausa, hubungan antarkata/frasa dalam kalimat, dan hubungan antarklausa dalam kalimat.
- Substansi kajian unit II mencakup pengertian frasa dan hubungan fungsional dalam frasa. Hubungan ini ada dua, yakni hubungan endosentris dan hubungan eksosentris. Hubungan endosentris dapat berwujud frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektiva, frasa numeralia, frasa pronomina, dan frasa adverbia. Hubungan eksosentris berwujud frasa preposisi.
- Substansi kajian unit III mencakup pengertian frasa nominal, hubungan fungsional antarunsur dalam frasa nominal, makna gramatikal yang dihasilkan dari hubungan tersebut, serta perluasan bentuk frasa nominal.
- Substansi kajian unit IV mencakup pengertian frasa verbal, hubungan fungsional antarunsur dalam frasa verbal, makna gramatikal yang dihasilkan dari hubungan tersebut, serta perluasan bentuk frasa verbal.
- Substansi kajian unit V mencakup pengertian frasa adjektiva, hubungan fungsional antarunsur dalam frasa adjektiva, makna gramatikal yang dihasilkan dari hubungan tersebut, serta perluasan bentuk frasa adjektiva.
- Substansi kajian unit VI mencakup pengertian frasa numeralia, hubungan fungsional antarunsur dalam frasa numeralia, makna gramatikal yang dihasilkan dari hubungan tersebut, serta perluasan bentuk frasa numeralia
- Substansi kajian unit VII mencakup pengertian frasa pronominal, hubungan fungsional antarunsur dalam frasa pronominal, makna gramatikal yang dihasilkan dari hubungan tersebut, serta perluasan bentuk frasa pronominal.
- Substansi kajian unit VIII mencakup pengertian frasa adverbial, hubungan fungsional antarunsur dalam frasa adverbial, makna gramatikal yang dihasilkan dari hubungan tersebut, serta perluasan bentuk frasa adverbial.
- Substansi kajian unit IX mencakup pengertian frasa preposisi, hubungan fungsional antarunsur dalam frasa preposisi, makna gramatikal yang dihasilkan dari hubungan tersebut, serta perluasan bentuk frasa preposisi.
- Substansi kajian unit X mencakup pengertian klausa, struktur klausa, dan hubungan fungsional dalam klausa yang meliputi fungsi semantik, fungsi sintaksis, dan fungsi pragmatik.
- Substansi kajian unit XI mencakup pengertian fungsi semantik yakni hubungan antara predikator dengan argumennya; struktur logika semantik verba dalam predikator, peran semantik khusus (mikro) yang meliputi peran-peran dalam unsur predikator, peran-peran dalam unsur argumen, peran-peran dalam unsur tambahan; serta peran semantik makro yang meliputi aktor dan undergoer.
- Substansi kajian unit XII mencakup pengertian fungsi sintaksis, unsur-unsur yang termasuk fungsi sintaksis, yaitu predikat, subyek, obyek, pelengkap, dan keterangan.
- Substansi kajian unit XIII mencakup pengertian fungsi pragmatik dan unsur-unsur dalam fungsi pragmatik: (1) informasi lama dan informasi baru, (2) informasi yang paling penting (fokus) dan informasi pendukung (latar).
- Substansi kajian unit XIV mencakup pengertian kalimat dan hubungan fungsional dalam kalimat. Hubungan fungsional dalam kalimat ada dua, yaitu hubungan yang bersifat internal yang disebut fungsi internal kalimat dan hubungan yang bersifat eksternal yang disebut fungsi eksternal kalimat.
- Substansi kajian unit XV mencakup jenis kalimat berdasarkan fungsi semantik, baik fungsi semantik khusus (mikro) maupun fungsi semantik makro. Fungsi semantik khusus menghasilkan berbagai jenis pola kalimat, sedangkan fungsi semantik makro menghasilkan kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat aktif anti pasif, dan kalimat pasif anti aktif
- Substansi kajian unti XVI mencakup jenis-jenis kalimat berdasarkan fungsi sintaksis, yaitu berdasarkan jumlah subjek dan predikatnya (jumlah kluasanya), kalimat diklasifikasikan menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk; (2) berdasarkan kelengkapan fungsi sintaksisnya, kalimat diklasifikasikan menjadi kalimat lengkap dan kalimat tidak lengkap; (3) berdasarkan susunan fungsi sintaksisnya, kalimat diklasifikasikan menjadi kalimat biasa, kalimat inversi dan kalimat permutasi.
- Substansi kajian unit XVII mencakup cara memperluas kalimat tunggal, yakni dengan memberi unsur tambahan berupa keterangan, nomina vokatif, atau Perluasan ini tetap menghasilkan kalimat tunggal dan bukan kalimat majemuk.
- Substansi kajian unit XVIII mencakup hubungan klausa dalam kalimat majemuk, yaitu majemuk setara yang bersifat koordinatif, majemuk bertingkat yang bersifat subordinatif , majemuk kosubordinasi yang bersifat kosubordinatif, dan majemuk kompleks yang bersifat penggabungan dari majemuk-majemuk tersebut.
- Substansi kajian unit XIX mencakup hubungan semantik antraklausa dalam kalimat majemuk, baik majemuk bertingkat maupun majemuk setara. Hubungan semantik antarklausa dalam kalimat majemuk bertingkat adalah kausatif, alasan, pengandaian, syarat, cara, gerakan , posisi, alat, tindakan psikis, tujuan, jussive, persepsi langsung, persepsi tak langsung, penyikapan awal, diskurusus langsung, diskurusus tak langsung, kognitif, pembandingan, perbandingan, komplementasi, optatif, atributif, perkecualian, waktu kejadian, dan keadaan ruang. Hubungan semantik antar klausa dalam kalimat majemuk setara adalah keadaan simultantif, penjumlahan, perlawanan, pemilihan, dan fase (tahap) kegiatan
- Substansi kajian unit XX mencakup jenis kalimat berdasarkan fungsi pragmatik. Berdasarkan fungsi ini, kalimat dapat dibagi menjadi kalimat berfokus sebagian, kalimat berfokus penuh, dan kalimat berfokus kontras.
- Substansi kajian unti XXI mencakup jenis kalimat berdasarkan fungsi ekternal kalimat. Berdasarkan fungsi ini, kalimat dapat dibagi menjadi (1) kalimat perintah yang berbentuk perintah biasa, perintah halus, ajakan, harapan, permohonan, larangan; (2) kalimat pengingkaran; (3) kalimat berita/deklaratif; (4) kalimat interpersonal; (5) kalimat interjeksi, (6) kalimat tanya, dan (7) kalimat imajinatif.
Adapun desain dan organisasi materi ajar yang dikembangkan bersifat induktif, yakni pembahasan setiap unit diawali dari penyajian contoh ke kaidah. Contoh tersebut bukanlah kalimat yang berdiri sendiri, tetapi contoh yang terjalin dalam teks.
Teks tersebut bukanlah teks yang dibuat sendiri oleh pengajar, melainkan teks yang digunakan dalam komunikasi real, seperti koran, novel, cerpen, dan majalah. Teks ini digunakan sebagai pintu masuk untuk memulai pembahasan.
Tentu saja, teks yang dipilih adalah teks yang banyak mengandung unsur yang akan dibahas. Misalnya, jika unit yang akan dibahas adalah frasa nominal, maka teks yang disajikan adalah teks yang banyak mengandung frasa nominal. Dengan demikian, pembahasan suatu topik berpijak pada contoh-contoh yang terdapat dalam teks itu. Dari contoh-contoh itu, dilakukan penarikan kaidah. Selanjutnya disimpulkan dan diberi latihan. <Edithya Miranti>