Salah satu kebijakan pemerintah di era pandemi ialah lockdown dan social distancing. Dengan kebijakan ini kegiatan-kegiatan pendidikan pun banyak yang beralih dari offline ke online, mulai dari jenjang sekolah dasar (SD), sampai jenjang perguruan tinggi (PT). Namun ada hikmah yang sangat berharga dari kebijakan ini, yaitu memanfaatkan “waktu luang/lapang” di rumah bersama keluarga. Karena sebelum ada kebijakan lockdown dan social distancing mungkin di antara kita sangat susah untuk berkumpul dengan keluarga, atau banyak pekerjaan yang tidak terselesaikan dikarenakan terselang-seling oleh kegiatan lain yang cukup menyita waktu banyak.
Sebagai seorang Muslim, tentu saja kita dituntut untuk memanfaatkan waktu luang dengan sebaik-baiknya, karena di antara kesempurnaan seorang Muslim yaitu memanfaat waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat. Sebagaimana diungkapkan dalam suatu hadis, yang artinya: “Di antara kebaikan Islam seseorang yaitu meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (HR al-Tirmidzi)
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan umatnya untuk meningkatkan kualitas diri, karena dengan kualitas dirilah letak kemuliaan dan perbedaan esensi manusia dengan makhluk lainnya. Orang hebat ialah orang yang bisa memanfaatkan waktunya dengan produktif dan efesien. Menjadi pribadi hebat bukanlah pekerjaan iseng-isengan. Menjadi pribadi hebat justru harus menjadi prioritas utama umat Muslim, karena nilai seseorang itu bukan pada badannya, atau cakap dan cantiknya sesorang, tapi nilai seseorang itu terletak pada pribadinya yang hebat.
Islam tidak mengajarkan umatnya untuk menganggur atau bemalas-malasan. Tapi Islam agama yang mengajarkan umatnya untuk terus produktif dengan cara memanfaatkan dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Alloh berfirman yang artinya: “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan/pekerjaan), maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan/pekerjaan) yang lain, dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu berharap.” (QS al-Insyirah [94]: 7-8).
Cukuplah untuk setiap Muslim memahami dan mentadabburi esensi dari surat ini, karena ayat ini adalah ayat yang sangat tepat untuk dijadikan prinsip hidup oleh setiap Muslim. Ayat ini menjelaskan kepada kita dua hal yang sangat mendasar untuk meningkatkan kualitas pribadi. Pertama, jangan merasa nyaman di zona malas, maka hidup kita harus terus dinamis, progresif dan produktif. Kedua, selalu melibatkan Allah dalam seluruh aktivitas, dengan bertawakal, berharap dan berdoa setelah kita melakukan usaha yang maksimal.
Jika dua prinsip di atas kita amalkan dan istiqamah dalam menjalankannya, in syaa Allah seluruh umat Muslim di dunia akan menjadi “pribadi hebat”. Tidak akan merasa nyaman di zona malas, tidak ada pengangguran, tidak ada kebodohan, dan peradaban Islam pasti akan bangkit dan berjaya kembali di seluruh penjuru dunia.
Mari kita berpikir dan merenung sejenak saja. Mengapa para ulama dahulu bisa menyusun kitab-kitab tebal berjilid-jilid di berbagai bidang ilmu, mulai dari ilmu aqidah, fiqh, tafsir, sejarah, perbandingan agama, matematika, fisika, astronomi, filsafat, tasawuf, dan lain-lain. Bahkan mereka ini bisa disebut sebagai generasi yang “haus akan ilmu pengetahuan”, padahal waktu mereka sama dengan kita, sehari 24 jam, satu jam 60 menit, satu menit 60 detik.
Berikut contoh prestasi para ulama terdahulu agar menjadi pemicu/motivasi untuk setiap Muslim dalam meningkatkan kualitas diri menjadi “pribadi hebat”.
Imam Abu Dunya menghasilkan 1000 karya tulis, Ibnu Asaakir menulis kitab tarikh sebanyak 80 jilid, Imam Adzahabi menghasilkan karya Siyarul ‘Alam an-Nubalaa sebanyak 30 jilid, Imam Nawawi menghasilkan syarah shahih Muslim sebanyak 9 jilid tebal, Ibnu Hajar al-Asqalani menyusun kitab Fathul Bari syarah shahih Bukhari sebanyak 15 jilid tebal.
Demikian juga Ibnu Rusyd menghasilkan karya tulis dalam berbagai bidang: fiqh, filsafat, biologi. Imam al-Ghazali menghasilkan karya tulis dalam berbagai bidang: fiqh, tasawuf, filsafat. Al-Khawarizmi menghasilkan karya yang sangat monumental kitab Al-Jabar wa al-Muqabalah. Dan masih banyak lagi literasi-literasi ulama Muslim yang tidak bisa disebutkan di dalam tulisan ini, saking banyaknya khazanah dan literasi mereka.
Bhkan di antara mereka ada yang masih menulis dan menghasilkan karya yang monumental meskipun badan mereka terpenjara di dalam jeruji besi, seperti Sayyid Quthb dengan tafsirnya Fii Dzilaalil Qur’an, Prof Hamka dengan tafsirnya Tafsir al-Azhar, M Natsir dengan Capita Selekta. Maka apa yang menghalangi kaum Muslim zaman sekarang untuk menjadi pribadi hebat seperti para ulama salaf terdahulu, padahal di zaman sekarang alat tulis dan percetakan sangat melimpah ruah? Jawabannya: rasa malas dan banyak menghambur-hamburkan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Allahu Musta’aan.
Lalu bagaimana para ulama salaf bisa menjadi manusia-manusia yang berkepribadian hebat dan berkualitas? Jawabannya: “menggunakan dan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin”.
Rasulullah memberikan rumusan yang sangat berharga untuk umat Muslim dalam menggunakan dan memanfaatkan waktu: “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (HR al-Tirmidzi)
Dengan uraian di atas, semoga setiap Muslim di zaman sekarang merasa terpanggil untuk menjadi pribadi hebat yang terus dinamis dan produktif dengan karya tulis dan prestasinya. Oleh itu maka hikmah di balik musibah pandemi ini harus dimanfaatkan oleh setiap Muslim agar jangan bermalas-malasan dan manfaatkanlah waktu senggang ini untuk mengualitaskan diri menjadi “pribadi hebat”. []