Landasan Teologis
وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS Ath-Thalaq: 3)
Interpretasi Para Mufasir
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ketika seseorang mengalami kesulitan dan ia bertakwa kepada Allah, maka Allah akan memberi jalan keluar dari masalah tersebut dengan cara yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah tidak terbatas pada cara-cara manusia dalam menyelesaikan masalah; Dia dapat memberi solusi dengan cara yang luar biasa, melalui pintu rezeki atau kesempatan yang tidak terduga.
Al-Qurtubi juga menyebutkan bahwa “jalan keluar” ini merujuk pada beragam cara yang dapat membantu seseorang untuk keluar dari kesulitan, baik melalui bantuan orang lain, perbaikan dalam kondisi ekonomi, atau bahkan melalui keputusan yang membawa kebaikan yang tidak terduga.
Al-Tabari menyatakan bahwa rezeki yang diberikan Allah kepada hamba-Nya bisa datang dari arah yang tidak pernah mereka duga sebelumnya, baik dalam bentuk materi, kesempatan, atau solusi yang muncul secara mendadak. Allah akan memberikan jalan keluar dengan memberikan rezeki, baik itu dalam bentuk harta, pekerjaan, atau bantuan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Surat Ath-Thalaq Ayat 3 mengajarkan bahwa kesuksesan hidup dan kebahagiaan hakiki dapat dicapai melalui ketakwaan kepada Allah. Takwa bukan hanya menjauhkan diri dari larangan-Nya, tetapi juga menjalani hidup dengan penuh keyakinan dan penyerahan diri kepada-Nya, baik dalam menghadapi kesulitan maupun kelimpahan.
Ayat ini mencandrakan bahwa ketika seseorang menjaga takwa, Allah akan memberikan jalan keluar dari segala kesulitan, serta rezeki dan kemudahan yang tidak terduga. Inilah bentuk kebahagiaan dan keselamatan sejati, yang tidak bergantung pada keadaan duniawi semata, melainkan pada pertolongan dan rahmat Allah yang tak terbatas.
Dengan demikian, kebahagiaan dan keselamatan hakiki merupakan hasil dari hubungan yang baik dengan Allah, yang terwujud dalam kesuksesan hidup yang penuh kedamaian dan keberkahan.
Nilai-Nilai Pendidikan
Surat Ath-Thalaq Ayat 3 mengandung sejumlah nilai-nilai pendidikan bagi manusia. Pertama, takwa dalam mencapai kesuksesan. Takwa kepada Allah menjadi fondasi utama dalam meraih kebahagiaan dan keselamatan sejati. Dalam konteks pendidikan, ini mengajarkan pentingnya pembentukan karakter berdasarkan nilai-nilai moral yang luhur, seperti ketaatan, kejujuran, dan rasa tanggung jawab terhadap Allah dan sesama. Takwa mengarahkan individu untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar dan adil.
Ayat ini mengajarkan peserta didik untuk hidup dengan integritas, kejujuran, dan rasa tanggung jawab terhadap Allah, dirinya sendiri, dan sesama, yang pada akhirnya akan mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup mereka.
Kedua, kesabaran dalam menghadapi ujian. Ayat ini mengingatkan kita bahwa setelah kesulitan, Allah akan memberi jalan keluar. Dalam pendidikan, ini mengajarkan pentingnya kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi tantangan hidup. Peserta didik perlu dibimbing untuk tidak mudah menyerah, tetapi sebaliknya belajar untuk bertahan dan mencari solusi ketika menghadapi kesulitan.
Ayat ini mengajarkan kepada peserta didik untuk menghadapi kegagalan atau kesulitan dengan sikap sabar, berusaha keras, dan selalu mencari solusi dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan memberikan jalan keluar yang lebih baik.
Ketiga, takwa dan rezeki. Ayat ini menekankan bahwa Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka bagi mereka yang bertakwa. Dalam pendidikan, ini mengajarkan nilai kepercayaan dan ketergantungan kepada Allah dalam segala urusan, sekaligus berusaha sebaik mungkin dalam menjalani kehidupan.
Ayat ini juga mengajarkan peserta didik untuk memahami bahwa rezeki dan kemudahan hidup bukan hanya bergantung pada usaha semata, tetapi juga pada keberkahan yang datang dengan menjaga hubungan baik dengan Allah. Hal ini mengajarkan kepada peserta didik pentingnya memiliki iman dan keyakinan dalam mencapai tujuan hidup, dengan tetap berusaha dan berdoa.
Landasan Teoretis
Secara etimologi hakikat berasal dari bahasa Arab, “haqqa” yang artinya tetap. Secara harfiah, haqiqah artinya inti sesuatu, puncak atau sumber dari sesuatu.
Adapun kesuksesan secara umum yaitu capaian atau wujud nyata dari harapan, keinginan dan cita-cita. Bukan karena bergelimang harta, kekuasaan, memiliki segalanya dan menghalalkan segala cara.
Dengan demikian meneroka hakikat kesuksesan hidup adalah perjalanan merintis kenyataan atau pencapaian seseorang untuk meraih apa yang dicita-citakan dengan mendapat keridhaan dari Allah serta limpahan nikmat yang Allah berikan di dunia dan memperoleh balasan pahala yang terbaik di akhirat karena ketaatan, kepatuhan dan amal shalih yang mendatangkan ampunan dan rahmat Allah kepada hamba-Nya yang beriman, bertakwa dan bertawakal dalam mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan hakiki.
Demikian Allah berfirman dalam kalam-Nya agar manusia senantiasa bersyukur atas apa yang diperoleh serta mengingat Allah agar turun ketenangan dan kesusesasan dalam ketaatan dan mahabbah kepada-Nya.
فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ ࣖ
“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (QS Al-Baqarah: 152)
Adapun banyaknya harta dan rezeki berlimpah jangan dijadikan patokan kesuksesan karena Allah sudah menetapkan rezeki bagi makhluk-Nya tidak akan tertukar. Allah SWT berfirman:
وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَاۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
“Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan dijamin rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (QS. Hud: 6)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini: Allah SWT menceritakan bahwa Dialah yang menjamin rezeki makhluk-Nya, termasuk semua hewan yang melata di bumi, baik yang kecil, yang besar, yang ada di daratan, maupun yang ada di lautan. Dia pun mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Dengan kata lain, Allah mengetahui sampai di mana perjalanannya di bumi dan ke manakah tempat kembalinya, yakni sarangnya; inilah yang dimaksud dengan tempat penyimpanannya.
Adapun kunci kesuksesan dalam Surat Ath-Thalaq ayat 3 dijelaskan bahwa tawakal kepada Allah merupakan kunci utama dalam meraih kecukupan dan ketenangan hidup. Allah berjanji akan mencukupi segala kebutuhan hamba yang benar-benar bertawakal.
Sejatinya, tawakal bukan sekadar pasrah tanpa usaha, tetapi bentuk keyakinan penuh bahwa Allah yang mengatur rezeki dan jalan keluar dari setiap kesulitan serta kesuksesan yang dicita-citakan.
Ketika seorang hamba menggantungkan harapan sepenuhnya kepada Allah, maka Dia akan memberikan solusi dan kecukupan dari arah yang tidak terduga. Allah akan membuka jalan keluar dari setiap permasalahan dan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka dan semua impian akan jadi kenyataan.
Rasulullah SAW bersabda:
من أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ أَقْوَى النَّاسِ فَلْيَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّه
“Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang paling kuat, maka hendaklah dia bertawakal kepada Allah.” (HR Abdullah bin Abbas)
Dalam sabda Nabi ini, kekuatan sejati tidak diukur dari fisik yang kekar atau harta yang melimpah, tetapi dari keteguhan hati yang percaya penuh pada kehendak Sang Pencipta.
Tawakal tidak berarti meninggalkan usaha, tetapi menanamkan keyakinan bahwa segala hasil merupakan bagian dari rencana terbaik yang Allah tentukan. Ketergantungan yang sempurna kepada-Nya menjadikan seseorang kuat menghadapi segala ujian hidup, sebab ia tahu bahwa takdir Allah pasti mengandung hikmah yang agung.
Untuk itu, siapa yang ingin meraih ketenangan dan kekuatan hakiki dalam menjalani hidup, hendaknya ia menjadikan tawakal sebagai fondasi utama. Ketika seseorang benar-benar meyakini bahwa semua takdir berada dalam genggaman Allah, hatinya akan terbebas dari kegelisahan, dan jiwanya akan kokoh meski badai kehidupan menerpa dan dia akan bahagia.
Kiat Memperoleh Kesukesan Hidup
Berikut ini kiat-kita memperoleh kesukesan hidup dalam mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan hakiki. Pertama, senantiasa berusaha dengan maksimal disertai doa dan tawakal. Allah SWT berfirman:
وَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ
“Dan manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS An-Najm: 39)
Kedua, senantiasa bersyukur agar Allah menambah nikmat yang berlimpah.
Allah SWT berfirman:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras’.” (QS Ibrahim: 7)
Ketiga, menghabiskan seluruh hidupnya untuk Allah bukan untuk dunia. Rasulullah SAW bersabda:
مَنِ انْقَطَعَ إِلَى اللَّهِ كَفَاهُ اللَّهُ كُلَّ مَئُوْنَةٍ، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ، وَمَنِ انْقَطَعَ إِلَى الدُّنْيَا وَكَلَهُ إِلَيْهَا“
“Barangsiapa yang menghabiskan seluruh waktunya untuk Allah, maka Allah akan memberinya kecukupan dari semua biaya dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang menghabiskan seluruh waktunya untuk dunia, maka Allah menjadikan dunia menguasai dirinya.” (HR Ibnu Abi Hatim)
Keempat, bertawakal kepada Allah. Allah SWT berfirman:
وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS Ath-Thalaq: 3)
Kelima, memperbanyak istighfar mengantarkan kesuksesan, ampunan dan keselamatan. Allah SWT berfirman:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ اِنَّهٗ كَانَ غَفَّارًاۙ ١٠ يُّرْسِلِ السَّمَاۤءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًاۙ ١١وَّيُمْدِدْكُمْ بِاَمْوَالٍ وَّبَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ جَنّٰتٍ وَّيَجْعَلْ لَّكُمْ اَنْهٰرًاۗ ١٢
“Lalu, aku berkata (kepada mereka), ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun. (Jika kamu memohon ampun,) niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, memperbanyak harta dan anak-anakmu, serta mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu’.” (QS Nuh: 10-12)
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مَنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمَنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa yang memperbanyak bacaan istighfar, maka Allah akan mengadakan baginya dari setiap kesusahan pemecahannya dan dari setiap kesempitan jalan keluar dan Allah memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (HR Ahmad)
Keenam, senantiasa beriman dan bertakwa. Allah SWT berfirman:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96)
Kisah Teladan
Ini kisah teladan kesuksesan Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman bin Auf dilahirkan di Mekkah dari keluarga yang cukup berada. Sebelum memeluk Islam, dia sudah memiliki keberhasilan dalam dunia bisnis dan perdagangan. Namun, ketika ia mendengar ajaran Nabi Muhammad SAW, Abdurrahman merasa terpanggil untuk memeluk Islam, dan kehidupannya berubah secara radikal.
Setelah memeluk Islam, Abdurrahman memutuskan untuk pindah ke Madinah untuk hidup bersama Nabi. Di sana, ia menjadi salah satu orang terkaya dan terhormat dalam masyarakat, tetapi kekayaannya tidak pernah mempengaruhi kesederhanaan dan ketaatannya pada agama.
Salah satu ciri khas Abdurrahman bin Auf yaitu kecakapannya dalam dunia bisnis. Sejak muda, dia telah terlibat dalam perdagangan dan memiliki kecerdasan bisnis yang luar biasa. Setelah datang ke Madinah, keberhasilannya dalam dunia perdagangan semakin melonjak. Salah satu contoh yang terkenal ketika ia mendirikan hubungan bisnis dengan sahabatnya, Sa’ad bin ar-Rabi’. Mereka berdua melakukan usaha bersama, dan usaha tersebut menghasilkan keuntungan yang signifikan.
Meskipun Abdurrahman bin Auf seorang pengusaha sukses, kekayaannya tidak pernah menghalangi kebaikannya dan niatnya untuk beramal.
Ia dikenal dengan kedermawanannya yang luar biasa. Ketika Utsman bin Affan (sahabat Nabi yang menjadi Khalifah ketiga) membutuhkan dana untuk kepentingan umum, Abdurrahman dengan cepat menawarkan bantuannya. Ia menyumbangkan sebagian besar hartanya untuk membantu kebutuhan umat Islam.
Keberhasilan bisnis Abdurrahman bin Auf tidak pernah membuatnya melupakan kewajibannya dalam agama. Ia seorang yang taat pada ajaran Islam dan menjalankan segala aspek kehidupannya sesuai dengan nilai-nilai agama. Meskipun memiliki kekayaan yang melimpah, ia hidup dengan sederhana dan tidak pernah terjerumus dalam kemewahan yang berlebihan.
Abdurrahman bin Auf tidak hanya dikenal sebagai pengusaha sukses, tetapi juga sebagai pejuang yang berani. Ia aktif terlibat dalam banyak perang dan konflik yang terjadi pada masa Rasulullah Saw. Ketika Nabi wafat, ia juga menjadi salah satu orang yang terlibat dalam pemilihan khalifah.
Kisah hidup Abdurrahman bin Auf telah meninggalkan warisan yang tak ternilai. Dia contoh yang luar biasa bagi pengusaha Muslim modern ataupun bidang lainnya yang ditekuni karena kemampuannya untuk meraih kesuksesan dalam bisnis berdasarkan prinsip-prinsip agama.
اللهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلَا مَا جَعَلْتَهَ سَهْلاً، وَأَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
“Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah dan kesulitan yang Engkau kehendaki, Engkau jadikan mudah.” (HR Ibnu Hibban) []