Landasan Teologis
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّ وَعْدَ اللّٰهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۗ وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللّٰهِ الْغَرُوْرُ ٥
“Wahai manusia, sesungguhnya janji Allah itu benar. Maka, janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS Fathir : 5)
Interpretasi Para Mufasir
Dalam Tafsir Li Yaddabbaru Ayatih disebutkan bahwa Surat Fathir ayat kelima ini memuat dua tipu daya: Pertama, seseorang tertipu atas dirinya sendiri dan menghiasi dirinya dengan penampilan menggoda yang tampak baginya di dunia ini terasa baik, dan tidak mempertimbangkan akibat-akibatnya, sehingga kerugiannya tersembunyi, dan dia tidak berpikir bahwa itu berasal dari Setan. Kedua, tipuan yang diterimanya dari yang godaan setan.
Demikian pula segala kesia-siaan yang ada di dunia ini, ada yang ditimbulkan oleh diri sendiri dan ada pula yang diterima dari setan, manusia dan jin.
Sedangkan dalam Tafsir An-Nafahat Al-Makkiyah disebutkan bahwa Surat Fathir ayat 5 mengingatkan manusia bahwa janji Allah akan hari kebangkitan dan pembalasan benar dan pasti. Maka janganlah terlena dengan kesenangan dunia sehingga memalingkan kalian dari ibadah kepada syahwat. Allah menciptakan kalian dengan sebab ibadah, begitu juga Allah membebani kalian dengan ibadah.
Janganlah kalian, wahai manusia, berpaling dari taat kepada Allah dan ibadah kepada-Nya. Setan memalingkan kalian dari ketaatan kepada-Nya dan juga dari setiap kebaikan yang kalian lakukan.
Adapun Tafsir Al-Wajiz menyebutkan, usai mengisyaratkan bahwa Kiamat pasti akan tiba, Allah lalu secara tegas menyatakan bahwa janji tentang Kiamat, pahala, dan siksa benar adanya. Karenanya, manusia tidak boleh terlena dan teperdaya oleh kehidupan dunia.
Wahai manusia! Sungguh, janji Allah tentang pahala dan siksa itu benar, maka janganlah kehidupan dunia seperti kekayaan dan kekuasaan memperdayakan kamu sehingga kamu sedikit bahkan tidak sama sekali menyiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Dan janganlah setan yang pandai menipu dapat memperdayakan kamu tentang Allah dan ajaran agama-Nya.
Nilai-nilai Karakter Religius
Surat Fathir Ayat 5 mengandung sejumlah nilai-nilai karakter religius. Pertama, nilai aqidah dan keimanan. Ayat ini mengajarkan nilai aqidah dan keimanan kepada Allah karena janji Allah itu benar dan janganlah kita menganggap main-main setiap apa yang Allah turunkan, namun harus kita imani. Allah memerintahkan kita untuk taat kepada perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya karena hakikatnya kita hidup di dunia ini sedang mempersiapkan bekal kelak di akhirat. Demikian kita harus memperkuat keyakinan dan keimanan agar tidak teperdaya dengan segala yang menyimpang dari ajaran Allah SWT.
Kedua, nilai ketauhidan. Ayat ini mengingatkan agar manusia janganlah menyimpang dari keyakinan kepada Allah dan teperdaya oleh tipu daya dunia yang sementara dan tipu daya setan yang selalu memperdaya manusia agar lupa bahwa Allah Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa membantu para hamba-Nya. Setan juga memperdaya manusia agar jauh dari ajaran agama. Di sinilah manusia harus memiliki keyakinan tauhid yang kuat agar selamat dunia dan akhirat.
Ketiga, nilai ibadah. Ayat ini mengajarkan manusia agar beribadah dan taat kepada Allah serta memperbanyak amalan yang shalih sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan akhirat. Seseorang yang beribadah kepada Allah tidak akan teperdaya dengan segala apa yang menyimpang karena hati-Nya dipenuhi cinta kepada Allah. Sehingga setan tidak ada celah untuk memecah belah kehidupan hamba yang beriman.
Cara Setan Menggoda Manusia
Setan merupakan musuh manusia yang selalu berupaya menjauhkan mereka dari jalan Allah SWT yang lurus. Setan mengajak para pengikutnya untuk menemaninya di Neraka Sa’ir. Allah SWT berfirman:
اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّاۗ اِنَّمَا يَدْعُوْا حِزْبَهٗ لِيَكُوْنُوْا مِنْ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِۗ ٦
“Sesungguhnya setan itu musuh bagimu. Maka, perlakukanlah ia sebagai musuh! Sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni (neraka) Sa‘ir (yang menyala-nyala).” (QS Fathir: 6)
Imam Jalaludin as-Suyuthi dalam tafsirnya mengutip sebuah riwayat dari Qatadah bahwa setan itu musuh paling berbahaya.
Setiap Muslim harus menganggap dan memperlakukan setan-setan itu sebagai musuh yang wajib diperangi, baik setan itu dari golongan jin maupun manusia. Apabila tidak, mereka akan dilemparkan ke dalam Neraka Sa’ir bersama dengan setan yang telah menyesatkannya.
Ayat ini memberi penekanan kepada manusia agar bersikap hati-hati dalam menghadapi rayuan dan godaan setan.
Kebiasaan setan mengelabui manusia, menghalangi dari kebaikan dan kebenaran. Di hadapan Allah SWT setan bersumpah untuk menggelincirkan manusia dalam kesesatan. Allah berfirman tentang ucapan Iblis:
قَالَ فَبِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ١٦ثُمَّ لَاٰتِيَنَّهُمْ مِّنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَاۤىِٕلِهِمْۗ وَلَا تَجِدُ اَكْثَرَهُمْ شٰكِرِيْنَ ١٧
“Ia (Iblis) menjawab, ‘Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian, pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur’.” (QS Al-A’raf: 16-17)
Ibnul Qayyim menyebutkan enam cara yang dilakukan oleh setan dalam menggoda manusia supaya tersesat: Pertama, setan membujuk manusia agar mengingkari Allah atau menyekutukan-Nya. Jika tidak berhasil, dia beralih pada cara yang kedua. Kedua, setan membujuk manusia agar melakukan bid’ah yang sesat. Jika manusia berpegang teguh pada Sunnah, setan beralih pada cara yang ketiga. Ketiga, setan menggoda manusia untuk melakukan dosa-dosa besar. Jika manusia terjaga dari dosa besar, setan beralih pada cara yang keempat.
Keempat, setan menggoda manusia untuk melakukan dosa-dosa kecil. Jika manusia terhindar dari dosa kecil, misalnya segera bertobat ketika menyadari dosa kecil yang dilakukannya, setan segera beralih pada cara yang kelima. Kelima, setan menggoda manusia dengan perbuatan-perbuatan yang tiada berguna. Manusia dibujuk untuk menghabiskan waktunya dengan perbuatan yang sia-sia sehingga meninggalkan perbuatan yang berguna. Keenam, setan menggoda manusia agar sibuk dengan perkara-perkara yang baik tetapi mengabaikan perkara-perkara yang lebih baik. Contohnya, seseorang disibukkan dengan ibadah-ibadah sunnah tetapi mengabaikan ibadah fardhunya.
Godaan yang keenam sangat halus tetapi bahayanya amat besar. Karena itu, ia harus dicermati. Kemudian Ibnul Qayyim Al Jauziyyah mendahulukan urutan bid’ah daripada urutan dosa besar. Sebab, bid’ah sangat disenangi oleh iblis daripada dosa besar.
Menurut Imam Ghazali untuk menjaga dan menyelamatkan diri dari langkah tipu daya setan, orang Mukmin harus menutup semua jalan masuk atau aksesnya, sehingga setan tak dapat mendekat dan menguasai kita.
Ini berarti, tugas pertama yang harus dilakukan yaitu mengenali pintu-pintunya, lalu menutupnya rapat-rapat sehingga musuh tidak bisa mendekat karena kehilangan akses. Di antara pintu-pintu yang harus dikenali itu, menurut Imam Ghazali, yaitu pintu amarah dan syahwat, pintu dengki dan iri hati, pintu makan minum secara berlebihan, pintu cinta dunia, pintu tergesa-gesa, dan pintu buruk sangka kepada sesama umat Islam.
Dalam pendapat lain, Imam Ghazali juga menggambarkan setan seperti anjing kelaparan yang selalu mendekat. Kalau hati kita kotor, dalam arti banyak ”santapan setan” di dalamnya, maka ia akan terus menyerang.
Maka setan akan pergi dengan kita membersihkan hati, lalu menyebut asma Allah, setanpun akan lari terbirit-birit.
Peran Setan dalam Memecah Belah Kehidupan
Lalu bagaimana peran setan dalam memecah belah kehidupan manusia? Dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan peran setan dalam memecah belah kehidupan. Antara lain:
Pertama, melalaikan umat manusia dalam mengingat Allah. Allah SWT berfirman:
اِسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطٰنُ فَاَنْسٰىهُمْ ذِكْرَ اللّٰهِۗ اُولٰۤىِٕكَ حِزْبُ الشَّيْطٰنِۗ اَلَآ اِنَّ حِزْبَ الشَّيْطٰنِ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ ١٩
“Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan setan. Ketahuilah, bahwa golongan setan itulah golongan yang rugi.” (QS Al-Mujadalah: 19)
Kedua, menjadikan indah perbuatan maksiat dan kejahatan. Allah SWT berfirman:
قَالَ رَبِّ بِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِى الْاَرْضِ وَلَاُغْوِيَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَۙ (٣٩) اِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ(٤٠)
“Ia (Iblis) berkata, ‘Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.” (QS Al-Hijr: 39 – 40)
Ketiga, menciptakan permusuhan dan kebencian melalui minuman keras dan judi. Allah SWT berfirman:
اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ ٩١
“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS Al-Ma’idah: 91)
Abu Ja’far At-Thabari dalam kitab tafsirnya, Jami’ul Bayan Jilid X, menjelaskan bahwa setan awalnya mengajak manusia untuk terjerumus dalam minuman keras dan judi, dengan membungkus keduanya dalam kesenangan semu. Tujuannya untuk menciptakan permusuhan dan perpecahan di antara umat manusia.
Akibat dari bisikan-bisikan setan yang merusak ini, manusia terpecah belah, padahal sebelumnya mereka disatukan oleh iman dan ukhuwah Islamiyah.
Selain itu, minuman keras dan judi juga menghalangi orang-orang beriman untuk mengingat Allah, yang seharusnya menjadi pusat hidup mereka.
Keempat, menciptakan angan-angan kosong. Allah SWT berfirman:
وَّلَاُضِلَّنَّهُمْ وَلَاُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَاٰمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ اٰذَانَ الْاَنْعَامِ وَلَاٰمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّٰهِۚ وَمَنْ يَّتَّخِذِ الشَّيْطٰنَ وَلِيًّا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِيْنًا ١١٩
“‘Aku benar-benar akan menyesatkan mereka, membangkitkan angan-angan kosong mereka, menyuruh mereka (untuk memotong telinga-telinga binatang ternaknya) hingga mereka benar-benar memotongnya, dan menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah) hingga benar-benar mengubahnya.’ Siapa yang menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah sungguh telah menderita kerugian yang nyata.” (QS. An-Nisa : 119)
Abu Hasan al-Mawardi dalam kitabnya, An-Nukat al-‘Uyun Jilid I, menjelaskan bahwa setan berusaha menyesatkan manusia dalam keimanannya dengan membangkitkan angan-angan kosong dalam hati mereka.
Maksud dari angan-angan kosong ini agar manusia lebih terfokus pada khayalan tentang dunia, sehingga mereka lebih mencintai dunia daripada akhirat.
Kelima, bisikan untuk berbuat kejahatan. Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ وَمَنْ يَّتَّبِعْ خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ فَاِنَّهٗ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ مَا زَكٰى مِنْكُمْ مِّنْ اَحَدٍ اَبَدًاۙ وَّلٰكِنَّ اللّٰهَ يُزَكِّيْ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ٢١
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan! Siapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia (setan) menyuruh (manusia mengerjakan perbuatan) yang keji dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya. Akan tetapi, Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS An-Nur: 21)
Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya, Marah Labid Jilid II, menjelaskan bahwa ayat ini merupakan larangan Allah SWT untuk tidak mengikuti bisikan setan. Maksudnya, mengikuti bisikan setan berarti mematuhi godaan untuk melakukan kemungkaran, seperti berbohong dan menyebarkannya dengan cara yang keji.
Syekh Nawawi juga menafsirkan bahwa siapa pun yang mengikuti bisikan setan, maka seakan-akan ia sedang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Keenam, menakut-nakuti dengan kemiskinan dan menyuruh berbuat keji (kikir). Allah SWT berfirman:
اَلشَّيْطٰنُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاۤءِۚ وَاللّٰهُ يَعِدُكُمْ مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًاۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌۖ ٢٦٨
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan kamu ampunan dan karunia-Nya. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 268)
Syekh Ahmad bin Musthafa al-Maraghi dalam kitabnya Tafsir al-Maraghi Jilid III menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut Allah SWT memberi informasi bahwa setan membisikkan ketakutan akan kemiskinan ke dalam hati manusia ketika mereka hendak berinfaq atau bersedekah, sehingga membuat mereka enggan dan pelit untuk memberi.
Setan juga membisikkan manusia bahwa berinfaq dan bersedekah akan mengurangi harta, padahal seharusnya harta itu disimpan untuk kebutuhan di masa depan sehingga mereka banyak menumpuk harta daripada berinfaq.
Menjauhi Peran Setan
Lalu bagaimana cara menjauhi peran setan dalam memecah belah kehidupan? Pertama, menjaga kestabilan kondisi iman dan bertawakal. Allah SWT berfirman:
اِنَّهٗ لَيْسَ لَهٗ سُلْطٰنٌ عَلَى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ ٩٩
“Sungguh, setan itu tidak akan berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan.” (QS An-Nahl: 99)
Kedua, memperbanyak membaca Al-Qur’an. Rasulullah SAW bersabda:
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda, janganlah kamu menjadikan rumah-rumah kamu sebagai kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan surat Al-Baqarah di dalamnya.” (HR Muslim, No. 7)
Ketiga, menyelisihi setan dan menjauhi segala bujukannya. Sebagaimana firman Allah SWT:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّ وَعْدَ اللّٰهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۗ وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللّٰهِ الْغَرُوْرُ ٥
“Wahai manusia! Sungguh, janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS Fathir: 5).
Keempat, berlindung kepada Allah dari segala bisikan dan bujuk rayu setan. Allah SWT berfirman:
وَقُلْ رَّبِّ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزٰتِ الشَّيٰطِيْنِۙ ٩٧
وَاَعُوْذُ بِكَ رَبِّ اَنْ يَّحْضُرُوْنِ ٩٨
“Dan katakanlah, ‘Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, agar mereka tidak mendekati aku’.” (QS Al-Mu’minun: 97-98)
Kisah Teladan
Masyhur di kalangan ulama ahli nasihat, sebuah riwayat tentang sepak terjang dan bujuk rayu setan ketika ada seorang hamba yang menghadapi sakaratul maut. Setan berdiri di sebelah kiri dan kanannya dengan tujuan untuk merusak aqidah dan keimanan si hamba dan mengajaknya bersama-sama dalam siksa neraka.
Setan yang ada di sebelah kanan tampil dalam wujud ayah dari orang yang tengah sakaratul maut tadi. Sedangkan setan yang di sebelah kiri tampil dalam wujud ibunya. Layaknya seorang ayah kepada anak yang sangat dicintainya, setan di sebelah kanan berkata, “Wahai anakku, dari dulu ayah sangat sayang kepadamu, ayah sangat cinta kepadamu. Namun ayah meninggal dalam keadaan memeluk Nasrani. Sebab, Nasrani adalah agama terbaik.”
Setan di sebelah kiri yang tampil dalam wujud ibunya juga berkata serupa, “Wahai anakku, perut ibu dulu sebagai tempatmu, air susu ibu sebagai minumanmu, dan kedua paha ibu sebagai pijakanmu. Namun ibu meninggal dalam keadaan memeluk Yahudi. Sebab, Yahudi adalah agama terbaik.”
Riwayat ini disebutkan oleh Abu al-Hasan al-Qasi al-Maki. Riwayat semakna juga disebutkan oleh Al-Ghazali dalam Kasyfu ‘Ulumil Akhirah.
Maka dari itu, Umar bin al-Khathab senantiasa berpesan, “Ajarilah orang-orang yang menghadapi kematian di antara kalian dengan kalimat Laa ilaaha illallah. Sebab, mereka melihat sesuatu yang tidak kalian lihat.”
Di sisi lain, sakaratul maut merupakan akhir pertarungan antara iblis dengan manusia yang berupaya mengakhiri hayatnya dengan kalimat tauhid, sebagai puncak pencapaian atas apa yang dikabarkan oleh Rasulullah SAW.
Kejadian hadirnya setan di hadapan orang yang sakaratul maut pernah dialami langsung oleh Imam Ahmad bin Hanbal, seperti yang dikisahkan oleh putranya Abdullah bin Ahmad.
Jelang Sang Imam wafat, Abdullah bin Ahmad berada di sampingnya seraya bersiap memegang kain untuk mengikat kedua rahangnya. Sang Imam tampak berkeringat.
Disangka sudah mengembuskan nafas terakhir, ia kemudian kembali tersadar dan berucap, “Tidak, menjauhlah! Tidak, menjauhlah!” Ia mengatakan itu hingga berkali-kali.
Oleh Abdullah bin Ahmad, Sang Imam ditanya, “Wahai ayah, apa yang engkau inginkan dari perkataan itu?” Sambil terbata-bata, ia bercerita, “Tadi setan berdiri di sampingku sambil menggigit jari-jarinya. Ia berkata, ‘Wahai Ahmad, aku kehilanganmu (tak sanggup menyesatkanmu).’ Aku menjawab, ‘Tidak, menjauhlah! Tidak menjauhlah!’”
Ketika Allah menghendaki akhir seorang hamba dalam keadaan baik, maka Dia akan menurunkan rahmat melalui malaikat Jibril. Dengan turunnya malaikat Jibril, wajah si hamba akan diusap dan segala yang meliputinya akan hilang. Di saat yang sama, dua setan yang berusaha menggodanya akan terusir.
Imam Al-Ghazali dalam Kitab Syarah Mukhtashar Tadzkirah al-Qurthubi menyebutkan salah satu upaya mengundang turunnya malaikat Jibril di hadapan orang yang sedang sakaratul maut yaitu mewudhukan orang tersebut. Sehingga tersinar cahaya dari air wudhu orang yang akan meninggal sehinga malaikat turun dan setan akan terusir.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ وَهَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung pada-Mu dari setan yang terkutuk dan dari godaannya dan dari tiupannya dan dari hembusannya.” (HR Ibnu Majah) []