Kamu datang ke sini bukan untuk mengoreksi Pondok. Kamu datang ke sini untuk belajar. Mungkin kamu nanti dimasuki iblis dan setan, diperalat untuk menjatuhkan guru-guru, menjatuhkan Pondok. Ada koreksi datangnya dari luar, dari tamu-tamu atau pejabat. Tamu yang baru berada di sini sejam saja sudah mengeluarkan kritik. Jelas tidak betul, karena tidak/kurang tahu.
Ada seorang camat di sekitar Pondok ini mengatakan, “Nah, sekarang Pondok Modern Gontor mulai tahu masyarakat dan mulai membantu orang-orang desa.” Dijawab oleh orang lain, “Lho, itu bukan sekarang saja, Pak.’’ Itu yang menjawab orang lain. Maka guru-guru dan siswa-siswa kelas enam dan kelas lima harus bisa dan sanggup menjawab.
Jasa Pondok Modern kepada masyarakat tidak bisa diukur. Jalan dari simpang empat ke utara, itu dulu hanya sampai di langgar utara. Sampai di situ belok ke barat. Yang di utara itu dulu masih rumah-rumah. Lalu dibuat lurus.
Jalan ke Mambil dulu tidak ada. Pada zamannya Pak Sahal, tanahnya dibeli dan dijadikan jalan. Begitu juga simpang empat ke Nglumpang dulu tidak lurus seperti itu. Sampai di simpang tiga itu berhenti. Yang ke timur tidak ada. Jalan itu dibuat oleh Pondok.
Ketika jalan Demangan ditinggikan satu meter, santri santri Pondok Modern bekerja bakti di sana. Beratus-ratus santri. Abdurrahman dari Thailand ikut juga bekerja di sana. Padahal, sebenarnya pekerjaan itu merupakan padat karya. Rakyat bekerja dibayar. Tapi ketika itu kita tidak dibayar. Sudah seperti itu usaha kita masih dikatakan Pondok Modern tidak tahu-menahu terhadap masyarakat, tidak membantu masyarakat. Itu salah sama sekali.
Guru-guru agama di Kabupaten Ponorogo seluruhnya merupakan murid-murid Gontor, langsung atau tidak langsung. Pak Ibrahim Ngabar, itu murid Gontor langsung. Muridnya Pak Ibrahim itu namanya murid Gontor juga tetapi tidak langsung.
Ada orang mengatakan bahwa Pondok Modern Gontor tidak berjasa kepada masyarakat sekitarnya. Ini salah seratus persen. Pertama, sekitar itu mana? Itu kesalahan pertama. Masyarakat sekitar itu bukan Gontor saja, Gandu, Nglumpang itu termasuk sekitar juga. Lebih dari itu, seluruh Indonesia itu termasuk sekitar Gontor.
Kami mempunyai daerah sekitar yang luas. Nyanyian Pak Sahal 50 tahun yang lalu. “Indonesia tegal sawahe, Asia pelancongane.” Kita mempunyai jiwa besar. Tetangga itu bukan hanya tetangga rumah kiri dan kanan. Sedikitnya seluruh Indonesia.
Kritikan seperti itu dulu sangat ramai. Tapi, alhamdulillah akhir-akhir ini berkurang, berkahnya orang yang mengerti yang memberi penjelasan.
Demikian pula Bahasa Arab. Katanya Bahasa Arab Gontor adalah Bahasa Arab Pasaran. Hanya untuk muhadatsah. Hal itu tidak kita jawab langsung. Kita jawab dengan perbuatan. Akhirnya, sekarang diam. Sebab dosen Bahasa Arab seluruh IAIN di Indonesia dari Gontor.
Kalau ada ucapan-ucapan yang negatif, guru-guru terutama, harus bisa menjawab. Begitu pula siswa-siswa kel enam dan kelas lima yang dewasa dapat menjelaskan apa yang sebenarnya. Pepatah Minang yang baik sekali berbunyi: Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Sekarang kamu menginjakkan kaki di Pondok Modern Gontor. Kamu harus tahu di mana langitmu. Jangan sebaliknya, di mana kamu berada matanya ditutup. Itu keliru sama sekali. []