Cyberjaya, Gontornews – Sejak didirikan seratus tahun silam, Pondok Modern Darussalam Gontor sudah menerapkan pendidikan holistik (holistic education). Karena itu ketika ada profesor (guru besar) dari Jepang menyampaikan tentang holistic education langsung disanggah oleh profesor lainnya: “You should go to Gontor to see super holistic education.”
“Kita bukan hanya holistic education tapi super holistic education,” ujar Rektor Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor, Prof Dr KH Hamid Fahmy Zarkasyi, MA.Ed, M.Phill, pada acara “Silaturahmi Akbar dan Simposium 100 Tahun Gontor” di Brainy Brunch, Cyberjaya, Malaysia, Selasa (28/1/2025).
Prof Hamid yang tampil bersama dengan Muhammad Ameen bin Packir Mohideen, alumni Gontor 2007 asal Singapura, mengisahkan pengalamannya saat diundang ke seminar internasional di Genting Highlands, Malaysia.
Saat itu ada profesor dari Jepang yang mempresentasikan pendidikan holistik di negaranya. Siswa membersihkan kelasnya sendiri, membersihkan kaca jendela kelas, mencuci sendiri peralatan makan bekas makan siang, dll. Namun, salah seorang profesor yang pernah berkunjung ke Gontor, meluruskan presentasi itu dan menyebutkan bahwa Gontor sudah mengajarkan dan mempraktikkan lebih dari itu.
Pendidikan holistik adalah pendekatan pendidikan yang bertujuan mengembangkan seluruh aspek diri peserta didik (santri). Tidak hanya sisi akademik tetapi juga emosional, sosial, fisik, etika, dan keagamaan. Dengan kata lain pendidikan holistik menekankan keseimbangan antara intelektual, karakter, dan keterampilan kehidupan.
“Gontor memberikan semuanya,” ujar Prof Hamid pada acara yang dihadiri alumni Gontor dari lintas marhalah dan lintas negara: Malaysia, Indonesia, Singapura dan Thailand.
Menurut Prof Hamid, pendidikan holistik yang diajarkan oleh Gontor sama dengan Islam. Islam mengajarkan seluruh aspek kehidupan. Namun, alumni tidak harus mengambil semuanya. Tapi ambil sesuai dengan kompetensinya, sesuai dengan passion-nya. “Yang lemah di bidang mafikib (matematika, fisika, kimia dan biologi), ambillah pelajaran-pelajaran keagamaan. Yang lemah kedua-duanya, paling tidak ambillah bahasanya (karena Gontor mengajarkan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris),” ungkapnya.
Gontor, papar Prof Hamid, tidak hanya mencetak kiai saja. Mencetak ahli ibadah saja. Tapi mencetak alumni-alumni yang memberikan manfaat bagi orang lain, bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa. “Yang IPK-nya rendah, cari duit saja. Jadi pengusaha. Surganya sama dengan yang ahli ibadah. Jadi apapun (boleh), yang penting memberikan manfaat,” papar doktor lulusan International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) Malaysia itu.
Prof Hamid menuturkan, Gontor tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tapi juga mengajarkan nilai-nilai (values). “Yang diberikan Gontor itu seluruhnya, kalau tidak bisa ambil semuanya maka ambillah yang sedikit saja. Yang penting menjadi خير الناس أنفعهم للناس,” katanya.
“Kita tidak hidup dengan Panca Jiwa, tapi hidup bersama Panca Jiwa. Keikhlasan tidak hanya diajarkan, tapi kita hidup bersama dengan keikhlasan itu,” sambung anak kesembilan Trimurti Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, KH Imam Zarkasyi, itu. []