Said bin Amir al Juhami, ia adalah sosok gubernur di wilayah Homs di Syam (kini Suriah) di era Khalifah Umar bin Khatan. Kisah keteladanan Gubernur Said diulang dalam Kitab Al Arabiyyah Lin Nasyi’in.
Sebelum menjadi gubernur, Said bin Amir adalah satu dari ribuan orang yang keluar ke daerah Tan’im di luar Makkah atas undangan para pemuka Quraisy untuk menyaksikan pelaksanaan hukum mati atas Khubaib bin Adi, salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang tertangkap kaum Quraisy dengan cara licik.
Said bin Amir adalah pemuda tangguh yang rela keluar dari komunitas kaum Quraisy dan bergabung dalam barisah Islam serta menyatakan diri sebagai seorang Muslim dan membela Islam.
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, Said bin Amir ikut berhijrah ke Madinah dan tinggal bersama Rasulullah, ikut bersama beliau dalam perang Khaibar dan peperangan lain sesudahnya.
Kala itu Khalifah Umar bin Khattab berniat menggantikan gubernur Syam (kini Suriah) yang semula dipercayakan kepada Muawiyah. Umar menawarkan kursi gubernur ke Said bin Amir, namun ia menolaknya. Alasannya, ia merasa nanti akan dijerumuskan ke dalam fitnah.
Begitulah kursi gubernuran yang ditolak oleh Said bin Amir dengan halus. Walau akhirnya dia harus menunjukkan ketaatannya kepada Khalifah dengan menaati keinginan Umar yang tetap bersiteguh untuk mengangkatnya sebagai gubernur Syam.
Akhirnya dari Madinah dia berangkat beserta istrinya menuju tempat tugasnya yang baru sebagai gubernur Syam.
Suatu saat Said terlilit kebutuhan yang memerlukan uang. Sementara tidak ada uang pribadinya yang bisa dia pakai. Sementara itu di Madinah Umar mendapatkan tamu utusan dari Syam.
Mereka datang untuk melaporkan beberapa kebutuhan dan urusan mereka sebagai rakyat yang hidup di bawah kekhilafahan Umar bin Khattab. Umar pun melihat ada nama Said bin Amir tertera dalam catatan sebagai orang miskin.
Umar kemudian mengambil sebuah kantong dari kain yang terikat ujungnya. Lalu ia memberikan kepada utusan untuk diberikan kepada Said bin Amir. Rombongan itu akhirnya kembali ke Syam. Setelah sampai, mereka menyampaikan amanah dari Umar itu kepada Said bin Amir gubernur mereka.
Sore harinya Said pulang ke rumah. Dia membuka kantong tersebut tanpa sepengetahuan istrinya. Dan ternyata kantong tersebut berisi uang tidak sedikit, seribu dinar.
“Innalillahi wainna ilaihi rojiun,” katanya lirih. Ternyata istrinya mendengar perkataan tersebut. “Apakah amirul mukminin meninggal?” tanya istrinya. “Tidak, tetapi musibah yang lebih besar dari itu,” kata Said. “Maukah engkau membantuku?” sambung Said. “Tentu,” jawab istrinya. “Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku,” kata Said.
Esok paginya, Said memanggil orang kepercayaannya untuk membagikan uang itu kepada para janda, anak yatim dan orang miskin yang membutuhkan. Tanpa tersisa sedikit pun. Barulah istrinya memahami kata-kata Said, “Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku.”
Begitulah Said bin Amir yang selalu berusaha untuk menjadikan dunia yang dimilikinya untuk membeli akhirat. [fathurroji]