Oregon, Gontornews — Sebuah penelitian pada jurnal BMJ Medicine menemukan bahwa seorang wanita penerima vaksin Covid-19 mengalami setidaknya keterlambatan satu hari dari periode menstruasinya. Meski demikian, efek samping vaksin ini bersifat sementara dan berlaku untuk satu siklus menstruasi pasca vaksinasi saja. Setelahnya, periode menstruasi kembali normal.
“Pelajaran mengenai siklus menstruasi sangat kurang. Padahal, itu merupakan indikator kunci kesuburan dan kesehatan secara keseluruhan,” ungkap Dr Alison Edelman, guru besar obstetri dan ginekologi di Oregon Health & Science University (OHSU) School of Medicine.
“Kami berharap temuan ini lebih memvalidasi laporan banyak orang dan memungkinkan para perawat kesehatan profesional untuk memberikan perawatan dan rekomendasi klinis yang lebih baik kepada pasien,” sambung Edelman sebagaimana dilansir New York Times.
Dalam penelitiannya, Edelman dan tim menganalisis data peserta pada tiga siklus menstruasi berturut-turut sebelum vaksinasi. Para peneliti menemukan bahwa siklus menstruasi seseorang meningkat 0,71 hari setelah dosis pertama dan 0,56 hari setelah dosis kedua.
Secara umum, peneliti menemukan bahwa 100 orang responden mengalami penundaan periode menstruasi selama delapan hari atau lebih. Oleh karena perubahan ini kembali ke awal setelah satu bulan vaksinasi, perubahan ini mungkin tidak berdampak pada kesuburan wanita untuk saat ini ataupun masa depan. Setidaknya itu yang Dr Jenifer Kawwass, ahli endrokrinologi reproduksi di Emory University, yang tidak terlibat dalam penelitian ini secara langsung.
Meski demikian, para peneliti belum mengetahui secara persis dibalik perubahan yang disebabkan oleh vaksin Covid-19 ini. Para peneliti menduga ada beberapa interaksi silang antara sistem kekebalan dan bagian luar dari tubuh yang membantu tubuh terlindung dari patogen luar, termasuk sistem reproduksi. Ketika vaksin mengaktifkan sistem kekebalan Anda, ada kemungkinan vaksin juga mempengaruhi edomentrium, yang melapisi rahim dan tumpah selama menstruasi.
Penelitian ini melibatkan beberapa vaksin seperti vaksin mRNA Pfizer-BioNTech dan Moderna atau virus rekayasa seperti AstraZeneca, Covishield, Johnson & Johnson dan Sputnik V atau virus yang tidak aktif seperti Covaxin, Sinopharm dan Sinovac. [Mohamad Deny Irawan]