Kairo, Gontornews — Acara Za Green Sharing Session Part-5 yang diselenggarakan oleh alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Putra dan Putri tahun 2003 pada Sabtu (19/12) sukses mengusung tema besar Natal dan Tahun Baru: Bagaimana Sikap Kita?
Acara yang diadakan secara gratis dan diperuntukkan bagi umum ini, berlangsung pada pukul 13.00 – 15.00 WIB, live via Zoom. Bertindak sebagai narasumber MS Yusuf Al-Amien Lc, reporter dan penerjemah di Radio Mesir, serta Siti Majidah Lc MA, dosen Universitas Ahmad Dahlan. “Alhamdulillah acara kali ini sukses mengangkat topik aktual yakni Natal dan Tahun Baru dan diramaikan oleh sekitar delapan puluh peserta,” terang Siti Majidah kepada Gontornews.com.
Dalam Zoom Meeting tersebut, salah seorang pemateri, MS Yusuf Al-Amien, kandidat Master Ushul Fikih, Universitas Al-Azhar Kairo, fokus menjelaskan tema Natal dalam tinjauan fikih. Yusuf memaparkan beberapa dalil yang kerap dijadikan sebagai pembenaran atas ucapan “Selamat Natal” serta penggunaan atribut-atributnya, juga partisipasi di dalamnya, dengan turut menjabarkan dalil-dalil bantahan atas pernyataan sebelumnya.
Salah satunya yakni adanya dalil yang menyebutkan bahwa mengucapkan selamat untuk hari raya non-Muslim bukan berarti mengakui apa yang dipercayai mereka, namun lebih pada penghormatan dalam bermasyarakat dan menjaga kerukunan bersama. Maka, Yusuf membantahnya dengan menampilkan dalil bahwa “Kemusyrikan adalah dosa terbesar bagi Allah SWT, bahkan lebih besar dari dosa pembunuhan, pencurian, korupsi, dan sebagainya.”
Maka, lanjut alumus Gontor Putra tahun 2003 ini, “Kita tidak mungkin mengatakan kepada orang yang membunuh ‘Selamat Membunuh’, kepada orang yang korupsi ‘Selamat Korupsi’, kepada orang yang mencuri ‘Selamat Mencuri’. Lebih aneh lagi jika kita katakan kepada orang yang menyekutukan Allah SWT dengan ucapan ‘Selamat Merayakan Kemusyrikan’.”
Umat agama lain tidak butuh dan tidak pernah minta diucapkan “selamat” saat hari raya mereka. Sama halnya dengan umat Islam juga tidak pernah menuntut umat lain untuk mengucapkan “Selamat Lebaran”. Tidak mengganggu ritual agama lain adalah dasar toleransi beragama. Siapapun yang melakukannya, berarti dia toleran.
Menurutnya, Islam melarang pemaksaan non-Muslim untuk mengikuti keyakinan kita, dan mereka juga tidak boleh memaksakan keyakinan mereka; lakum dienukum wa liya dien. “Umat Islam sudah toleran sejak dahulu, tak perlu didikte dengan harus melakukan amalan yang diada-adakan lalu mencatut dalil yang terlalu dipaksakan sebagai pembenaran,” paparnya.
“Menurut pengalaman pribadi dan penelitian di lapangan, mengucapkan selamat natal tidak membawa pengaruh sedikit pun bagi peningkatan toleransi dan koeksistensi,” tutup Yusuf. [Edithya Miranti]