Sebuah tim riset gabungan Australia dan Jerman belum lama ini berhasil mengembangkan proses ekstrasi emas dari limbah logam dengan memanfaatkan bakteri khusus. Teknologi baru ini terbilang bersih, karena tidak menggunakan air raksa maupun sianida seperti biasanya.
Adik-adik, emas adalah unsur kimia logam dengan nomor atom 79 dan bersimbol Au (bahasa Latin: Aurum). Dia termasuk logam transisi yang mengkilap, kuning, berat, lentur hingga dapat ditempa dan dibentuk. Emas tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya, tetapi dapat ‘dirusak’ klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini banyak terdapat dalam bebatuan dan deposit tanah alluvial. Berkode ISO XAU, emas melebur pada suhu 10000 Celsius.
Memiliki kekerasan sekitar 2,5 – 3 (skala Mohs), berat jenisnya tergantung logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan seperti kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida teroksidasi.
Emas terbentuk dari proses magmatisme permukaan, proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, serta pengkonsentrasian secara mekanis yang menghasilkan endapan. Potensi endapan emas terdapat di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Ada tiga perusahaan pertambangan emas yang terkenal, Yaitu: PT Aneka Tambang, merupakan BUMN, PT Freeport Indonesia, dan PT Newmont Nusa Tenggara.
Bagaimana emas diolah? Menurut DR Lide ((Handbook of Chemistry and Physics , 2015), ada dua macam ekstraksi emas: amalgamasi dan sianida. Amalgamasi adalah proses penyelaputan partikel emas oleh air raksa dan membentuk amalgam (Au – Hg). Amalgam termasuk sederhana dan murah, tetapi efektif untuk bijih emas berkadar tinggi dan ukuran butir kasar (> 74 mikron).
Amalgamasi merupakan proses kimia fisika. Bila amalgam dipanaskan akan terurai menjadi air raksa dan bullion emas. Amalgam dapat terurai dengan pemanasan, air raksa akan menguap (dapat diperoleh kembali dengan kondensasi), Au-Ag tertinggal sebagai logam endapan.
Sementara proses sianidasi terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses pelarutan dan proses pemisahan emas. Pelarutnya adalah NaCN, KCN, Ca(CN)2, atau campuran ketiganya. Yang paling sering dipakai NaCN karena daya melarutkan emasnya lebih. Secara umum reaksi pelarutan Au dan Ag sebagai berikut:
4Au + 8CN- + O2 + 2 H2O = 4Au(CN)2- + 4OH-
4Ag + 8CN- + O2 + 2 H2O = 4Ag(CN)2- + 4OH-
Pada tahap kedua, pemisahan emas dilakukan dengan pengendapan menggunakan serbuk Zn. Reaksinya sebagai berikut:
2 Zn + 2 NaAu(CN)2 + 4 NaCN +2 H2O = 2 Au + 2 NaOH + 2 Na2Zn(CN)4 + H2
2 Zn + 2 NaAg(CN)2 + 4 NaCN +2 H2O = 2 Ag + 2 NaOH + 2 Na2Zn(CN)4 + H2
Serbuk Zn, kata PF Kelly (Properties of Materials, 2015). efektif untuk larutan dengan konsentrasi emas kecil. Pengendapan terjadi mengikuti deret Clenel: Mg, Al, Zn, Cu, Au, Ag, Hg, Pb, Fe, Pt. Setiap logam sebelah kiri dapat mengendapkan logam di kanannya. Sebenarnya, selain Zn, Cu dan Al juga dapat dipakai. Zn dipakai karena lebih murah.
Dalam ekonomi, emas digunakan sebagai mata uang (koin mas dan dinar), standar keuangan, emas granul, batangan, dan perhiasan. Penggunaan emas dalam moneter lazimnya berupa bulion atau batangan emas, dengan satuan berat gram sampai kilogram. Sementara harganya ditentukan oleh tingkat kemurnian emas (karat). Karat diukur berdasarkan jumlah persentase kandungan emas murninya.
Kadar Perhiasan Emas
24 karat (99.99%), atau ada pula Emas Lokal (99.7%)
22 karat (91.6% emas), emas dicampur logam lain 8.3% (biasanya perak)
21 karat (87.5% emas)
20 karat (83.3% emas)
18 karat (75.0% emas), biasanya untuk cincin
14 karat (58.5% emas)
10 karat (41.7% emas)
9 karat (37.5% emas)
Selama ini, took-toko emas di Indonesia memiliki patokan yang berbeda. Emas 22 Karat, misalnya, ada yang menggunakan standar kemurnian 80%, ada juga 70%. Untuk itu, mulai ditertibkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Emas.
Kadar Emas SNI (SNI 13-3487-2005 )
24 K = 99,00 – 99,99%
23 K = 94,80 – 98,89%
22 K = 90,60 – 94,79%
21 K = 86,50 – 90,59%
20 K = 82,30 – 86,49%
19 K = 78,20 – 82,29%
18 K = 75,40 – 78,19%
Dedi Junaedi