Kabar baik datang dari dunia riset Jerman-Australia. Tim riset gabungan dari Martin Luther University Halle-Wittenberg (MLU), Technical University of Munich (TUM), dan University of Adelaide (UA) di Australia berhasil menemukan bakteri yang dapat memanen emas murni (24 karat) dari limbah logam berat.
Ekstrak emas dari bakteri Cupriavidus metallidurans
Jurnal Metallomics terbaru terbitan Royal Society of Chemistry di London (31/01/2018) melaporkan bahwa bakteri Cupriavidus metallidurans terbukti dapat menghasilkan ektrak emas dari air limbah terkontaminasi logam berat. Tim riset gabungan dari dua negara itu juga menyingkap mekanisme ekstraksinya secara biokimia.
Dalam artikel berjudul “Synergistic gold–copper detoxification at the core of gold biomineralisation in Cupriavidus metallidurans,”, L Bütof dan koleganya menjelaskan bahwa secara alami, adanya konsentrasi logam berat yang tinggi, seperti tembaga dan emas, bersifat sangat beracun untuk kebanyakan mahluk hidup. Ternyata, C. metallidurans punya adaptasi tinggi. Lebih dari itu, bakteri berbentuk batang ini malah memiliki kemampuan mengekstrak elemen emas (Au) dari limbah senyawa logam berat tanpa meracuni dirinya sendiri. Bahkan, bakteri ini dapat memanen logam mulia dalam bentuk gumpalan-gumpalan kecil emas murni.
Sebuah tim peneliti gabungan dari MLU dan TUM (Jerman) dan UA (Australia) telah menemukan proses biomolekuler yang terjadi di dalam bakteri. Kelompok tersebut terdiri tujuh ilmuwan, yaitu L. Bütof, N. Wiesemann M. Herzberg, M. Altzschner, A. Holleitner, F. Reith and D. H. Nies. Mereka telah mempublikasi temuan tersebut dalam jurnal Metallomics edisi 31 Januari 2018.
Bakteri Batang
Menurut Profesor Dietrich H Nies, ahli mikrobiologi di MLU, bakteri C. metalliduran biasa hidup di tanah yang tercemar dengan banyak logam berat. Seiring waktu beberapa mineral tanah rusak, melepaskan logam berat beracun dan gas hidrogen ke lingkungannya. “Terlepas dari ladanya ogam berat beracun, kondisi kehidupan di tanah ini tidak selalu berdampak buruk. Ada cukup hidrogen untuk menghemat energi dan memungkinkan bakteri itu beradaptasi. Agar dapat bertahan, organisme itu harus menemukan cara untuk melindungi dirinya dari zat beracun ini,’’ tambahnya.
Bersama dengan rekannya, Profesor Frank Reith dari Universitas Adelaide dari Australia, Nies pada 2009 telah menemukan kemampuan C. metalliduran menyera emas secara biologis. Mengapa hal ini bisa terjadi? Bagaimana mekanisme proses biomineralisasiinya secata tepat baru diketahui setelah melalui rangkaian riset lanjutan yang dikerjakan belum lama ini.
Nugget emas murni hasil ektraksi C. metalliduran
Reith dan Nies menjelaskan, emas memasuki bakteri dengan cara yang sama seperti tembaga. Tembaga adalah elemen vital bagi kehidupan C. metalliduran, namun akan menjadi racun jika terakumulasi dalam jumlah banyak. Ketika partikel tembaga dan emas bersentuhan dengan bakteri, serangkaian proses kimia terjadi. Tembaga, yang biasanya terjadi dalam bentuk yang sulit untuk diangkat, diubah menjadi bentuk yang jauh lebih mudah bagi bakteri untuk diimpor sehingga mampu mencapai bagian dalam sel. Hal yang sama juga terjadi pada senyawa emas.
Bila jumlah tembaga terlalu banyak terakumulasi dalam tubuh bakteri, maka logam itu biasanya dipompa keluar oleh enzim CupA. “Namun, ketika senyawa emas juga ada bersama tembaga, enzim tersebut akan tertekan. Ini membuat senyawa campuran tembaga dan emas beracun tetap berada di dalam sel. Gabungan tembaga dan emas sebenarnya lebih beracun daripada bila muncul sendiri, ” unkap Dietrich H. Nies.
Untuk mengatasi masalah racun ini, bakteri akan mengaktifkan enzim lain: CopA. Enzim ini mampu mengubah senyawa tembaga dan emas menjadi bentuk kompleks logam yang sulit diserap. “Ini memastikan bahwa lebih sedikit senyawa tembaga dan emas masuk ke dalam interior sel. Dengan bantuan enzim CopA, bakteri akan mengurangi efek racun dengan cara memompa elemen tembaga keluar tubuh tanpa hambatan. Konsekuensi lainnya: senyawa emas yang sulit dibuang akan ditransformasi menjadi partakel nugget emas yang berkumpul di bagian luar sel bakteri. Karena dimensinya hanya beberapa nanometer, partikel emas itu tidak sampai membahayakan kehidupan bakteri, ” jelas Nies.
Di alam, C. metalliduran memainkan peran kunci dalam pembentukan loga emas sekunder, yang biasanya terbentik muncul setelah proses pemecahan bijih emas yang berlangsung secara geologis. Jadi bakteri batang ini dapat mengubah partikel emas beracun yang dibentuk oleh proses pelapukan menjadi partikel emas yang tidak berbahaya, sehingga menghasilkan nugget emas.
Riset Tim MSU
Jika menilik sejarahnya, temuan tim riset gabungan Jerman-Australia itu ternyata juga mengkonfirmasi temuan tim AS. Oktober 2012, sebagaimana dikutip Scitech Daily, tim dari Michigan State University (MSU) telah menemukan bahwa bakteri Cupriavidus metallidurans memiliki kemampuan untuk menahan jumlah toksisitas yang luar biasa, yang tampaknya merupakan kunci penting jalan untuk menciptakan emas 24 karat.
Kazem Kashefi dan Adam Brown dari MSU menemukan bahwa bakteri toleran logam C. metalliduran dapat tumbuh pada konsentrasi klorida emas yang besar, senyawa kimia beracun yang banyaj ditemukan di alam. Mereka memamerkan temuan mereka dalam ajam kompetisi Cyber Prix Arts Electronica 2012 di Linz, Austria.
Mereka menggunakan bioreaktor bakteri yang mampu mengubah emas cair menjadi emas 24 karat. Bakteri itu setidaknya 25 kali lebih kuat dari yang dilaporkan sebelumnya. Dalam karya yang disebut The Great Work of the Metal Lover, mereka menggunakan kombinasi bioteknologi, seni, dan alkimia untuk mengubah emas cair menjadi emas murni.
Dalam kontes itu, tim MSU memberi makan bakteri klorida emas, meniru proses yang mereka yakini terjadi di alam. Dalam waktu sekitar seminggu, bakteri tersebut dapat mengubah racun dan menghasilkan nugget emas.
Biomineralisasi Hijau
Bagaimanapun, menurut Manuela Bank-Zillmann dari Martin Luther University Halle-Wittenberg, studi yang dilakukan oleh tim riset gabungan Jerman-Australia ini memberikan wawasan penting ke era paruh kedua dari siklus emas bio-geokimia. Melalui riset ini, masyarakat ilmiah kini mendapat gambaran utuh bahwa logam mulia primer dapat ditransformasikan oleh bakteri lain ke dalam senyawa emas beracun dan mobile, yang kemudian diubah kembali menjadi logam-logam sekunder yang aman secara lingkungan pada paruh kedua siklus bio-geokimia.
Dia percaya, setelah seluruh siklus dipahami, ke depan tambang emas dapat diproduksi tak hanya dari ladang-ladang bijih yang hanya mengandung sebagian kecil emas. Melainkan juga dapat diperoleh melalui bioproses yang bersih tanpa memerlukan keterlibatan senyawa ikatan merkuri beracun seperti yang selama ini berlaku. Dengan begitu, bersiaplah kita mengambut hadirnya inovasi biomineralisasi hijau.
Dedi Junaedi