Jakarta, Gontornews — Bahtsul Masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren se-Jawa Madura (FMPP), Selasa (13/9/2022), memutuskan agar pemerintah tidak melegalkan pemanfaatan ganja dalam pengobatan.
Setidaknya ada 3 alasan yang digunakan Bahtsul Masail yang mendasari keputusan tersebut, yaitu: 1) belum ada uji klinis dari farmakologi terkait penggunaan ganja sebagai obat; 2) ganja bukan satu-satunya obat termasuk penyakit Cerebral Palsy; 3) sulitnya pengawasan penggunaan ganja dilihat dari letak geografis Indonesia.
“Mempertimbangkan deskripsi dan keterangan bahwa: 1) belum ada uji klinis dari farmakologi terkait penggunaan ganja sebagai obat; 2) ganja bukan satu-satunya obat termasuk penyakit Celebral Palsy; 3) sulitnya pengawasan penggunaan ganja dilihat dari letak geografis Indonesia; maka pemerintah tidak diperbolehkan melegalkan pemanfaatan ganja dalam pengobatan,” ungkap keputusan Bahtsul Masail FMPP ke-37 di Pesantren Al-Hamid Cilangkap Jakarta Timur, 10-11 September 2022 tentang Pemanfaatan Ganja untuk Kebutuhan Medis yang dilansir NU Online.
FMPP menggunakan kitab I’anatut Thalibin Juz 2 Halaman 404, Fatawa Mahmud Syaltut halaman 433 dan Fataw Fiqhiyah Kubra Juz 4 Halaman 231.
Dalam prosesnya, wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan medis, pertama kali, terlontar dari lisan Pimpinan DPR RI. Wacana ini menguat setelah Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin juga ikut mendorong Majelis Ulama Indonesia untuk mengeluarkan fatwa baru mengenai kebutuhan ganja untuk keperluan medis. Desakan ini lantas membuat Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Tsaquf, mendorong pembahasan ini dalam forum Bathsul Masail.
“Kami akan mendorong rapat dengan komisi III yang kebetulan sedang membahas revisi UU Narkotika. Nanti juga akan dikoordinasikan dengan komisi terkait, komisi IX,” ungkap Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR RI pada 28 Juni 2022 silam.
Namun, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menyebut penggunaan minyak ganja untuk tujuan medis belum dapat dilakukan. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Arianti Anaya, menambahkan bahwa ganja medis juga belum memiliki manfaat klinis bagi pengobatan di Indonesia. Alih-alih mendapatkan manfaat, tanaman ganja di Indonesia, sambung Arianti, justru lebih merugikan.
Senada dengan Arianti, Pakar Farmakologi dan farmasi Klinik Universitas Gajah Mada, Prof Zullies Ikawati, menjelaskan bahwa ganja bisa saja dipergunakan untuk terapi atau obat karena memiliki kandungan beberapa komponen fitokimia yang aktif secara farmakologi. Tetapi, ia mengingatkan bahwa ganja bukanlah satu-satunya obat untuk mengatasi penyakit termasuk Celebral Palsy. [Mohamad Deny Irawan]