Jakarta, Gontornews — Salah satu kota tua yang ada di Sumatera Utara ternyata menyimpan bukti sejarah terkait penyebaran Islam di Nusantara. Dialah Kota Barus yang disebut sebagai kota Islam pertama di Indonesia yang berada di Pantai Barat Sumatra Utara, Tapanuli Tengah.
Barus berjarak 290 kilometer dari Kota Medan, ibu kota Sumatera Utara. Jika ditempuh melalui jalur darat memakan waktu sekitar 7 jam perjalanan. Dari Kota Sibolga, butuh waktu perjalanan darat sekitar 2 jam saja.
Kota Barus memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Nusantara. Berdasarkan sejarah, Islam masuk ke Barus pada abad ke-7 Masehi melalui para pedagang Arab.
Dikutip dari buku Sejarah Islam Nusantara karya Rizem Aizid, penyebaran Islam di Sumut berawal di Kota Barus pada abad ke-7 M. Barus menjadi kota yang terkenal dengan perdagangan hasil buminya seperti kapur barus dan kemenyan. Hasil dagang tersebut kemudian diperdagangkan hingga Tiongkok, Armenia, Arab, dan Mesir.
Mengutip dari buku Muslim Bali: Mencari Kembali Harmoni yang Hilang karya Dhurorudin Mashad, atas perdagangan tersebut, mereka membawa ajaran Islam dan menyebarkannya kepada penduduk setempat. Penduduk pribumi mulai memeluk Islam secara perlahan, dan mereka berhasil mendirikan kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kesultanan Perlak (840 M-1292 M).
Terdapat beberapa bukti arkeologis yang menunjukkan bahwa Barus merupakan kota Islam pertama di Indonesia. Di antaranya: Terdapat nisan makam tua di kompleks pemakaman Mahligai, Barus yang salah satunya bertuliskan Syekh Rukunuddin yang wafat pada 672 M/46 H.
Ada juga peninggalan makam Islam tua di 11 Kota Barus, salah satunya makam Syekh Machmudsyah di Bukit Papan Tinggi yang wafat pada 440 H. Begitu juga terdapatnya masjid kuno di Kanton yang disebut sebagai masjid tertua di dunia setelah Masjid Nabawi (Kwang Tah Se/Masjid Bermenara Megah dan Chee Lin Se/Masjid Bertanduk Satu)
Meskipun Barus menyimpan Sejarah Islam yang sangat dalam, sayangnya masih banyak masyarakat yang belum mengenal Barus karena minimnya informasi mengenai kota tua tersebut. Termasuk asal mula nama Barus.
Nama Barus muncul dalam sejarah perabadan Melayu lewat Hamzah Fansyuri, penyair sufi terkenal. Barus juga dikenal dengan nama Pancur, kemudian diubah ke dalam bahasa Arab menjadi Fansur. di Sumut. Seorang arkeolog Prancis, Claude Guillot dibantu beberapa penulis lainnya melalui buku ‘Barus Seribu Tahun yang Lalu’ menyebutkan, Barus termasuk dalam golongan kota-kota kuno yang terkenal di seluruh Asia sejak abad ke-6 Masehi.
Bab terakhir pada buku itu menyebutkan, ada sebuah tempat di perbukitan Barus yang oleh masyarakat setempat perlu mendapatkan perhatian khusus. Makam terpencil yang ditandai dengan dua batu nisan vertikal ini dipercaya sebagai makam seorang wali.
Yang dimaksud adalah makam ‘Papan Tinggi’ yang memang berada di atas bukit setinggi 215 meter di atas permukaan laut. Untuk menuju makam itu harus melewati 730 anak tangga. Konon di makam ini, ada sebuah guci yang airnya terus ada meskipun musim kemarau. Namun belakangan guci itu pecah karena tidak terawat.
Sedangkan pandangan lain menyebutkan bahwa Barus adalah pelabuhan tertua di Indonesia. Dalam karya geografis Ptolemaeus tercatat lima pulau yang dinamakan ‘Barousai’, nama yang dikaitkan dengan Barus oleh para ahli sejarah.
Sejak abad ke-6 Masehi, kamper sudah dikenal di berbagai kawasan mulai dari negeri Tiongkok hingga ke kawasan Laut Tengah. Nama Barus sudah lama muncul apabila diterima pendapat bahwa ‘Barousai’ adalah Barus.
Kemudian nama ini tercatat dalah sejarah Dinasti Liang, Raja Tiongkok Selatan yang memerintah pada abad ke-6. Setelah itu Barus selalu disebut-sebut sampai sekarang dan kerap dihubungkan dengan kamper.
Pada abad ke-7, Barus kian tersohor hingga ke Eropa dan Timur Tengah karena menghasilkan kapur barus dan rempah-rempah.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri mengakui bahwa Barus merupakan kota Islam pertama dan tertua di Indonesia. Pada 24 Maret 2017 lalu bertepatan hari Jumat, Pemerintah RI meresmikan tugu titik nol pusat peradaban Islam Nusantara di Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. [Fathur]