Bandung, Gontornews — Kasus penyimpangan seksual semakin marak terjadi di masyarakat. Hal meresahkan tersebut tentu wajib diwaspadai dan dicari akar permasalahannya yang biasa bermula dari lingkup ketahanan keluarga.
Sebagian orangtua mungkin mengira bahwa munculnya tindak penyimpangan seksual hanya berasal dari faktor lingkungan buruk anak di luar rumah. Ya, lingkungan yang buruk tentu akan berdampak besar pada pergaulan bebas anak. Namun demikian, lingkungan keluarga justru yang menjadi cikal bakal tumbuhnya berbagai kasus permasalahan di masyarakat, tanpa terkecuali kasus penyimpangan seksual pada anak.
Karena anak-anak yang sejak dini telah kekurangan sosok dan kasih sayang dari keluarga khususnya orangtua, maka merekalah yang rentan menjadi korban atau pelaku dari setiap tindak kejahatan di luar rumah. Selain itu, amunisi ketahanan keluarga seperti pendidikan agama dan adab-adab keseharian, jika tidak diberikan secara maksimal, maka akan berdampak buruk pada keimanan dan perilaku anak di masyarakat. Disini, betapa pentingnya keteladanan orangtua yang mesti dibalut dengan keimanan tinggi pada Allah Ta’ala.
Kepada Gontornews.com, Kak Eka Wardhana, praktisi parenting dan penulis buku anak menjelaskan beberapa hal yang dapat mencegah kasus penyimpangan seksual antara lain: pertama, pisahkan tempat tidur anak dengan saudaranya.
Dalam sebuah Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad Hasan dijelaskan, “Perintahkan anak untuk shalat di usia tujuh tahun, pukul bila tak mau shalat di usia sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” Selain perintah untuk mulai mengajak anak mendirikan shalat dari usia tujuh tahun dan memberi disiplin tegas ketika anak telah berusia sepuluh tahun, hadits ini juga menegaskan akan perintah memisahkan tempat tidur anak yang tengah beranjak baligh tersebut.
Lantas bagaimana jika anak sejenis kelaminnya? “Tetap dipisahkan!” tekan Kak Eka. Lalu bagaimana jika tidak ada ruangan? “Pisahkan selimutnya, karena hal ini bisa mencegah LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender),” tekannya.
Kedua, menjauhkan anak dari ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan perempuan). Ikhtilath berbeda dengan khalwat. Khalwat ialah menyendirinya seorang laki dan perempuan di tempat yang tidak terlihat orang banyak tanpa dihadiri mahram dari pihak perempuan.
Kemudian, bagaimana dengan sekolah umum, pasar, dan fasilitas umum lainnya, dimana di dalamnya sangat mungkin terjadi ikhtilath? Jika itu yang terjadi, maka sebaiknya tetap jaga adab pergaulan, tidak menarik lawan jenis, tidak besentuhan, berikan sanksi bagi siapa yang melanggar, dan lainnya.
Tanamkan pula di diri anak bahwa “Tubuhku adalah milikku”. Jika ada yang menyentuhnya atau membuat anak tidak nyaman, maka harus berani bilang ke orang dewasa (orangtua atau guru). Beritahu juga bahwa kita harus punya privasi masing-masing. Andai ada rahasia, pilih juga rahasia yang baik untuk disimpan dan tidak.
Ketiga, menjelaskan masalah seks dan perzinahan dan lakukan dengan tenang dan lembut. Sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW ketika ada seorang pemuda berkata, “Izinkan aku berzina.” Rasulullah SAW menjawab dengan tenang dan lembut, “Coba bayangkan jika itu terjadi pada ibu kamu, anak perempuan kamu, saudari kamu, apakah kamu mau? Maka, bagaimana jika kamu menyakiti hati orang lain?” <Edithya Miranti>