Manusia adalah makhluk sempurna yang diciptakan oleh Allah untuk memakmurkan dan menyejahterakan bumi. Manusia diberikan segenap akal pikiran serta hati untuk memaknai dan merasakan keimanannya. Manusia tanpa iman layaknya pohon yang tak berbuah. Manusia tanpa ilmu akan buta. Karena sejatinya ilmu adalah cahaya yang memberi cahaya. Ilmu pengetahuan tanpa panduan agama pun juga tidak dapat berjalan dengan benar, tetapi justru akan membuang banyak waktu dalam mencapai hasil tertentu dan tidak memperoleh bukti yang meyakinkan. Ketika Nabi sampai di Madinah, ia membuat sebuah peradaban baru yang kemudian memunculkan pengertian bahwa Islam adalah sistem kepercayaan yang sistemik, tidak hanya berdimensi theological, ritual, dan mistical tetapi juga berdimensi moral dan intelektual.
Islam adalah agama yang disampaikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui wasilah Malaikat Jibril AS agar disyiarkan kepada seluruh makhluk di dunia ini, dan karena Islam merupakan ajaran yang ilmiah, maka Islam memilki panduan yang sempurna yakni al-Qur’an. Said Nursi sebagai Renaissance of Islam menyatakan, “Islam is the father of all the science and al-Qur’an is the book of science”, Islam adalah bapaknya seluruh ilmu pengetahuan dan al-Qur’an adalah kitabnya ilmu pengetahuan. Selain itu Albert Einstein, seorang ilmuan terbesar abad ke-20 menyatakan, “Religion without science is lame and science without relegion is blind”, agama tanpa ilmu pincang dan ilmu tanpa agama buta. Kalimat ini menunjukkan bahwa agama tidak hanya mendorong studi ilmiah, tapi juga menjadikan riset ilmiah yang konklusif dan tepat guna, karena didukung oleh kebenaran yang diungkapkan melalui agama.
Berkaitan dengan agama, Islam adalah agama wahyu yang di dalamnya memuat sarat dan makna untuk disyiarkan kepada umat manusia dengan jalan dakwah. Seperti dalam firman Allah QS Al Ahzab 45 : “Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan (45) dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi (46).“
Rasulullah merupakan figur paling mulia. Rasulullah SAW membekali diri dengan kebaikan, ketaqwaan, keikhlasan dan akhlak mulia dalam membimbing sehingga menimbulkan simpati dan mudah menerima ajakan untuk masuk dalam ajaran Islam. Kegiatan dakwah Rasulullah merupakan kelanjutan dari dakwah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS sebelumnya.
Secara bahasa, dakwah bermakna penyiaran atau propaganda. Prof Dr HM Yunan Yusuf mengungkapkan bahwa dakwah pada hakikatnya adalah segala aktivitas dan kegiatan yang mengajak orang untuk berubah dari satu situasi yang mengandung nilai kehidupan yang bukan Islami kepada nilai kehidupan yang Islami. Dalam hal ini dakwah berarti suatu sistem kegiatan dari seseorang, sekelompok, segolongan umat Islam sebagai aktualisasi imaniah yang memanifestasikannya kepada seseorang, sekelompok massa dan masyarakat supaya dapat mempengaruhi tingkah lakunya untuk mencapai tujuan tersebut.
Rasulullah dalam menyampaikan pesan dakwahnya mampu menumbuhkan dan mengarahkan semangat kebangsaan. Beliau melakukan perbaikan secara bertahap. Maksudnya ialah bahwa agama Islam tidak menghapus adat istiadat masyarakat secara sekaligus akan tetapi secara berangsur-angsur (evolusi) yang disesuaikan dengan keadaan dan waktu, sehingga orang tidak merasa keberatan (merasa berat) menerimanya, tidak pula menjadi penentangnya lebih-lebih dalam bidang hukum.
Di zaman yang semakin maju dan milenial ini, orang-orang seolah berlomba-lomba untuk mencari kesenangannya semata tanpa melihat sisi baik dan buruknya dari segi keislamannya. Kehadiran era kontemporer telah merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan dalam sejarah global umat manusia. Era kontemporer tampil dengan dekorasi dan semangat baru dengan memanfaatkan khazanah era-era sebelumnya sebagai bahan bangunan baru yang lebih indah.
Pada umumnya, “era kontemporer” diklaim mulai abad ke- 20 yang diawali oleh munculnya kecenderungan filosofis, metodologis keilmuan, isu-isu sosial dan keagamaan, sampai pada maraknya dekorasi berupa pergerakan hasrat socio-culture. Dakwah pada era kontemporer tidak dapat memaksakan dirinya dengan penggunaan model arogan atau radikal. Konsep “rahmatan lil ‘alamin” dakwah niscaya perlu diupayakan agar mampu menembus segala penggal ruang dan waktu, termasuk ruang kekinian dan saat terkini. Dengan demikian, secara konseptual, model-model dakwah klasik, pertengahan, dan modern yang bergaya responsif perlu ditinjau dan dipertimbangkan kembali sebagai khazanah, untuk kemudian diramu ke dalam kemasan baru yang dekoratif dan non-responsif bukan hanya mengutamakan penjelasan, model justifikatif, atau bahkan model romantis secara spekulatif, karena persoalannya bahwa kita hidup jauh berabad abad setelah diturunkannya Islam pertama kali.
Kondisi sosial masyarakatnya sangat jauh berbeda dengan kondisi sosial masyarakat yang hidup saat ini. Sebab kita hidup di era global, di mana masyarakat bisa mengakses informasi dengan begitu cepat dari belahan dunia yang lain. Dan hal ini, tentunya sangat berpengaruh pada pola pikir masyarakat, sehingga masyarakat semakin kritis dan selektif. Mangingat strategi dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW maka terlintas dalam pikiran kita tentang cara bagaimana dakwah dapat disampaikan dan diterima, dihayati serta diamalkan oleh umat. Penerapan dakwah Rasulullah saw bersifat kondisional dan variatif. Maksudnya, dakwah yang dilakukan oleh beliau di suatu tempat belum tentu sama di tempat yang lain. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa mengajarkan sesuatu kepada manusia harus dengan cara yang bervariasi antarindividu dengan yang lain. Secara umum, materi-materi dakwah mencakup persoalan aqidah, akhlaq, ibadah, syariah, dan muamalah. Namun demikian, materi yang bersifat umum tersebut, tidak akan menarik manakala tidak diformat sedemikian rupa. Kesalahan dalam memilih materi dakwah untuk kelompok masyarakat tertentu dapat mengakibatkan para jamaah menjauh dari Islam. Oleh karenanya, proses dakwah haruslah terorganisir dengan profesional, menggali dan memformat materi-materi dakwah yang sesuai dengan dinamika kehidupan saat ini agar sasaran dakwah yang dituju memperoleh manfaat dari apa yang disampaikan.
Berbagai model atau sifat dakwah kontemporer dikemas dan diramu sehingga dakwah tidak terkesan menjenuhkan, usang, atau bahkan menakutkan. Seperti halnya dakwah kontemporer yang diwakili oleh “Manajemen Qalbu” KH Abdullah Gymnastiar, “Zikir” KH Arifin Ilham, dan “Kiai Kanjeng” Cak Nun (Emha Ainun Najib), dan para pendakwah-pendakwah muda yang sekarang turut meramaikan dunia media sosial saat ini. Hal tersebut membuktikan bahwa model kontemporer berpengaruh hampir secara merata kepada masyarakat bawah ke atas. Dengan demikian kemajuan teknologi seperti penguasaan terhadap teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini, sudah wajib dimiliki oleh para Muslim.
Selain itu kemampuan seseorang dalam berdakwah juga dapat dituangkan dalam sebuah karya atau tulisan, mengingat dakwah melalui tulisan juga sangat besar pengaruhnya. Sejalan dengan itu semua, berdakwah bagi setiap Muslim hukumnya wajib dengan menggunakan jalan dan caranya masing-masing sesuai kemampuannya, “balighul ‘anni walau aayah = sampaikanlah walau satu ayat”. Ini menunjukkan bahwa setiap kita mempunyai kewajiban untuk berdakwah. Sayyid Quthb rahimahulla dalam Fi Zhilal Al-Qur’an memaparkan bahwa “Sesungguhnya kalimat dakwah adalah kalimat terbaik yang diucapkan di bumi ini, ia naik ke langit di depan kalimat-kalimat baik lainnya. Akan tetapi ia harus disertai dengan amal shalih yang membenarkannya, dan disertai penyerahan diri kepada Allah sehingga tidak ada penonjolan diri di dalamnya. Dengan demikian jadikanlah dakwah murni untuk Allah. Tidak ada kepentingan bagi seorang pendakwah kecuali menyampaikan. Setelah itu tidak pantas kalimat seorang pendakwah kita sikapi dengan adab yang buruk, atau pengingkaran. Karena seorang pendakwah datang dan maju membawa kebaikan, sehingga ia berada dalam kedudukan yang amat tinggi. Dengan demikianlah dakwah adalah jalan hidup mulia yang harus ditempuh setiap umat Muslim yang menapaki bumi Allah ini. Dakwah di jalan Allah adalah kebutuhan pokok manusia. Tanpa dakwah manusia akan tersesat melanglang melintang tanpa arah dan berkelana jauh dari tujuan hidup yang diinginkan Allah SWT. []