Berlin, Gontornews — Kerusakan dunia yang bersifat akumulatif dewasa ini, yang membawa ketakteraturan (disorder) dan ketakpastian (uncertainty) masa depan, harus segera ditanggulangi bersama. Demikian ditegaskan oleh mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsuddin dalam pengantarnya sebagai moderator pada Konferensi Internasional oleh Komunitas Sant’ Egidio tentang Tekad Menciptakan Perdamaian (The Audacity of Peace), di Berlin, 10-12 September 2023.
Konferensi dihadiri 500 peserta dari tokoh berbagai agama, ilmuwan, dan aktivis perdamaian dari berbagai negara. Dari Indonesia, selain Din Syamsuddin, juga hadir Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti, dan Direktur The Wahid Institute Yenni Zannuba Wahid, yang masing-masing tampil pada sesi berbeda.
Pada pembukaan konferensi yang dihadiri 2000-an peserta, tampil menyampaikan pidato kunci antara lain Presiden Federasi Jerman Frank Walter Steinmeier, Syaikh Al-Azhar Prof Dr Ahmad Al-Tayeb, Presiden Republik Guinea Bissau Umaro El-Mokhtar Embali, dan Pendiri Komunitas Sant’ Egidio Prof Dr Andrea Riccardi.
Menurut Din Syamsuddin, sejak berakhirnya Perang Dingin dunia tidak baik-baik saja. Terjadi seratus lebih konflik bersenjata di berbagai belahan dunia, baik atas dasar komunalisme, etnik-kebangsaan, keagamaan, perjuangan memerdekakan diri, maupun atas dasar kepentingan ekonomi dan politik. Maka oleh karena itu, kata Profesor Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta ini, umat berbagai agama harus bersatu padu bahu-membahu mengatasi ketiadaan perdamaian.
Dalam kaitan ini, lanjut Ketua Poros Dunia Wasatiyyat Islam itu, dialog antarumat berbagai agama harus ditingkatkan. Namun, dialog itu memerlukan paradigma baru, yaitu dialog berasaskan kejernihan, keterbukaan, keterusterangan, dan untuk memecahkan masalah. Untuk itu, lanjut Ketua Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations/CDCC itu, diperlukan kolaborasi semua pihak, termasuk penentu kebijakan, ilmuwan, dan aktivis sosial.
Pada sesi yang sama, tampil Yenni Zannuba Wahid, yang menjelaskan tentang pengalaman Indonesia dalam mengembangkan koeksistensi dan toleransi di antara pemeluk berbagai agama. Dengan cara demikian, kata putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid ini, bangsa Indonesia yang majemuk atas dasar agama, suku, bahasa dan budaya dapat hidup secara damai mewujudkan cita-cita bersama.
Selentingan Moderator Din Syamsuddin di hadapan sekitar 300 peserta, termasuk Duta Besar RI untuk Federasi Jerman Arif Havas Oegroseno dan Wakil Perdana Menteri & Menlu Italia Antonio Tajani bahwa Yenni Wahid disebut-sebut sebagai Calon Wakil Presiden Indonesia mendapat tepuk tangan dari peserta yang memadati auditorium besar di Berlin itu. Bahkan, pada waktu makan siang atau malam banyak peserta yang datang menyalami Yenni Wahid dan bertanya ke Din Syamsuddin apakah hal demikian akan menjadi kenyataan.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti yang tampil sebagai pembicara pada sesi lain tentang Seni Hidup Bersama di Dunia Runtuh (The Art of Living Together in a Shatterred World) mendapat respons positif dari audiens. Menurut Guru Besar UIN Jakarta ini, hidup bersama di alam kemajemukan memerlukan seni, dan seni itu dapat menyelamatkan manusia di tengah dunia yang porak poranda.
Konferensi tahunan Komunitas Sant’ Egidio ini sangat bergengsi, selain dihadiri oleh ratusan tokoh teras agama-agama dunia, juga menampilkan tema-tema menarik dan relevan dengan situasi peradaban manusia masa kini.[]