Depok, Gontornews — Desekulerisasi pendidikan menghadirkan nilai-nilai kebohongan yang tidak berlandaskan pada wahyu dari Allah SWT (al-Qur’an). Dr Adian Husaini, peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), kepada Gontornews.com menuturkan, “Ilmu pengetahuan sekuler banyak yang tidak integral atau tidak lengkap.”
Dalam berbagai bidang keilmuan mereka tidak memasukkan wahyu di dalamnya. Sumber ilmu yang didapat, lanjutnya, hanya sebatas dari apa yang berasal dari panca indera manusia semata.
Selain itu, ilmu-ilmu sekuler yang banyak tersebar di sekolah, umumnya dinilai kurang sempurna. Seperti halnya, pengetahuan tentang alam yang hanya mencakup alam dunia saja tanpa mengenalkan alam akhirat. Lalu juga makhluk hidup yang terbatas pada manusia hewan, serta tumbuhan, dan tidak mencakup makhluk ghaib, seperti malaikat dan jin.
“Dengan demikian, solusi terbaik dari semua itu yakni Islamisasi ilmu pendidikan,” jawab Dr Adian Husaini kepada Gontornews.com.
Pertama adalah guru sebagai tenaga pengajar sangat berperan besar untuk membantu memperbaiki ilmu yang ada dan mulai mengenalkan ilmu-ilmu Islam. “Jika kurikulum pendidikan yang ada sekuler, maka guru yang baik bisa ikut mengenalkan kebenaran (Islamisasi pendidikan) atau ikut mengkritisi ilmu tersebut,” ujar ketua Program Magister dan Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun, Bogor itu.
Kedua yaitu, Islamisasi kurikulum atau memperbaiki buku ajar. Untuk mendapatkannya diperlukan kerjasama dan kerja keras dari berbagai pihak. Minimal adalah bentuk kepedulian lembaga atau organisasi masyarakat (ormas) Islam, seperti NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah.
“Mereka harus bersama-sama meminta pemerintah supaya menghentikan ilmu-ilmu yang sekuler tersebut,” pungkas peraih gelar Ph D dalam bidang peradaban Islam di International Institute of Islamic Thought and Civilization, International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM) tersebut. <Edithya Miranti>