Perkembangan ekonomi dan bisnis syariah saat ini sangat pesat, terbukti dengan berbagai lembaga ekonomi dan bisnis yang bermunculan seperti jamur di musim hujan. Jika pada perkembangan awal ekonomi dan bisnis syariah hanya terbatas pada perbankan syariah dan asuransi saja, maka saat ini telah merambah ke berbagai sektor keuangan lainnya serta bisnis real di masyarakat.
Jumlah perbankan syariah di Indonesia hingga tahun 2020 mencapai 198 Bank Syariah dengan rincian 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 164 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Jumlah ini akan terus bertambah dengan adanya Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang dikonversi serta membuka unit usaha syariah.
Sementara jumlah asuransi syariah di Indonesia hingga tahun 2020 sebanyak 62 perusahaan dengan perincian 7 perusahaan full syariah dan 23 unit syariah. Asuransi umum syariah yang full syariah sebanyak 5 perusahaan dan unit syariah 24 perusahaan. Sedangkan jumlah reasuransi full syariah masih satu perusahaan dan perusahaan reasuransi unit syariah yang sempat tiga perusahaan pada 2015 turun menjadi dua perusahaan. Secara total sampai tahun 2019, jumlah perusahaan asuransi dan reasuransi syariah mencapai 62 perusahaan.
Industri Keuangan Non Bank (IKNB) juga terus bertambah, hingga tahun 2020 tercatat jumlah entitas IKNB Syariah sebanyak 197 institusi, yang terdiri dari 105 perusahaan yang beroperasi dengan prinsip syariah secara penuh (full fledged) dan 92 unit usaha syariah. Penambahan jumlah entitas terbanyak pada industri LKM Syariah dari yang awalnya berjumlah 59 lembaga di tahun 2018 menjadi 75 lembaga di tahun 2020.
Tidak hanya pada bisnis keuangan, ekonomi dan bisnis syariah kini telah memasuki sektor real bisnis di masyarakat. Munculnya Koperasi 212 menjadi titik awal bisnis syariah pada sektor real, kemudian dilanjutkan dengan berbagai perusahaan yang berbasis syariah, mulai dari hotel syariah, property syariah, rumah sakit syariah hingga pariwisata syariah. Tren halal lifestyle menjadi energi dalam perkembangan ekonomi dan bisnis syariah.
Peningkatan jumlah Lembaga Amil Zakat juga terlihat jelas, hingga tahun 2020 jumlah Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) sebanyak 17 lembaga, Lembaga Amil Zakat (LAZ) tingkat Provinsi 7 lembaga dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) tingkat Kabupaten/ Kotamadya 16 lembaga. Tentu saja Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai lembaga zakat milik negara memiliki jumlah perwakilan di setiap level pemerintahan hingga ke desa dan Unit Pengelola Zakat (UPZ) di masjid dan lembaga pemerintahan serta swasta.
Geliat Islamic philantrophy semakin terasa dengan berkembangnya lembaga pengelola wakaf yang khusus memberdayakan dana wakaf. Badan Wakaf Indonesia sebagai regulator telah memberikan izin lembaga pengelola wakaf uang di Indonesia sejak 2010 hingga 2020 mencapai 224 lembaga. Jumlah ini akan terus bertambah dengan masih diprosesnya beberapa lembaga yang mengusulkan untuk menjadi pengelola wakaf. Tren wakaf uang memang menjadi bahan kajian di dunia akademisi, apalagi kemudian diluncurkan wakaf link sukuk sebagai program pemberdayaan wakaf.
Lembaga-lembaga sejenis juga kini bermunculan, misalnya Bank Infaq yang dibentuk oleh Sandiaqa Uno menunjukkan geliat baru ekonomi syariah. Hingga tahun 2020 Bank Infaq telah memiliki cabang sebanyak 34 cabang Bank Infaq. Sebanyak 27 di antaranya sudah beroperasi dan menebar manfaat pinjaman ke 258 sahabat Infaq. Jumlah ini akan terus bertambah dengan masih diprosesnya cabang-cabang di seluruh Indonesia.
Perkembangan dari ekonomi dan bisnis syariah yang begitu pesat kemudian berhadapan dengan Pandemi Covid-19 yang meluluhlantakkan perekonomian di Indonesia dan dunia. Pandemi telah berlangsung lebih dari 6 bulan mengantarkan perekonomian Indonesia serta dunia mengalamai resesi. Singapura sudah sebulan yang lalu mengumumkan resesi atas negaranya. Demikian pula negara-negara lainnya diprediksi akan mengalami resesi yang lebih parah.
Bagaimana dengan Indonesia? Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resmi resesi pada kuartal III-2020. Hal itu menyusul revisi proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan. Ia mengatakan, pihak Kementerian Keuangan melakukan update proyeksi perekonomian Indonesia untuk tahun 2020 secara keseluruhan menjadi minus 1,7% sampai minus 0,6%. Maknanya bahwa resesi ekonomi sudah di depan mata, lalu apa yang bisa kita lakukan? Bagaimana pula perkembangan dari ekonomi dan bisnis syariah ke depannya?
Ekonomi dan bisnis syariah dibangun di atas fondasi aqidah yang kokoh, keyakinan bahwasanya segala sesuatu sudah diatur oleh Rabbul Aalamiin yaitu Allah Ta’ala, Dia yang memberi rezeki semua makhluk-Nya serta keyakinan bahwa sifat dari Ar-Rahman adalah Pengasih dan Penyayang menjadikan ekonomi dan bisnis syariah serta para pelakunya akan mampu untuk bertahan secara konsisten di atas jalan dakwah ekonomi syariah.
Bagaimanapun keadaan yang menimpa negeri ini semua itu adalah kuasa-Nya, sehingga harus dihadapi dengan penuh tawakal serta ikhtiar optimal. Bahwa resesi ekonomi mungkin saja terjadi, tetapi ekonomi dan bisnis yang didasarkan kepada ideologi Islam akan terus berjalan seiring detak nadi kehidupan. Mungkin perkembangannya melambat, tetapi yakinlah bahwa pandemi ini justru akan membuktikan bahwa ekonomi dan bisnis syariah adalah juru selamat.
Setelah keyakinan, ikhtiar dan tawakal dioptimakan, maka ekonomi dan bisnis syariah bukanlah sistem ekonomi yang bergerak pada bisnis maya, ia sistem bisnis nyata yang didasarkan pada fakta dan hitungan nyata. Maksudnya bahwa karakter dari ekonomi dan bisnis syariah yang didasarkan pada praktik bisnis nyata sehingga ketika usaha mengalamai penurunan maka pengusaha tidak terbebani dengan riba atau bunga yang haram. Sehingga usaha dan bisnisnya akan terus berjalan, berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis dan liberalis yang bergantung kepada bunga atau riba, yang ketika krisis terjadi maka pengusaha akan tercekik dengan riba hingga perlahan namun pasti mereka hancur binasa.
Tentu saja profesionalisme dalam mengelola ekonomi dan bisnis yang berbasis syariah harus pula ditopang oleh kemampuan dan prediksi kuat dan insting bisnis. Sehingga bisnis akan terus berjalan, sesuai dengan apa yang kita harapkan. Bagi investor menahan diri dalam investasi menjadi pilihan bijak saat ini, demikian pula memilih bidang-bidang bisnis yang tetap kuat ditimpa wabah ini juga memerlukan adanya analisis bisnis yang kuat. Bagi praktisi keuangan tentu saja strategi untuk memberikan layanan yang lebih kepada customer menjadi keniscayaan, dengan memangkas pengeluaran yang bukan prioritas.
Pada akhirnya pandemi Covid-19 memberikan banyak hikmah kepada kita, salah satunya akan membuktikan bagaimana ekonomi dan bisnis yang betul-betul murni syariah akan dapat menghadapi dan melewatinya dengan izin dari Rabbul Aalamiin, Allah Ta’ala. Sebagai manusia, kita diperintahkan untuk menguatkan keyakinan, berikhtiar optimal dan setelah itu tawakal kepada Sang Pemilik Alam. Wallahu a’lam.
ambp 23092020.