Davos-Swiss, Gontornews — Delegasi Amerika Serikat untuk urusan iklim, John Kerry, Selasa (24/5/2022), mengatakan bahwa krisis energi yang terjadi akibat perang di Ukraina tidak memperdalam ketergantungan dunia pada bahan bakar fosil.
“Jika kita membuat pilihan yang tepat di sini, kita dapat memenangkan semua pertempuran ini. Kita dapat melakukan apa yang perlu kita lakukan sehubungan dengan Ukraina. Kita dapat melakukan apa yang perlu kita lakukan dengan krisis iklim,” kata Kerry di hadapan para peserta forum ekonomi dunia (World Economic Forum/WEC) 2022 di Davos Swiss.
“Kita tidak perlu tergoda untuk percaya bahwa kini pintu untuk kembali (menggunakan energi fosil) kembali terbuka dan melakukan apa yang telah kita lakukan untuk menciptakan krisis di tempat pertama,” sambungnya sebagaimana dilansir Reuters.
Enam bulan setelah dunia menyetujui pakta iklim PBB di Glasgow, Skotlandia, para pemimpin politik dan bisnis menghadapi krisis energi. Kondisi ini diperparah dengan bergejolaknya pasar dan penurunan ekonomi dengan cara mengurangi emisi karbon.
Lonjakan harga minyak dan gas akibat invasi Rusia di Ukraina pada 24 Februari lalu telah membuat banyak negara ‘terpaksa’ kembali beralih ke bahan bakar fosil, seperti batu bara, demi memenuhi kebutuhan energi mereka.
Pada saat yang bersamaan, pasar keuangan juga bergejolak karena memiliki rencana rumit untuk mengumpulkan dana triliunan dolar guna melakukan transisi energi dari bahan bakar fosil.
Pada KTT Iklim COP26 di Glasgow, hampir 200 negara sepakat untuk meningkatkan janji mereka tahun ini untuk menyelaraskan target pembatasan global pada 1,5 derajat celcius. Untuk itu, negara-negara perlu mengurangi emisi karbondioksida hingga 45 persen pada tahun 2030 mendatang.
“Sekarang, jadwalnya dipertanyakan. Ada banyak perdebatan beberapa tahun kita telah mundur saat ini,” kata Jay Collins, Wakil Ketua Perbankan dan Pasar Modal sekaligus penasihat Citigroup kepada Reuters Global Markets Forum di Davos.
Menurut laporan mingguan World Resource Institute, E3G dan Climate Intelligence Unit belum ada negara anggota G20, yang bertanggung jawab atas 75 persen emisi gas rumah kaca, yang menandatangani kesepakatan CO2 tahun ini.
“Ada krisis jangka pendek yang terjadi saat ini. Saya pikir itu, pada akhirnya, akan mempercepat tujuan jangka menengah hingga panjang tetapi mungkin tidak terasa seperti itu,” tutup penasihat global KPMG, Carl Carande. [Mohamad Deny Irawan]