Umat Islam di Indonesia sedang menghadapai cobaan. Perhelatan pesta demokrasi telah menyebabkan kerenggangan antaranak bangsa, termasuk di dalamnya umat Islam yang menjadi penduduk terbesar negeri ini. Kondisi yang kurang kondusif ini harus dibenahi. Umat Islam harus berbenah dalam segala hal. Mulai dari dakwah, pendidikan, politik, ekonomi, dan bidang-bidang lain. Tahun 2019 menjadi pengalaman berharga bagi umat Islam.
Dalam kesempatan ini, wartawan Majalah Gontor Fathurroji bersilaturahim ke Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Ketua Umum Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc untuk mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan umat Islam saat ini. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana Anda melihat kondisi bangsa, khususnya umat Islam, saat ini?
Pertama, umat Islam mendapatkan tugas dari Allah untuk selalu berdakwah dan amar makruf nahi munkar, bahkan predikat umat terbaik itu dikaitkan dengan dakwah dan amar makruf nahi munkar. Saya melihat berbagai persoalan keumatan dalam perspektif dakwah bukan politik praktis. Bagi umat Islam apakah bidang politk, ekonomi, pendidikan, sosial itu terkait dengan dakwah bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Bagaimana Anda melihat dakwah umat Islam saat ini?
Dalam bidang dakwah tampak menggembirakan. Allah memberikan berbagai macam nikmat kepada umat Islam Indonesia. Misalnya semangat anak-anak muda untuk belajar Islam, menghafal Alquran, ini satu kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di kampus-kampus, misalnya, semakin kampus itu diberikan “predikat-predikat yang tidak enak”, radikal, dan lainnya, tetapi secara kultural atau secara budaya gerakan itu tidak berpengaruh. Toh tidak apa-apa kalau dianggap radikal dalam arti positif. Contohnya sekarang mahasiswi semakin banyak yang memakai jilbab, tidak berkurang gara-gara disebut radikal. Jadi dari aspek itu saya bersyukur dengan perkembangan ini, dan saya mengimbau kepada umat Islam, kepada para dai, untuk terus menerus dalam menyampaikan ajaran Islam dengan baik, bijak dan penuh hikmah untuk membangun semangat beragama.
Tidak usah terlalu peduli dengan cap-cap seperti radikalisme, toh mereka juga melakukan sesuatu yang besifat radikal kepada umat Islam. Umat Islam tidak pernah berbuat radikal, umat Islam hanya berbuat sesuai keyakinan, dengan cara yang baik dan penuh hikmah, karena dalam Islam itu ada koridornya dalam berbuat sesuatu, “ud’u ila sabili rabbika bil hikmah wal mau’idhatil hasanah wa jadilhum bil lati hiya ahsan”. Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Bagaimana dengan ekonomi umat Islam saat ini?
Aspek ekonomi, walaupun banyak kekurangan tapi saya lihat ekonomi syariah mempunyai gerakan yang luas. Bukan hanya soal keuangan atau perbankan, tetapi ekonomi syariah itu membangun sikap hidup, gaya hidup, yang berorientasi pada proses. Contoh, kalau bunga, itu kan orientasinya hasil yang penting 2,5 persen atau 5 persen, tidak peduli itu halal atau haram. Tapi kalau dalam ekonomi syariah, proses itu diperhatikan apakah ini boleh atau tidak, jangan semata-mata tentang masalah hasil. Ini akan berpengaruh pada kehidupan. Kalau ekonomi syariah menjadi yang utama (menjadi mainstream), orang tidak akan berpikir tentang hasil. Mengapa sekarang banyak koruptor? Karena mereka berpikir tentang hasil, tidak pernah berpikir proses, yang penting dia kaya punya banyak uang, tidak peduli halal atau haram. Jadi ekonomi syariah mempunyai implikasi pada kelakuan, pada sikap atau gaya hidup.
Sekarang ada istilah Halal is My Style, halal adalah gaya hidup saya. Dan halal itu luas. Halal dalam soal makanan, minuman, pergaulan, ekonomi, wisata, hotel, dan lain sebagainya. Ini akan mempengaruhi kehidupan. Oleh karena itu umat Islam harus bergerak dalam berdakwah, tidak boleh berhenti. Tidak boleh mengukur maju atau mundur dalam aspek politik praktis. Jadi ekonomi keumatan itu harus diperkuat. Seperti di Malaysia ada gerakan Buy Muslim First, mendahulukan belanja kepada sesama Muslim.
Bagaimana dengan pendidikan Islam?
Aspek pendidikan, saya lihat kondisi sekarang tidak seperti keadaan 10 atau 20 tahun lalu. Dulu biasanya orang masuk pesantren itu setelah tidak diterima di mana-mana, tidak diterima di sekolah favorit akhirnya masuk pesantren, atau kalau ada anak-anak yang nakal biasanya di masukkan ke pesantren. Tetapi sekarang tidak, pesantren menjadi pilihan utama. Bahkan, saat ini ada juga yang mau masuk pondok pesantren itu harus waiting list, menunggu dahulu karena terlalu banyak yang mendaftar.
Perkembangan ini karena masyarakat sudah semakin sadar bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek ilmu pengetahuan saja tidak cukup dan tidak menyelesaikan masalah. Mengapa banyak perilaku buruk pada sebagian pelajar, itu karena jauh dari agama. Dia diberi ilmu pengetahuan tetapi keimanannya tidak diperbaiki, gaya hidupnya tidak diperbaiki.
Apalagi sekarang ini dengan adanya undang-undang pesantren, walaupun ada kekurangan tetapi kita harus bersyukur. UU pesantren adalah pengakuan formal pemerintah terhadap pesantren. Dengan UU, itu artinya pesantren diakui dengan hukum positif. Apalagi dalam UU itu ada muadalah. Seperti Gontor misalnya, tidak terlalu terpengaruh dengan sistem yang ada, yang penting jalan terus aktivitas pesantrennya karena sudah mempunyai visi dan misi tersendiri. Lembaga seperti Gontor sudah dimuadalahi oleh lembaga-lembaga pendidikan di luar negeri seperti di Mesir, Madinah, Sudan, dan Turki. Mereka sudah mengakui keberadaan alumni Gontor atau alumni pondok lainnya. Mereka dimuadalahkan dengan tamatan SMA, kemudian diakui oleh pemerintah. Ini kan suatu kemajuan, dan dari sisi kultural telah banyak memberikan harapan.
Bagaimana dengan politik umat saat ini?
Aspek politik praktis kita memang banyak mendapatkan masalah. Kita berada dalam kondisi yang cukup mengkhwatirkan, tetapi kita tidak boleh berputus asa, karena politik kita itu politik dakwah. Politik untuk dakwah dan dakwah untuk politik.
Apa yang dimaksud dengan dakwah politik?
Ketika kita berpolitik, itu harus ada unsur dakwah. Artinya harus bersih, tidak boleh menyuap, tidak boleh curang karena itu tidak ada manfaatnya. Dakwah dalam politik juga perlu, karena itu kita harus mempersiapkan kader yang masuk di berbagai posisi seperti di KPU, KPUD, DPR, DPRD, DPD, walikota, dan gubernur. Tapi semuanya dalam kerangka dakwah. Ketika menjadi walikota, misalnya, dia akan berpikir untuk menyejahterakan umat. Bukan berpikir untuk dirinya, misalnya, bagaimana mengembalikan modal kampanye. Akhirnya dia korupsi. Itu kan yang banyak terjadi sekarang ini.
Kita ingin di manapun posisi itu, panglimanya dakwah, bukan politik praktis. Akan capai kita kalau hanya soal politik praktis. Kalau dakwah lewat jabatan tidak memungkinkan, kita bergerak di bidang lainnya, seperti memakmurkan masjid, menguatkan pesantren, usaha-usaha ekonomi Muslim dikuatkan seperti 212 Mart dan gerakan keumatan lainnya. Jadi kita jangan masuk dari satu pintu kalau berdakwah. Masuklah dari pintu yang bermacam-macam, pintu ekonomi, pintu pendidikan, budaya dan lainnya.
Apakah umat Islam harus aktif di partai politik?
Silakan tapi harus bisa mempengaruhi, kalau masuk partai harus mempunyai misi, jangan malah dipengaruhi. Kalau kita posisinya lemah, daya tawarnya lemah, pribadinya lemah dan mempunyai kebutuhan akhirnya dipengaruhi. Karena itu ke depan kita harus mengkader secara khusus orang-orang yang mempunyai kekuatan. Kemampuan berdebat misalnya, seperti tokoh-tokoh Masyumi dahulu, yang membuat kita tidak pernah kecolongan dalam pembuatan Undang-Undang. Karena mereka tidak tidur saat sidang, karena khawatir kalau ketiduran itu dimanfaatkan oleh orang komunis. Tetapi kalau sekarang suka ada yang tidur saat sidang. Keadaan itu terjadi karena kita suka memilih orang yang mempunyai kekuatan ‘isi tas’, dan itu yang tidak akan mengubah keadaan. Makanya kita perlu menyiapkan kader-kader.
Karena itu saya mengimbau kepada ormas-ormas Islam, lembaga-lembaga pendidikan Islam, kita lahirkan kader-kader yang militan. Maksudnya militan itu yang berakhlak, berkepribadian Islam yang kuat yang bisa mempengaruhi. Said Quthub mengatakan, Muslim itu di mana pun berada dia mempengaruhi. Seperti ikan, hidup di air asin tapi tidak ikut asin. Itu bisa dilakukan jika ada latihan dan jaringan yang kuat.
Sekarang ini kita selalu memilih tokoh di tengah jalan. Saya selalu mengatakan kita tidak akan pernah beres kalau selalu memilih tokoh politik dengan cara instan. Seperti sekarang kita mempunyai pengalaman berharga, kita percaya kepada seseorang tetapi di ujungnya malah mengecewakan. Oleh karena itu dengan pengalaman ini jangan sampai nanti terulang, umat Islam itu tidak boleh dipatok ular dua kali, di lubang yang sama. Maka saya tidak mau gegabah, dalam melakukan kegiatan yang bisa merugikan kita.
Apa imbauan Anda kepada para ulama?
Kepada ulama yang sekarang mempunya jabatan atau kedudukan, saya mengimbau supaya menjaga dirinya, akhlaknya jangan sama dengan yang lain. Kalau ada ulama yang masuk di struktur pemerintahan silakan, tapi tampillah sebagai ulama, sebagai politisi Muslim yang baik, jujur dan amanah serta mempengaruhi yang lain. Misalnya ketika rapat datang waktu shalat, itu harus berhenti dulu untuk shalat. Para ulama dan aktivis Muslim yang menjadi pejabat harus memberikan pengaruh positif kepada yang lain.
Apakah Anda optimis generasi berikutnya akan lebih baik?
Di masa mendatang in syaa Allah kita optimis pada generasi pelajar sekarang yang aktif di pengajian, aktif di masjid, aktif di OSIS. Makanya saya sangat tidak setuju dan menyesalkan kalau ada pernyataan-pernyataan yang miring bahwa OSIS itu dipengaruhi radikalisme. Mengapa dikatakan radikalisme? Apakah karena mereka suka membaca Alquran dikatakan radikal? Apakah karena mereka suka pengajian disebut radikal? Itu penyebutan-penyebutan yang salah. Radikal itu yang tidak shalat, radikal itu yang merasa paling baik, radikal itu yang mudah menuduh orang lain, memfitnah orang lain. Karena itu generasi muda itu harus kita jaga, dari merekalah kita berharap Indonesia ke depan lebih baik lagi. Pengurus lembaga dakwah di sekolah-sekolah, penggerak dakwah di kampus-kampus, mereka itulah calon-calon pemimpin dan itu harus kita jaga. Kita bangun kesadaran kolektif tentang ini. Membangun masa depan Indonesia dengan sumber daya manusia (SDM) yang baik.
Untuk memperbaiki kondisi umat Islam ini, sebaiknya dimulai dari mana?
Di mulai dari SDM seperti yang dilakukan oleh Rasulullah. Satu demi satu sahabat yang masuk Islam dan akhirnya berkembang. Hadis kewajiban dakwah yang bunyinya “Sampaikanlah walau satu ayat” atau “Yang hadir sampaikan kepada yang tidak hadir”, itu kan tugas SDM. Kalau kita bicara SDM itu harus melahirkan SDM yang mempunyai ilmu pengetahuan, berakhlak, selalu berbuat baik, yang mempunyai karakter dan bisa menjadi contoh (leader). Ini bisa dilakukan melalui pelatihan-pelatihan, sekolah, kampus, pesantren dan lainnya. Umat Islam tidak boleh putus asa dalam menghadapi keadaan. Kita harus terus berbuat mempersembahkan yang terbaik sesuai bidang masing-masing. Soal kemenangan kita serahkan kepada Allah. Tugas kita hanya menyampaikan. Tugas kita hanya mendidik. Tugas kita hanya memperbaiki keadaan. Masalah hasil kita serahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. []