Isu radikalisme yang menjadi fokus Menteri Agama terpilih, Fachrul Razi, yang juga merupakan tugas dari Presiden Joko Wododo, sangat menyakiti hati umat Islam. Sebab, antiradikalisme itu terlihat tendensius menyalahkan umat Islam. Dengan hadirnya isu radikalisme, umat Islam seolah menjadi kelompok tertuduh. Terbukti dari pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan pemerintah terkait wacana itu.
Sebagai sebuah lembaga negara, pemerintah tidak seharusnya mengeluarkan wacana yang dapat menyakiti hati warganya. Namun sebaliknya, pemerintah harus bisa mengayomi dan menjaga rakyatnya dari bahaya radix yang dapat memecah persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selain itu, apabila memang ditemukan kasus radikalisme, pemerintah bisa langsung menangkap, menginterogasi dan disidangkan. Jika memang memang benar melakukan perbuatan ekstremisme maka pemerintah harus bisa membuktikan kepada masyarakat luas. Sehingga dengan demikian, masyarakat tidak terus dihantui oleh isu radikalisme dan kepercayaan terhadap pemerintah juga bisa terus terjaga.
Sikap pemerintah dengan isu radikalisme sangat jelas mengarah pada Islam, di mana umat Islam menjadi sasaran yang jelas. Dan hal itu sangat menyakiti hati umat Islam.
Jika isu radikalisme yang dilancarkan pemerintah tidak terbukti, maka isu tersebut hanya akan dipandang sebagai kekerasan verbal yang diarahkan kepada umat Islam. Misalnya saja penusukan mantan Menkopolhukam, Wiranto, yang dilakukan pasangan suami istri. Tuduhan radikal dalam kasus tersebut tidak bisa dibuktikan oleh penegak hukum. Menurut tokoh tempat tersangka tinggal, tersangka yang diidentikkan dengan Islam justru tidak pernah shalat di masjid atau bahkan juga tidak pernah mengikuti pengajian tertentu.
Selain itu, keterangan yang disampaikan penegak hukum bahwa tersangka itu sudah dipantau sejak tiga bulan lalu, namun mengapa mereka bisa kecolongan. Bahkan ada media yang memberitakan jika tersangka memiliki keterkaitan dengan ISIS, ternyata tidak. Hingga akhirnya dinyatakan stres berat.
Dalam hal ini pejabat pemerintah, aparat penegak hukum dan keamanan yang sudah menuduh terlebih dahulu adakah yang meminta maaf? Untuk itu tidak sewajarnya penegak hukum dan keamanan menuduh tanpa bukti.
Umat Islam, khususnya di Indonesia, merupakan umat yang paling toleransi. Hal itu bisa terlihat dari perdamaian yang terjadi di Bumi Pertiwi. Umat Islam juga setia dalam menjaga stabilitas dan kerukunan antarbangsa.
Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, para kesultanan Islam di Indonesia dengan ikhlas bersedia untuk membubarkan diri demi menjadi bagian dari Tanah Air Indonesia.
Selain itu, umat Islam paling memiliki sumbangsih terhadap kemerdekaan Indonesia dan lahirnya Pancasila. Maka sangat aneh jika ada yang mengatakan, umat Islam tidak Pancasilais, dan mereka yang selalu berteriak paling Pancasila tidak boleh menghilangkan pengorbanan para ulama di zama dulu.
Radikalisme seyogyanya memang harus kita tolak. Terutama pada bentuk tindakan nyata yang ingin memotong akar (radix) dari NKRI yang berdasarkan Pancasila. Namun pemerintah tidak bersikap adil dan bijaksana. Radikalisme yang ingin mengubah akar kehidupan kebangsaan berdasar Pancasila, tidak hanya bermotif keagamaan tapi juga bersifat politik dan ekonomi. Sistem dan praktik politik yang ada telah nyata bertentangan dengan sila keempat Pancasila. Begitu pula sistem dan praktik ekonomi nasional dewasa ini jelas menyimpang dari sila kelima Pancasila. Mengapa hal itu tidak dipandang sebagai bentuk radikalisme nyata terhadap Pancasila?
Bahkan ada sikap dan tindakan radikal yang juga terjadi dan nyata mengancam negara Pancasila seperti komunisme atau separatisme, tindakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI, tapi tidak dipandang sebagai musuh Negara Pancasila.
Jika presiden dan pemerintah hanya mengarahkan tuduhan dan tindakan antiradikalisme terhadap kalangan Islam, maka itu tidak akan berhasil dan hanya akan mengembangkan radikalisme yang bermotif keagamaan. Wallahu a’lam. []