Ponorogo, Gontornews –Pembukaan peringatan 100 tahun Pondok Modern Darussalam Gontor telah berlangsung pada Rabu, 27 September 2023 di Balai Pertemuan Pondok Modern Darussalam Gontor. Tidak hanya santri, asatidz dan segenap alumni Pondok Modern Darussalam Gontor utusan IKPM seluruh Indonesia, pembukaan peringatan 100 tahun Pondok Modern Darussalam Gontor ini juga didatangi sejumlah tamu penting.
Hadir saat pembukaan peringatan 100 tahun Pondok Modern Darussalam Gontor antara lain Wakil Rais ‘Aam PBNU sekaligus Ketua Umum MUI KH Anwar Iskandar, dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Tabligh Dakwah Komunitas, Kepesantrenan dan Pembinaan Haji-Umrah KH Sa’ad Ibrahim. Tamu-tamu undangan tersebut kemudian diminta menyampaikan kesan dan pesan untuk Pondok Modern Darussalam Gontor. Mewakili Nahdlatul Ulama, Wakil Rais Aam PBNU KH M Anwar Iskandar mengawali sambutannya.
Dalam sambutannya Wakil Rais ‘Aam PBNU sekaligus Ketua MUI KH Anwar Iskandar mengaku kagum pada Pondok Modern Darussalam Gontor. Karena dari sekian banyak pesantren yang pernah dikunjunginya hanya di Pondok Modern Darussalam Gontor ketua NU dan Muhammadiyah bisa duduk dalam satu forum “Bukan main,” tutur KH Anwar Iskandar saat berpidato.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tabligh Dakwah Komunitas, Kepesantrenan dan Pembinaan Haji-Umrah KH Sa’ad Ibrahim KH Sa’ad Ibrahim yang mengatakan kalau Muhammadiyah dan NU sudah melempar candaan seluruh persoalan Indonesia selesai. “Hanya di Pondok Modern Gontor doa penutup majelis versi NU dan Muhammadiyah sama-sama dikumandangkan. Nashrun minallahi wa fathun qorib Wa bassyiril mu’minin yang biasa digunakan warga Muhammadiyah dan Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Thariq yang biasa digunakan warga NU sama-sama dikumandangkan,” pungkasnya.
Sementara itu Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor KH Hasan Abdullah Sahal dalam sambutannya menegaskan Pondok Modern Darussalam Gontor telah melahirkan tokoh-tokoh penting baik di NU maupun Muhammadiyah. Di NU misalnya ada KH Idham Chalid dan KH Hasyim Muzadi. Di Muhammadiyah ada Prof Dr Din Syamsuddin. “Andaikata NU dan Muhammadiyah bersatu, dahsyat Indonesia. Yang penting sekarang noto ati (menata hati),” kata KH Hasan Abdullah Sahal. []