Dari waktu ke waktu, upaya melawan penjajahan asing terjadi di wilayah Indonesia dan banyak di antaranya dipengaruhi atau digerakkan oleh para ulama. Dosen Sejarah International Islamic University Malaysia Dr Alwi Alatas menjelaskan para ulama adalah pewaris para Nabi, pemimpin umat dan penanggung jawab dalam membimbing dan mengupayakan kemaslahatan umat. Sebaliknya, penjajahan menghilangkan banyak kemaslahatan dan memberikan pengaruh negatif di tengah masyarakat.
“Hingga hari ini para ulama terus berperan dalam upaya melawan penjajahan asing. Sebagian ulama ada yang berperan sebagai guru yang mengajarkan ilmu di tengah masyarakat, sebagian lainnya ada yang terlibat di dunia pergerakan dan aktif mendorong upaya perlawanan terhadap penjajahan. Namun ada kalanya aspirasi ulama dicurigai dan dimusuhi. Padahal sebagian ulama yang kadang bersikap keras dalam mengkritik, itu karena kecintaan yang besar terhadap agama dan juga negara,” jelasnya.
Wartawan Majalah Gontor, Muhammad Khaerul Muttaqien, berkesempatan mewawancarai Dosen Sejarah International Islamic University Malaysia Dr Alwi Alatas seputar kisah kepahlawanan ulama dari masa ke masa melalui email. Simak uraiannya di bawah ini!
Siapa saja yang berperan menggerakkan masyarakat melawan penjajahan?
Dari waktu ke waktu, upaya melawan penjajahan asing terjadi di wilayah Indonesia dan banyak di antaranya dipengaruhi atau digerakkan oleh para ulama dan para pemimpin kesultanan Islam. Saya tidak banyak mendalami tentang peranan kesultanan-kesultanan di Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan. Tapi saya kira banyak kesultanan telah memberikan dukungan mereka bagi kemerdekaan Indonesia. Misalnya saat Portugis menguasai Melaka, Kesultanan Aceh dan Demak mengirim pasukan untuk membebaskannya, walaupun sayangnya tidak berhasil. Tetapi di Jawa, Fatahilah dan pasukannya telah dikirim untuk menghalangi masuknya Portugis ke Sunda Kelapa, yang berhasil dengan gemilang. Selain itu Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Siak Sri Indrapura juga termasuk di antara kesultanan yang memberikan sokongan penuh bagi Republik Indonesia.
Pada masa-masa berikutnya, penjajah Belanda secara gradual menguasai wilayah Indonesia. Pada era-era tertentu terjadi perlawanan terhadap Belanda, dan agama seringkali memainkan peranan yang penting. Kaum Padri yang berperang melawan Belanda di Sumatera Barat pada abad ke-19 dipimpin oleh para ulama. Perang Diponegoro mendapat dukungan dari ulama seperti Kiai Maja. Masyarakat Aceh yang melawan invasi Belanda di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 banyak mengambil inspirasi perjuangan dari agama Islam dan kepemimpinan para ulama.
Apa kontribusi spesifik ulama dalam perlawanan terhadap Belanda dan Jepang?
Saya kira para ulama pada umumnya berperan penting dalam perjuangan, baik langsung terlibat dalam perlawanan fisik maupun tidak. Kontribusi ulama dalam hal ini saya kira dapat dibagi dua. Pertama, kontribusi di luar perlawanan fisik. Dalam hal ini mereka berperan membina kesabaran di tengah masyarakat, menjauhkan mereka dari rasa putus asa, menyiapkan bekal moral dan spiritual yang membuat mereka mampu bertahan di tengah kesulitan. Mereka juga memberikan kontribusi dalam menanamkan pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat. M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern, misalnya, menyebutkan bahwa sebelum pemerintah kolonial memperkenalkan sekolah bagi masyarakat pribumi di abad ke-19, para ulama telah berperan membangun literasi lewat pendidikan di pesantren-pesantren tradisional. Kedua, kontribusi saat terjadi perlawanan fisik. Nilai-nilai agama yang diajarkan oleh para ulama memberikan keberanian dan sifat rela berkorban dalam melawan penjajah dan membebaskan negeri.
Bagaimana organisasi Islam, seperti Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, Nahdlatul Ulama, dan lain-lain berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia?
Organisasi-organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan yang lainnya memiliki peran masing-masing yang khas. Pada akhir era Belanda, organisasi-organisasi ini berhimpun dalam wadah besar bernama Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang bertujuan menyatukan gerak langkah kaum Muslimin dan menyikapi politik kolonial. Walaupun bukan merupakan organisasi politik, MIAI menjalin kerjasama dengan Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Pada era Jepang, MIAI dibubarkan dan sebagai gantinya berdiri Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), yang terus berkiprah hingga ke era kemerdekaan. Selain itu, banyak tokoh organisasi Islam terlibat di tataran politik, antara lain lewat BPUPKI dan PPPKI, maupun di tengah masyarakat dalam memperjuangkan kemerdekaan. Saya pernah membaca bahwa ada banyak ulama yang direkrut oleh Jepang untuk menjadi pimpinan Pembela Tanah Air (PETA), karena mereka merupakan tokoh masyarakat. Walaupun mereka nantinya tidak meneruskan karir di militer, mereka telah ikut mempersiapkan para pejuang yang nantinya berperan dalam perjuangan kemerdekaan. Salah satu tokoh Muslim yang menjadi pemimpin PETA yaitu Kasman Singodimedjo.
Apa benar proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 tidak terlepas dari pesan tertulis ulama Muhammadiyah, KH Abdul Mukti, yang tinggal di Madiun kepada Bung Karno agar memproklamasikan Kemerdekaan RI pada bulan Ramadhan?
Memang ada narasi yang beredar tentang ini, tetapi saya belum pernah mendalami tentang hal ini, sehingga tidak dapat memastikannya. Bagaimanapun, narasi ini berbeda dengan apa yang sudah diterima luas di dalam sejarah Indonesia, bahwa kemerdekaan Indonesia diproklamasikan setelah proses negosiasi yang cukup alot di antara Bung Karno dan Bung Hatta dengan sekumpulan pemuda, yang kemudian berujung pada proklamasi kemerdekaan. Terlepas dari itu, tokoh-tokoh Islam, termasuk dari Muhammadiyah, memiliki peranan yang penting dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia melalui BPUPKI, PPKI, ataupun jalur perjuangan lainnya.
Bagaimana fakta sejarah Resolusi Jihad Pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari, dan Hari Pahlawan 10 November?
Resolusi jihad merupakan salah satu kontribusi yang agung di awal perang kemerdekaan. Ketika itu KH Hasyim Asy’ari – semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat-Nya yang luas – mengeluarkan fatwa berupa kewajiban umat (di sekitar Surabaya) untuk berjihad menghadapi penjajah Eropa yang hendak masuk kembali ke Indonesia. Fatwa ini kemudian ditegaskan kembali dan disebarluaskan oleh para ulama di Jawa Timur. Masyarakat Surabaya dan sekitarnya dengan serta merta menyambut fatwa tersebut. Mereka berbondong-bondong datang ke Surabaya dengan senjata apa saja yang ada pada mereka. Bung Tomo, yang memiliki hubungan baik dengan beberapa ulama di Jawa Timur, mengobarkan semangat perjuangan masyarakat dengan pekik merdeka dan takbir. Maka ketika Inggris menyerang Surabaya dengan persenjataan berat, masyarakat melakukan perlawanan habis-habisan dengan senjata-senjata mereka yang sederhana, sehingga jatuh banyak korban. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai hari pahlawan. Dalam konteks ini, kita tidak bisa mengabaikan bahwa bara api kepahlawanan itu telah dikobarkan oleh fatwa jihad ulama.
Siapa sebenarnya yang mengusulkan agar warna Bendera Indonesia Merah-Putih dan Lambang Negara Burung Garuda?
Dikatakan bahwa warna bendera merah dan putih sudah dikenal dan digunakan oleh beberapa kerajaan di Indonesia pada masa lalu. Bendera merah putih ini mulai digunakan pada kongres pemuda di tahun 1928. Walaupun dilarang untuk digunakan di era kolonial, merah putih kemudian ditetapkan sebagai bendera resmi Indonesia dan dikibarkan pada saat proklamasi 17 Agustus 1945. Ada yang menyebutkan bahwa warna bendera merah putih ini merupakan usulan dari Habib Idrus bin Salim al-Jufri, pendiri al-Khairat, Palu. Tapi sejauh yang kami ketahui, informasi ini tidak akurat. Lebih tepatnya Habib Idrus al-Jufri membuat syair di awal kemerdekaan Indonesia yang mengekspresikan rasa syukurnya. Di dalam syair itu ia memuji Bung Karno dan juga menyebut bendera merah putih sebagai kebanggaan Indonesia. Adapun lambang negara Burung Garuda, yang merancangnya pertama kali panitia yang dipimpin oleh Sultan Hamid II Algadri dari Pontianak. Lambang ini kemudian disempurnakan menjadi seperti yang digunakan sekarang ini.
Mengapa fatwa atau nilai agama yang disampaikan ulama bisa mempengaruhi semangat perjuangan melawan penjajah?
Karena para ulama bersikap istiqamah dan mampu membimbing masyarakat luas, maka kata-kata mereka menjadi sesuatu yang diikuti oleh masyarakat. Otoritas mereka dipegang kuat-kuat oleh masyarakat. Ketika mereka berfatwa, termasuk dalam perjuangan melawan penjajah, maka fatwa itu akan diikuti dengan penuh kesungguhan oleh orang banyak.
Bagaimana peran ulama dalam mempertahankan kemerdekaan?
Para ulama terus berperan di era pascakemerdekaan hingga ke hari ini. Mereka menjadi guru di tengah masyarakat, yang menanamkan bagi mereka makna dan nilai-nilai kehidupan serta memberikan panduan moral dan spiritual. Nilai-nilai itu telah tercermin, misalnya, di dalam Pancasila lewat kosakata seperti “Ketuhanan Yang Maha Esa”, “adil dan beradab”, “hikmah” serta “permusyawaratan”. Mereka juga memberikan kontribusi di bidang-bidang yang lain, baik sosial kemasyarakatan maupun politik dan kenegaraan. Adakalanya aspirasi mereka ini dicurigai dan dimusuhi oleh pemerintah. Sebagian ulama kadang bersikap keras dalam mengkritik, tetapi sebenarnya mereka melakukan hal itu karena kecintaan yang besar terhadap agama dan juga negara. Mereka tidak mau agama dimusuhi dan dipinggirkan dari peran kemasyarakatan dan kenegaraan. Selain itu, kadang mereka juga khawatir masyarakat dan negara ini terjerumus ke dalam kerusakan dan kehancuran. Hal-hal semacam ini perlu disikapi dengan komunikasi yang baik, dan bukannya dikecilkan atau dihadapi dengan permusuhan, karena bagaimanapun juga agama Islam dan para ulama memiliki kontribusi yang tidak kecil di republik ini.
Apa tantangan yang dihadapi ulama dalam menghadapi perjuangan ini?
Tantangan terbesar para ulama istiqamah dengan ilmu yang dimiliki dan tidak tergoda dengan dunia. Ulama adalah pewaris para Nabi, tetapi kadang ada juga ulama yang buruk (suu’). Kalau ulama sampai tergoda dengan dunia, maka mereka tidak akan membimbing umat dengan ilmu mereka, malah justru merusak mereka atas nama ilmu agama. Ini saya kira tantangan terbesar yang dihadapi oleh para ulama. Cara mengatasinya dengan selalu mengikhlaskan niat dan selalu ingat akan akhirat.
Tantangan lainnya untuk era modern ini tidak pahamnya sebagian ulama terhadap pemikiran Barat modern sehingga tidak dapat merespons dengan tepat gagasan-gagasan baru yang muncul di tengah masyarakat, yang membingungkan banyak orang. Para ulama hari ini juga perlu memahami dengan baik pandangan alam Barat (Western worldview) dan pandangan alam Islam (Islamic worldview) sehingga dapat merespons tantangan yang ada sekarang ini. Karena tantangan utama di era modern ini merupakan penjajahan dalam bentuk pemikiran, yang sebetulnya lebih berbahaya dibandingkan penjajahan fisik yang pernah terjadi dahulu.
Apa kritik dan saran Anda untuk pemerintah, ulama dan Masyarakat, bagaimana seharusnya mereka berperan dalam memajukan Indonesia?
Hendaknya semua selalu jujur dan bersungguh-sungguh dalam mengupayakan kemaslahatan umum, serta berusaha menjalankan adab yang baik. Para ulama perlu ikhlas dan juga zuhud (menjauhi dunia), sehingga nasihat mereka kepada pemerintah dan kepada orang banyak dapat memberikan pengaruh yang signifikan. Mereka perlu menguasai dan penyebarluaskan ilmu yang benar, bukan ilmu yang tercemar oleh pemikiran dan ideologi menyimpang. Pemerintah harus mengelola negara dengan sebaik-baiknya serta meninggalkan praktik-praktik korupsi, karena Indonesia yang sudah kaya dengan sumberdaya alam ini semestinya dapat memberikan kemakmuran yang maksimal bagi masyarakat sekiranya dikelola dengan amanah. Dan masyarakat perlu meningkatkan ilmu dan kemampuan mereka dalam hal apa saja yang dapat memberikan manfaat kepada sesama. []