Tanggal 12 Rabiul Awal menjadi kalender yang diperingati sebagai Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya, umat Islam, khususnya di Indonesia menggelar acara untuk memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Bukan sekadar memperingati dengan beragam acara, sudah selayaknya umat Islam juga meneladani ajaran yang dibawa Rasulullah secara benar dan istiqamah.
Terkadang sebagian dari umat Islam, senang dengan hingar bingar perayaan atas kelahiran manusia agung di muka bumi ini. Namun setelah itu, lupa dan lalai akan ajaran yang dibawa Rasulullah kepada umat Islam. Saatnya umat Islam bersatu menjalankan ajaran Rasulullah dalam berbagai aspek kehidupan di muka bumi ini.
Menurut Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc, persatuan umat yang sesungguhnya tidak tercipta karena uang atau koalisi kekuasaan. Persatuan umat lahir dari kekuatan ukhuwah yang dilandasi keimanan. Sedangkan kekuatan ukhuwah itu sendiri bergantung pada gerakan hati dan semangat yang sama dari umat Islam.
“Nabi Muhammad pembangun ukhuwah umat Islam yang pertama kali dan paling berhasil. Nabi Muhammad bukan hanya tokoh sejarah, melainkan juga utusan Allah atau pembawa risalah yang ajaran-ajaran, perkataan, dan perbuatannya wajib diikuti oleh setiap Muslim,” ungkapnya.
Menurut para ahli sejarah yang meneliti Sirah Nabawiyah, sekurang-kurangnya terdapat empat pilar kekuatan masyarakat dan negara yang dibangun dan diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW. Pertama, kekuatan akidah dan ibadah. Nabi Muhammad menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan akidah, ibadah, dan muamalah dalam masyarakat Islam dengan berbagai ragam latar belakang sosial budayanya.
Kedua, kekuatan ekonomi, yaitu dengan membangun etos kerja umat, menegakkan moral para pelaku ekonomi, serta menggerakkan potensi zakat, infak, sedekah, dan wakaf sebagai sistem jaminan sosial melalui peran negara dengan membentuk baitul mal.
Ketiga, kekuatan sosial. Dalam hal ini, Nabi Muhammad membangun hubungan persaudaraan, ukhuwah Islamiyah, membudayakan tolong-menolong di antara sesama Muslim.
Keempat, kekuatan politik. Nabi Muhammad membentuk kontrak politik dengan semua unsur dan komponen masyarakat melalui Piagam Madinah. Piagam Madinah merupakan piagam negara tertulis pertama di dunia, jauh sebelum munculnya Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia yang dilahirkan PBB pada 1948.
“Jika saat kita mengadakan peringatan hari lahir manusia yang paling mulia dan khataman nabiyyin walmursalin, yaitu Muhammad Rasulullah SAW, diharapkan peringatan ini menginspirasi umat Islam dan bangsa Indonesia untuk lebih menghayati dan mengamalkan syariah dan nilai-nilai Islam guna menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan kekinian,” jelasnya.
Kiai Didin juga menjelaskan, umat Islam yang tercerai-berai karena kepentingan golongan, organisasi, atau mazhab, apalagi dengan bangga menganggap golongan sendiri lebih hebat dan terbesar daripada golongan lain niscaya akan sulit dipersatukan untuk mengusung visi keumatan dan kebangsaan.
Kiai Didin juga menambahkan, dakwah dan politik merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Namun saat ini, justru dakwah dan politik seperti berbeda nilai. “Dalam kondisi sekarang, politik itu ada kecenderungan bukan politik yang sehat. Bukan dakwah politik yang berdasar nilai dan etika, tetapi politik jangka pendek atau pragmatis,” ungkap Kiai Didin.
Menurut Kiai Didin, politik penting karena dapat menjadi wasilah dalam memajukan dan meluaskan dakwah. “Cara untuk memudahkan urusan dakwah, tentu politik kita politik untuk dakwah. Bukan politik untuk mencari kekuasaan semata. Tetapi meraih kekuasaan untuk kepentingan dakwah,” tuturnya.
“Politik dianggap kotor, supaya umat Islam tidak berpolitik. Akibat umat Islam alergi dengan politik, akhirnya politik dikuasai oleh orang yang menghalalkan segala cara,” kata Kiai Didin dikutip Suara Islam, Sabtu (23/7).
Untuk mengatur dan mengendalikan sesuatu diperlukan orang yang pandai dan amanah. “Oleh karena itu, politik itu perlu namun politik yang bersih, jujur dan sesuai ajaran Islam,” jelas Kiai Didin.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dalam sebuah kesempatan mengatakan, pentingnya menjadikan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai momentum memperdalam cinta terhadap Nabi Muhammad SAW, sekaligus memperkuat komitmen menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan termasuk dalam aspek kepemimpinan.
Pemaknaan seperti itu, menurut Hidayat, diperlukan agar para pemimpin bisa introspeksi untuk memperbaiki kepemimpinannya. Dan untuk meningkatkan kualitas kepemimpinannya, di tengah apatisme umat dan rakyat. Juga di tengah tantangan kehidupan yang makin kompleks.
Dengan memperingati Maulid, sesungguhnya Allah memberikan kesempatan untuk perbaikan kualitas kepemimpinan. Karena keteladanan Nabi Muhammad SAW selain dalam bidang akhlak juga dalam bidang kepemimpinan. Bahkan sukses kepemimpinan baik dalam skala pribadi, sosial kemasyarakatan, bahkan kepemimpinan politik.
“Ayat ke-21 dari surat al Ahzab, yang dirujuk untuk menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan, adalah bagian dari rangkaian ayat ke-9 hingga ayat ke-27 dari surat al Ahzab yang menghadirkan bukti keunggulan kepemimpinan Rasulullah SAW yang menjadi teladan dan relevan di setiap zaman dan peran,” kata Hidayat.
Hidayat menjelaskan, model kepemimpinan dari keteladanan Rasulullah SAW yang telah diabadikan dalam Al-Quran. Kisah perang Ahzab yang diabadikan Allah SWT dalam Al-Quran mengabarkan kepada kita betapa peliknya situasi kaum Muslimin saat itu, dengan banyaknya musuh, keraguan, hasutan, pengkhianatan, konspirasi, dan tindakan berbahaya lainnya dari pihak kaum musyrikin dan Yahudi Quraizhah. Namun justru di situlah Allah SWT tegaskan status Nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah, yang dengan bijak memberdayakan seluruh potensi terbaik umat, mencontohkan ketakwaan, keberanian, dan ketabahan.
“Akhirnya jaya dan selamatlah kaum Muslimin saat itu dengan peran utama kepemimpinan dan kebijaksanaan Rasulullah SAW sepanjang peristiwa menegangkan tersebut, sebuah keteladanan agung yang diabadikan Al-Quran, ditiru dan dijunjung oleh ‘rijal’, yakni generasi demi generasi yang meneladani beliau dengan penuh ketulusan dan kesetiaan,” jelas HNW.
Terutama di masa penuh tantangan dan ancaman seperti dampak-dampak pasca pandemi. Atau pun meluasnya apatisme publik dan terutama generasi muda terhadap politik. Dia berharap keteladanan Rasulullah SAW menginspirasi, dari kejujuran, amanah, bakti dan pengabdian yang dapat dicontoh dalam menghadirkan kepemimpinan ormas, organisasi, dan partai politik.
“Bahkan inspirasi bagi generasi milenial dan Gen Z agar tetap berani dan berakhlak, tabah dan cendekia. Dan teladan untuk kepemimpinan yang sukses bukan hanya untuk dimensi akhirat saja, tapi juga sukses saat di dunia. Keteladanan pemimpin yang hadirkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” tutup HNW.
Ia juga mengajak kaum terdidik atau para pemuda untuk berkiprah dalam politik. “Politik itu tidak kotor. Yang mengotori politik yaitu sosok yang memiliki niatan buruk terjun ke dunia politik,” ujar Hidayat.
Menurut Hidayat, politik merupakan pintu masuk untuk berkiprah di pemerintahan dan menjadi pejabat publik serta mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menyejahterakan rakyat dengan prinsip keadilan.
“Intinya generasi muda berpolitik itu wajib. Atau bisa juga berpolitik di jalanan mengungkapkan ekspresi terkait dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat atau berpolitik di jalur formal di parlemen baik daerah dan pusat,” ujarnya.
Hidayat mengatakan, pemikiran mengenai politik kotor akan selamanya membuat pemuda tidak akan berpolitik dan politik kotor itu akan terus memproduksi produk-produk kotor.
“Maka siap-siaplah bangsa ini akan terus terjadi korupsi, penyelewengan amanah jabatan, kerusakan lingkungan, dekadensi moral dan lainnya. Apakah kita terima itu, ya pasti tidak,” imbuhnya.
Dia mendorong pemuda membalikkan keadaan dengan menjadikan politik itu bersih. Hal ini akan membuat produk politik yang dihasilkan bersih pula. Salah satu caranya melalui agama.
“Agama akan membersihkan kekotoran politik. Jika itu terjadi maka politik akan bersih dan akan melahirkan produk politik yang bersih. Ingat bangsa ini merdeka karena kebersihan dan ketulusan para pejuangnya,” kata politisi PKS ini.
Hidayat menjelaskan, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW jangan dijadikan sebatas tradisi tahunan semata. Melainkan jadi momentum kebangkitan umat.”Berkah dari maulid ini melahirkan umat yang bermartabat sehingga mampu membebaskan al-Aqsha. Inilah asbabul wurud (sebab kemunculan atau kedatangan—Red) Maulid,” ujar Hidayat.
Ia menceritakan asal mula munculnya peringatan Maulid Nabi di dalam sejarah Islam. Peringatan ini pertama kali diinisasi oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi setelah melihat kondisi umat Islam saat itu yang dalam keterpurukan. “Akibatnya, umat jadi lemah. Dijajahlah dunia Islam, termasuk Masjid al-Aqsha di Palestina,” tutur Hidayat.
Sebagai generasi yang lahir dari sistem madrasah nizhamiyah di masanya, Sultan Salahuddin tidak rela dengan kondisi kritis akidah yang menjangkiti umat Islam. “Beliau ingin mengembalikan izzah (martabat) umat. Sehingga salah satunya dengan mengingat Rasulullah SAW melalui peringatan Maulid. Subhanallah, melalui Maulid, umat jadi bangkit,” ujar Hidayat.
Ustadz Abdul Somad, atau yang akrab disapa UAS, mengatakan, Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan momen untuk menunjukkan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Maulid juga merupakan waktu yang tepat untuk mengenalkan generasi muda tentang sejarah kehidupan Sang Nabi.
“Buatlah pengajian tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW, bawa anak-anak ke toko buku, belikan buku sejarah Nabi, kalaupun mereka tidak membaca saat kita masih hidup, kelak dia akan membacanya ketika kita mati, dan saat dia membaca dan sadar akan agungnya sosok Nabi Muhammad SAW, maka dia akan kenalkan pula sosok Rasulullah pada anak-anak mereka,” tutur ulama berdarah Melayu itu melalui postingan Instagram pribadinya, Selasa (19/10).
Dia berharap Maulid Nabi dapat dimaksimalkan sebagai bulan untuk mengenalkan sosok Rasulullah sebagai teladan umat, kepada anak-anak muda, sehingga rasa cinta pada Nabi Muhammad SAW dapat terus berlanjut.
“Semoga bulan ini dapat dimaksimalkan sebagai bulan untuk mengenalkan sosok teladan umat, kekasih Allah SWT, kepada generasi muda, sehingga setelah mereka kenal, mereka akan cinta pada Rasulullah, dan menurunkan rasa cinta itu kepada generasi setelahnya, terus-menerus,” ujarnya. []