Bumi tempat kehidupan manusia selalu penuh cerita. Berkali-kali bumi ini sempat berguncang menunjukkan kekuatan Sang Pencipta. Ada teguran dan pesan yang tersirat dari setiap fenomena alam yang ditunjukkan-Nya. Tak terkecuali wabah corona.
Bencana alam merupakan kejadian paling mengerikan karena tidak dapat diduga kedatangannya. Bencana alam memberikan efek yang besar terhadap kehidupan manusia. Ia bisa menghancurkan infrastruktur suatu kota hingga menelan banyak korban jiwa, seperti gempa bumi, tsunami, banjir bandang, dan letusan gunung api. Di Indonesia tepatnya di Aceh, pernah terjadi tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam.
Tsunami yang dipicu oleh gempa berkekuatan 9,3 SR itu terjadi di kedalaman 30 km di bawah dasar laut dan berjarak 100 km dari pantai barat Aceh. Gempa tersebut menyebabkan gelombang tsunami setinggi 9 meter yang kemudian menyapu daratan Aceh. Bencana ini menewaskan lebih dari 220 ribu jiwa.
Peristiwa itu juga menelan korban di Semenanjung Malaysia, Thailand, India, Srilanka, dan pantai timur Afrika. Gempa dan tsunami Aceh merupakan bencana alam paling dahsyat dengan jumlah korban jiwa terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
Selain itu, musibah yang sedang marak diperbincangkan saat ini yakni pandemi virus corona (COVID-19). Pada April 2020, tercatat puluhan ribu korban jiwa dari seluruh dunia. Lebih dari 2 juta jiwa terinveksi COVID-19. Jumlah ini tentu sangat mengkhawatirkan. Sebab, jumlah korban jiwa akan terus bertambah.
Di Indonesia, pandemi corona juga terus menyedot perhatian masyarakat luas. Sampai tulisan ini dibuat (18 April 2020), sebanyak 6.248 terinfeksi virus, dan 535 orang tewas akibat virus mematikan itu. Masalah ini secara perlahan menggiring pemikiran kaum Muslimin agar bisa lebih waspada dan bijak menyikapi musibah, agar mampu melewatinya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.
Namun, minimnya pemahaman dalam memaknai hikmah dari takdir Illahi ini, justru akan makin menyulitkan umat melewati semua masalah yang sedang dihadapi. Sebagai contoh, kebanyakan masyarakat menganggap bahwa musibah yang menimpanya hanya sebatas faktor bencana alam semata, tanpa ada campur tangan Sang Illahi Rabbi. Kesalahan inilah yang lantas melalaikan umat. Sehingga mereka lupa untuk merenungkan bahwa sangat mungkin musibah itu merupakan bagian dari teguran Allah SWT.
Lalu bagaimana ajaran Islam memaknai bermacam musibah itu? Dr M Sarbini MHI, ketua umum Dewan Pengurus Pusat HASMI (Himpunan Ahlussunnah untuk Masyarakat Islami), menuturkan, kehidupan dunia merupakan putaran ujian demi ujian. Tak ada satu pun manusia yang lepas dari ujian. ”Baik ujian yang menyenangkan maupun ujian yang tidak menyenangkan,” paparnya.
Saat mendapatkan ujian yang menyenangkan, kaum Muslimin diajarkan untuk menghadapinya dengan rasa syukur. Saat mendapatkan ujian yang tidak menyenangkan, kaum Muslimin pun diajak untuk kembali menghadapinya dengan bersabar. Begitulah anugerah Allah SWT untuk melihat siapa hamba-Nya yang bermutu dan siapa yang hampa. Karena itu, seorang Muslim akan selalu berada dalam dua sikap utama sepanjang hidupnya: bersyukur kepada Allah SWT dan sabar atas segala ketentuannya. Termasuk sabar dalam menaati-Nya, sabar dalam menjauhi larangan-Nya, dan sabar dalam berbagai ujian yang tidak menyenangkan baginya.
Solusi Islam
Saat ini manusia sedang menghadapi bencana kesehatan yang mendera hampir sebagian besar penduduk dunia, yaitu penyebaran wabah COVID-19. Manusia menghadapi rasa takut yang mencekam, rasa takut yang normal yang memang diciptakan Allah SWT sebagai tabiat manusiawi. “(Setelah mereka berkumpul) mereka berkata, ’Hai Musa (pilihlah), apakah kamu yang melemparkan (dahulu) atau kamikah orang yang mula-mula melemparkan?’. Berkata Musa, ’Silakan kamu sekalian melemparkan’. Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam hatinya.” (QS Thaha: 65-67).
Tetapi Allah SWT menghibur orang-orang yang sabar dan tawakkal di tengah rasa takutnya yang mencekam dan rasa sakitnya yang mendera dengan pahala besar yang akan diberikan kepadanya. ”Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ’Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun.’ Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS al-Baqarah: 155-157).
Pada ayat ini, Allah SWT menyebutkan tabiat manusia saat terkena ujian yaitu rasa takut, kelaparan, merasa kurang harta, juga sedih kehilangan orang-orang yang dicintainya. Jadi wajar kalau mereka mengalami kondisi itu semua. Akan tetapi Allah SWT menjanjikan anugerah dan pahala yang besar, saat seorang hamba dengan penuh kesabaran, melewati masa-masa yang tidak menyenangkan itu. Sabar berarti meyakini bahwa semua makhluk milik Allah SWT dan semuanya akan kembali kepada-Nya.
Sarbini menyebutkan, karena kita semua milik Allah SWT, maka kita menjadi hamba Allah SWT dengan tetap komitmen beribadah kepada-Nya. Karena kita milik Allah SWT, maka kita tetap menjalankan perintah Allah SWT di saat bencana mendera. ”Teruslah berusaha dengan berobat, menjaga kesehatan, menjaga diri dan keluarga agar jangan sampai tertular, serta semua usaha yang diperintahkan Allah SWT untuk selamat dari bencana.”
”Jika pada akhirnya Allah SWT menghendaki kita kembali kepada-Nya, maka itu pun adalah bagian dari kesabaran,” ujar Sarbini kepada Majalah Gontor. Karena pasti, sekarang ataupun nanti, kita pasti akan kembali kepada-Nya.
Semua yang kita lakukan dalam kesabaran ini pahalanya sudah dijanjikan Allah SWT dalam ayat tersebut yaitu, diberi rahmat, ampunan, dan kehormatan di sisi-Nya, serta selalu mendapatkan hidayah dari-Nya. Baik saat menjalani kehidupannya maupun saat nanti memasuki surga.
Dari Aisyah RA, dia berkata, ”Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang wabah (tha’un), maka Rasulullah SAW mengabarkan kepadaku, ’Bahwasanya wabah (tha’un) itu adalah azab yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah jadikan sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tidaklah seseorang yang ketika terjadi wabah (tha’un) dia tinggal di kampungnya, bersabar, dan berharap pahala (di sisi Allah), dia yakin bahwasanya tidak akan menimpanya kecuali apa yang ditetapkan Allah untuknya, maka dia akan mendapatkan seperti pahala syahid’.” (HR Bukhari [3474], an-Nasa’i di dalam as-Sunan al-Kubra [7527] dan Ahmad [26139]).
Terkait pencegahan penyebaran virus corona, UAS (Ustadz Abdul Shomad) juga mengingatkan agar masyarakat dapat menjaga kesucian dan kebersihan tangan. Hal ini sebagaimana telah diajarkan dalam ajaran Islam yakni selalu menjaga kebersihan tubuh khususnya dengan berwudhu.
Kebiasaan menjaga kebersihan, katanya, dimulai dari bangun tidur, shalat Shubuh, shalat Dhuha, shalat Dzuhur, shalat Ashar, shalat Maghrib, shalat Isya, hingga shalat Tahajud pada tengah malam. “Tangan kita bersih, steril. Kemudian pula, kuman masuk dari dua jalur yaitu lubang hidung dan lubang mulut,” jelas UAS.
Karenanya, ketika berwudhu disunahkan untuk berkumur-kumur dan istinsyaq atau menghirup air ke dalam hidung. Prof Dr Syahathah, bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Alexandria, Mesir, membuktikan bahwa istinsyaq dapat membersihkan hidung dari kuman-kuman dan mengeluarkan kuman, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi hidung.
Begitu sempurnanya hukum Islam, terlihat dari banyaknya solusi yang ditawarkan Islam di saat ujian datang. Karenanya, kaum Muslimin harus terus menjaga kebersihan diri dan lingkungan sebab kebersihan adalah sebagian dari iman. Teruslah berusaha, berdoa, dan optimis dalam menghadapi segala ujian dari setiap musibah yang menerpa.
Semoga semua usaha dan tawakkal kita kepada Allah SWT, menjadi sarana kedekatan kita kepada Sang Khaliq, penggugur dosa-dosa, dan bisa menambah ladang pahala sebagai bekal di kehidupan akhirat nanti, aamiin. []