Landasan Teologis
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (QS Al-Hujurat: 13)
Asbabunnuzul
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, turunnya Surat Al-Hujurat ayat 13 dilatarbelakangi dengan peristiwa sahabat Abu Hindin yang hendak dinikahkan dengan perempuan dari Bani Bayadah. Namun sebagian orang dari suku tersebut bertanya-bertanya dan berucap seakan memandang rendah Abu Hindin. Mereka mengatakan, “Apakah patut kami mengawinkan gadis-gadis kami dengan budak-budak?”
Karena itulah, ayat ini diturunkan agar manusia tidak menghina seseorang berdasarkan pangkat ataupun kedudukannya.
Interpretasi Para Mufasir
Imam Ar-Razi dalam kitab tafsir Mafātīh Al-Ghayb menegaskan agar manusia tidak saling meninggikan diri, sombong, dan membanggakan diri di hadapan manusia yang lain. Karena apa pun kondisinya, manusia tetaplah manusia. Mereka sama-sama berasal dari bapak dan ibu yang sama.
Sedangkan dalam Tafsir Al-Wajiz disebutkan kandungan ayat sebagai berikut: 1) Allah SWT menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal, 2) Orang yang paling mulia di hadapan Allah SWT adalah orang yang bertakwa, 3) Manusia tidak boleh sombong dengan apa saja yang ia miliki, 4) Harus saling menghargai dan menghormati suku bangsa lain.
Nilai-Nilai Pedagogis
Surat Al-Hujurat ayat 13 berbicara tentang persatuan, keberagaman, dan kesetaraan umat manusia. Nilai-nilai pedagogis yang dapat diambil dari ayat ini antara lain, ayat ini memiliki relevansi penting dalam upaya mengharmoniskan keberagaman dan mencegah perpecahan, khususnya dalam konteks pendidikan dan kehidupan sosial. Berikut ini nilai-nilai pedagogis dari kajian ayat ini:
Pertama, Kesetaraan dan Persamaan Hak. Ayat ini menekankan bahwa semua manusia diciptakan oleh Allah dari asal yang sama, tanpa memandang suku, ras, atau bangsa. Ini memberikan pelajaran bahwa setiap individu memiliki hak dan martabat yang sama, tanpa diskriminasi berdasarkan perbedaan etnis atau sosial. Dalam konteks pendidikan, nilai ini penting dalam mendorong penghormatan terhadap semua siswa atau masyarakat, terlepas dari latar belakang budaya, agama, atau status sosial mereka.
Kedua, Keberagaman sebagai Karunia. Allah menciptakan manusia dengan suku dan bangsa yang berbeda-beda agar mereka saling mengenal (lita’ārafū). Keberagaman tidak seharusnya menjadi alasan untuk memecah belah, tetapi justru untuk memperkaya interaksi dan pemahaman antarmanusia. Nilai ini mengajarkan pentingnya menghargai perbedaan dan mempromosikan sikap inklusif (sikap yang bisa memahami sudut pandang orang lain) di dalam kelas atau masyarakat.
Ketiga, Persaudaraan dan Solidaritas. Ayat ini menekankan bahwa yang paling mulia di sisi Allah yaitu mereka yang paling bertakwa. Ini berarti kualitas individu lebih dinilai dari segi moralitas dan spiritualitas, bukan berdasarkan ras atau keturunan. Dari perspektif pedagogis, hal ini mengajarkan bahwa penghargaan terhadap individu harus didasarkan pada sikap dan tindakan mereka, bukan pada asal-usul. Ini membangun persaudaraan yang kuat di antara siswa, guru, dan masyarakat.
Keempat, Mencegah Perpecahan dan Konflik. Dengan menekankan persamaan dan pentingnya mengenal satu sama lain, ayat ini memberikan fondasi untuk mencegah konflik yang disebabkan oleh prasangka, diskriminasi, atau sikap etnosentrisme. Dalam dunia pendidikan, hal ini menanamkan sikap dialogis dan pengembangan keterampilan komunikasi antarbudaya, yang penting untuk menciptakan lingkungan yang damai dan harmonis.
Keragaman dan Perbedaan
Keragaman dan perbedaan merupakan hukum alam (sunnatullah) yang tidak dapat dihindari. Keragaman merupakan suatu kondisi dalam masyarakat karena adanya banyak perbedaan dalam berbagai bidang. Adanya berbagai perbedaan itu menunjukkan keragaman umat Islam. Keragaman itu harus dipahami dan diterima dengan kelapangan jiwa. Janganlah umat Islam menjadi bercerai-berai karena perbedaan.
Nilai dan semangat perdamaian di tengah keberagaman dan perbedaan merupakan ajaran utama dari syariat yang dibawa Nabi Muhammad SAW sebagai rahmatan lil ‘aalamiin. Islam adalah agama yang menjungjung tinggi nilai keberagaman dan perbedaan. Rasulullah SAW bersabda:
الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ (رواه أحمد)
“Al-Jama’ah merupakan rahmat dan perpecahan merupakan azab.” (HR Ahmad)
Berhati-hatilah dalam meluapkan amarah, kekecewaan, dan kesedihan yang menyebabkan perpecahan. Rasulullah SAW bersabda:
وَمَنْ كَظَمَ غَيْظَهُ، وَلَوْ شَاءَ أَنْ يُمْضِيَهُ أَمْضَاهُ، مَلأَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَلْبَهُ أَمْنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كَفَّ غَضَبَهُ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang meninggalkan amarahnya, Allah akan tutup aurat (kesalahan/kekurangan/aib)-nya. Siapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu melakukannya, Allah ‘azza wa jalla akan memenuhi hatinya dengan rasa aman pada hari kiamat.“ (HR Ibnu Asakir)
Perpecahan terjadi akibat perselisihan (ikhtilaf). Al-Asfahani (w. 502 H) membedakan antara tafarruq (perpecahan) dan ikhtilaf (perselisihan). Tafarruq akan mengakibatkan perpisahan dan perpecahan sedangkan ikhtilaf akan mengakibatkan perbedaan dan ketidaksamaan. Oleh karena itu tafarruq dalam bentuk apapun dilarang oleh syariat. Sementara itu ikhtilaf ada yang dilarang dan ada yang ditolerir.
Adapun orang yang suka perpecahan itu dijelaskan oleh Nabi SAW dalam sabdanya:
إِيَّاكُمْ وَسُوْءَ ذَاتِ الْبَيْنِ فَإِنَّهَا الْحَالِقَةُ (رواه الترمذي)
“Jauhkanlah dari merusak hubungan karena itu pencukur agama.” (HR Tirmidzi)
Keharmonisan akan tercipta dengan sesama umat manusia dengan menjauhi kebencian, kedengkian dan membelakangi mereka karena ketidaksukaan terhadapnya. Rasulullah SAW mengingatkan dalam sabdanya:
لَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ
“Janganlah kalian saling membenci, janganlah saling mendengki, dan janganlah kalian saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga malam.” (HR Al-Bukhari No. 5612)
Demikian, semakin saling mengenal maka kita semakin harmonis dalam kekeluargaan sesama manusia. Rasulullah SAW bersabda:
تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُوْنَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِى الأَهْلِ مَثْرَاةٌ فِى الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِى الأَثَرِ
“Pelajarilah nasab-nasab kalian untuk mempererat silaturahim, karena silaturahim itu menanamkan rasa cinta kepada kekeluargaan, memperbanyak harta dan memperpanjang usia.” (HR Tirmidzi)
Mengharmoniskan Keberagaman
Lalu bagaimana cara mengharmoniskan keberagaman sebagai upaya menjembatani perbedaan dan mencegah perpecahan antarumat manusia? Pertama, menciptakan perdamaian. Allah SWT berfirman:
وَاِنْ جَنَحُوْا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Tetapi jika mereka condong kepada perdamaian, maka terimalah dan bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS Al-Anfal: 61)
Kedua, menghilangkan kedengkian. Rasulullah SAW bersabda:
تَصَافَحُوا يَذْهَبْ الْغِلُّ وَتَهَادَوْا تَحَابُّوا وَتَذْهَبْ الشَّحْنَاءُ
“Hendaklah kalian saling berjabat tangan, niscaya maka akan hilanglah kedengkian. Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya akan saling mencintai dan menghilanglah permusuhan.” (HR Malik No. 1413)
Ketiga, mendamaikan kedua pihak yang berselisih. Allah SWT berfirman:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ࣖ
Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. (QS Al-Hujurat: 10)
Keempat, saling melindungi. Allah berfirman:
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ اِلَّا تَفْعَلُوْهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الْاَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌۗ
Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling melindungi), niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar. (QS Al-Anfal: 73)
Kelima, berbuat baik dan berlaku adil. Allah berfirman:
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS Al-Mumtahanah: 8)
Keenam, tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
Allah berfirman:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksaan-Nya. (QS Al-Ma’idah: 2)
Kisah Teladan
Dalam kitab Ghairu al Muslim fi almujtama’ al Islami karya Yusuf Qardhawi disebutkan bahwa Nabi Rasulullah SAW ketika hidup di Mekkah dan Madinah tak sungkan-sungkan untuk bergaul dengan non-Muslim. Nabi SAW kerap menyempatkan diri untuk bertandang dan bersilaturahmi dengan tetangga yang non-Muslim. Pun ketika ada tetangga yang non-Muslim sakit, Nabi tak sungkan untuk mengunjungi dan berbelasungkawa bila ada yang meninggal.
Nabi Muhammad selama di Madinah memiliki sahabat dekat seorang Yahudi. Namanya Mukhairiq. Ia seorang pendeta Yahudi yang sangat alim, sekaligus seorang hartawan nan kaya raya. Sumber kekayaan Mukhairiq berupa kebun kurma yang terbentang di sepanjang kota Madinah. Saat perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriyah, Mukhairiq ikut serta membantu Rasulullah SAW dan kaum Muslimin. Yang unik, sebelum ia terjun ke medan tempur, ia sempat berwasiat seandainya dirinya meninggal dalam peperangan ia akan menghibahkan seluruh hartanya untuk digunakan Rasulullah demi kepentingan umat Muslim Madinah.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ، وَأَسْأَلُكَ عَزِيمَةَ الرُّشْدِ
”Ya Allah! Aku memohon kepada-Mu keteguhan hati di dalam urusan (agama) ini dan kemauan yang kuat dalam mengikuti kebenaran.‘’ (HR Imam Thabrani dalam kitab al-Kabir wal-Ausath) []