Nay Pyi Taw, Gontornews — Pemerintah melalui juru bicara kepresidenan Myanmar, U Zaw Htay, mengatakan bahwa krisis pengungsi Rohingya di perbatasan Myanmar dan Bangladesh merupakan ladang uang menggiurkan bagi lembaga bantuan kemanusiaan internasional (Non Governmental Organizations/NGO).
U Zaw Htay bahkan tidak segan menyebut bahwa kegagalan proses repatriasi pengungsi Rohingya dari Bangladesh ke Rakhine akibat ulah para NGO internasional tersebut.
“LSM tidak ingin para pengungsi (Rohingya) kembali ke Myanmar. Dengan begitu, mereka akan mendapatkan sejumlah proyek-proyek besar (bantuan kemanusiaan ke pengungsi Rohingya),” ungkap U Zaw Htay sebagaimana dilansir The Myanmar Times.
“Ini adalah bsinis besar bagai NGO internasional. Jadi mereka mengatakan (kepada para pengungsi) untuk tidak kembali,” tambahnya tanpa memberikan bukti atas pernyataannya tersebut.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Bangladesh dan Myanmar bersepakat untuk memulai repatriasi tahap awal yang melibatkan 2.200 pengungsi Rohingya pada 15 November 2018 silam. Akan tetapi repatriasi tersebut gagal terlaksana karena para pengungsi tidak ingin kembali ke Rakhine, kampung halamannya, dengan tanpa jaminan hidup berekonomi ataupun jaminan kewarganegaraanΒ Myanmar.
Lebih lanjut, U Zaw Htay tidak segan menyebut bahwa kamp pengungsian di Cox’s Bazar sbeagai pasar besar bagi NGO internasional yang menyediakan makanan maupun pakaian. Bahkan, Htay mengatakan bahwa NGO internasional itu tidak akan pergi sebelum mampu membangun rumah ataupun gedung.
“NGO belum selesai membangun gedung dan rumah. Mereka ingin berada di sana tanpa batas, sehingga mereka dapat melakukan banyak hal di sana. Ada ratusan ribu orang yang terlibat yang menjadi pengimpor dan penjual makanan serta barang konsumsi yang dibutuhkan para pengungsi,” cetus Htay.
Tidak hanya bantuan kemanusiaan, NGO internasional juga memiliki proyek perawatan kesehatan, anak-anak dan wanita. Myanmar pun beralasan bahwa urung terjadinya repatriasi adalah akibat dari perbuatan NGO internasional tersebut. [Mohamad Deny Irawan]