Austria, Gontornews — Allah SWT telah menyematkan semut (An-Naml) sebagai salah satu nama surat dalam Al-Qur’an. Sudah tentu, semut menjadi salah satu binatang spesial seperti halnya lebah (An-Naḥl) ataupun laba-laba (Al-‘Ankabūt). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti asal Austria Universty mengungkapkan selain persatuan, semut juga mengandalkan koloninya untuk menjaga kesehatan.
Dalam penelitian yang dipimpin oleh Nathalie Stroeymeyt dari Departement of Ecology and Evolution, University of Lausanne, Swiss itu, mereka menemukan bahwa semut telah mengembangkan mekanisme pertahanan dari penyakit termasuk proses adaptasi terhadap organisasi sosial mereka.
Secara organisasi sosial, semut dibedakan menjadi semut pekerja muda yang menjaga induk dalam sebuah koloni, dan semut pekerja tua yang bertugas mengumpulkan makanan dari luar sarang.
Secara teknis, para peneliti memasangkan semacam barcode pada 2.266 semut taman. Hasilnya, 10 persen semut pekerja pencari makanan dari luar terkena spora jamur yang menyebar akibat interaksi antara semut. Namun sistem keamanan dan penjagaan dari penyakit telah membuat semut berubah, yang rentan terhadap patogen, mengubah perilaku dengan memperkuat pertahanan yang sudah ada.
“Semut mengubah cara mereka berinteraksi dan dengan siapa mereka berinteraksi,” ungkap salah anggota tim peneliti asal Institute of Science and Technology Austria (IST Austria), Sylvia Cremer, sebagaimana dilansir Science Daily.
“(Akibat perubahan interaksi tersebut) kelompok-kelompok di antara semut menjadi lebih kuat dan interaksi antarkelompok berkurang. Pencari makan lebih banyak berinteraksi dengan pencari makan sedangkan semut jenis perawat akan lebih banyak beriteraksi dengan sesamanya,” tambah Cremer.
Tidak hanya itu, semut pekerja muda juga mampu menyumbangkan lebih banyak waktu untuk bekerja di koloni ketimbang semut pekerja yang lebih tua. Hal ini yang menyebabkan semut pekerja muda lebih sedikit berinteraksi dengan patogen.
“Dalam sebuah koloni, tidak semua anggota harus dilindungi, tetapi individu yang paling berharga harus terus bertahan hidup,” ungkap peneliti lain, Laurent Keller.
Peneliti juga meneliti tentang masa hidup semut pekerja yang terpapar patogen. Menurut Stroeymeyt, penulis utama, semut yang terpapar patogen memiliki masa hidup 9 hari sebelum akhirnya mati.
“Kami menghitung beban spora untuk setiap individu semut dalam 24 jam setelah terpapar patogen. Semut dengan beban spora tinggi mungkin mati dalam rentang waktu 9 hari dibandingkan dengan semut yang terpapar spora rendah,” ungkap Stroeymeyt.
“Angka kematian lebih tinggi terjadi di antara para semut pekerja tua ketimbang semut pekerja muda yang menjaga induk utama. Dan semua ratu masih hidup di akhir eksperimen,” tambahnya.
“Interaksi sosial adalah rute di mana penyakit datang dan menentukan bagaimana sebuah epidemi dapat menyebar. Penelitian dasar tentang semut membantu kami untuk lebih memahami proses epidemologi yang relevan terhadap kelompok sosial lainnya,” tutup Stroeymeyt. [Mohamad Deny Irawan]