Cirebon, Gontornews — Masyarakat NU dapat mengambil peran pengawasan dan pelaporan tindak korupsi yang terjadi di masyarakat. Hal ini disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo di sela-sela pembukaan Rapat Pleno PBNU di Pesantren Khas Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, Ahad (24/7).
Kegiatan itu juga dirangkai dengan penandatanganan kerjasama antara KPK dan PBNU dalam pemberantasan korupsi di masyarakat. Agus berharap tindak korupsi dapat dicegah dengan banyaknya warga NU di Indonesia.
“KPK dengan jumlah tenaga 1.200 orang dan hanya 90 penyidik memohon bagaimana NU berpartisipasi dalam upaya pencegahan tindak korupsi,†kata Agus dikutip situs resmi PBNU, nu.or.id.
Agus prihatin, di Indonesia, dalam mengurus SIM dan surat tanah misalnya, warga harus mengeluarkan biaya yang mahal. Ia melihat peluang NU yang dapat membuat laporan secara tepat tentang kejadian di masyarakat.
Agus mencontohkan di negara Singapura di mana pelaku penyuapan senilai 10 dolar Singapura (atau senilai sembilan puluh tujuh ribu rupiah) pun, dikenakan hukuman penjara selama tiga bulan. Itu terjadi karena di Singapura, apa pun bentuk pelanggaran akan dikenakan denda, dan sudah berjalan selama 50 tahun.
Warga NU, tutur Agus, dapat melakukan pengawasan dan pelaporan di masyarakat bila terjadi pelanggaran, mana yang termasuk kategori penyuapan, penggelapan dana, dan penyamaran asal usul harta.
Terkait dengan banyaknya pesantren dan lembaga di NU, Agus mengungkapkan pekan depan akan diluncurkan program “Jaga sekolahku, jaga rumah sakitku, dan jaga perizinankuâ€. Program ini memungkinkan pesantren dan komunitas NU mengontrol penyaluran dana pendidikan. Tujuannya agar dana yang mengalir ke daerah dapat diawasi, juga sebagai peningkatan kualitas di bidang pendidikan.
“Kami sangat berharap kerjasama KPK dengan NU akan membawa kepada hal-hal yang lebih baik,†papar Agus. [Fathurroji/Rus]